A. Pengertian filsafat, Pancasila dan filsafat pancasila
Ø Pengertian filsafat
Dalam wacana ilmu pengetahuan sebenarnya pengertian
filsafat adalah sangat sederhana dan sangat mudah dipahami. Filsafat adalah
suatu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia. Dengan
lain perkataan selama manusia hidup, maka sebenarnya ia tidak dapat mengelak
dari filsafat, atau dalam kehidupan manusia senantiasa berfilsafat.
Secara etimologis istilah filsafat berasal dari
bahasa Yunani “philein” yang artinya
“cinta” dan “sophos” yang artinya
“hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom”
(Nasution, 1973). Jadi secara harfiah istilah filsafat adalah mengandung makna
cinta kebijaksanaan. Hal ini nampaknya sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu
pengetahuan, yang sebelumnya di bawah naungan filsafat. Jadi manuasia dalam
kehidupan pasti memilih apa pandangan dalam hidup yang dianggap paling benar,
paling baik dan membawa kesejahteraan dalam kehidupannya, dan pilihan manusia
sebagai suatu pandangan dalam hidupnya itulah yang disebut filsafat. Pilihan
manusia ini dalam rangka mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
Karena begitu luasnya lingkaran pembahasan ilmu
filsafat maka tidak heran kalau banyak diantara para ahli filsafat memberikan
definisinya. Di bawah ini kita catat beberapa definisi ilmu filsafat dari
filosof terkenal:
a. Plato (427-347 S.M)
Menurut Plato filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang hakekat.
b. Aristoteles (384-322 S.M)
Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
c. Immanuel Kant (1724-1804)
Sebagai filsafat besar di dalam sejarah filsafat
modern Immanuel Kant berpendapat bahwa, filsafat adalah ilmu pengetahuan
mengenai pokok pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan, yang tercakup di
dalam empat persoalan:
1. Apakah yang dapat kita ketahui (jawabannya :
metafisika).
2. Apakah yang seharusnya kita ketahui
(jawabannya:agama).
3. Sampai dimanakah harapan kita
(jawabannya:antropologi).
4. Apakah yang dinamakan manusia
(jawabannya:antropologi).
d. Bertrand Russel (1872-1970)
Bertrand Russel berpendapat bahwa filsafat sebagai
kritik terhadap pengetahuan. Filsafat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai
di dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari, dan mencari suatu
ketidakselarasan yang dapat terkandung di dalam asas-asas itu. Filsafat adalah
sesuatu yang terletak diantara theologis dan
ilmu pengetahuan, terletak diantara dogma-dogma dan ilmu-ilmu eksakta.
e. D.C. Mulder
D.C. Mulder berpendapat bahwa filsafat ialah
pemikiran teoritis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. Ilmu filsafat
itu bersifat mengabstraktir susunan kenyataan dan membuat susunan itu menjadi
sasaran pemikirannya.
f. N.
Driyarkoro
Menurut N. Driyarkoro filsafat adalah perenungan
yang sedalam-dalamnya tentang
sebab-sebab “ada” dan “berbuat”, perenungan tentang kenyataan yang
sedalam-dalamnya sampai ke “mengapa” yang penghabisan.
g. Ir. Poedjawiyatno
Ir. Poedjawiyatno berpendapat bahwa filsafat ialah
ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala
sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
h. Fung Yu Lan
Menurut Fung Yu Lan sebagai seorang filosof dari
dunia Timur (Cina) mengatakan bahwa filsafat adalah pikiran yang sistematis dan
refleksi tentang hidup.
i. Notonegoro
Notonegoro bependapat bahwa filsafat itu menelaah
hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam,
yang tetap dan yang tidak berubah yang disebut “hakekat”.
j. Rene Descartes
Menurut Rene Descartes, Filsafat adalah himpunan
dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan,
alam, dan manusia.
Ø Pengertian Pancasila
Pancasila diambil dari
bahasa Sansekerta, panca yang
berarti lima, dan sila yang berarti dasar atau asas. Jadi, pancasila
bisa diartikan sebagai lima dasar atau asas bagi kehidupan berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Lima dasar atau asas tersebut adalah:
1.
Ketuhanan Yang
Maha Esa
2.
Kemanusiaan yang
adil dan beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijkasanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Lima sila tersebut adalah hasil rumusan para pendiri
dan pemikir berdirinya negara Indonesia. Secara resmi negara Indonesia menetapkan
tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari
Lahirnya Pancasila. Tanggal tersebut ditetapkan berdasarkan pidato Presiden
Soekarno pada tanggal itu yang dikenal sebagai pidato lahirnya Pancasila. Dalam pidato tersebut, Presiden Soekarno pertama kalinya
menyebut istilah Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ditahbiskan
dalam 5 masa pemerintahan Indonesia.
1.
Rumusan
Pertama : Piagam Jakarta
(Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
2.
Rumusan
Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar
- tanggal 18 Agustus 1945
3.
Rumusan
Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik
Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
4.
Rumusan
Keempat : Mukaddimah Undang-undang
Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
5.
Rumusan
Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
Sendi-sendi seluruh kehidupan di Indonesia seharusnya disandarkan pada dasar negara ini. Sebagai dasar dalam setiap
pembentukan organisasi dan perkumpulan, Pancasila mampu memenuhi semua aspek
yang disyaratkan untuk mencapai tujuan masing masing. Bahkan dalam setiap
individu pancasila seharusnya bisa menjadi pedoman dalam setiap langkah
perlakuan dan kelakuan menjadi manusia.
Ø Pengertian filsafat Pancasila
Sesuai
dengan pengertian filsafat tersebut di atas maka pengertian filsafat Pancasila
juga perlu didefinisikan sesuai dengan pengertian filsafat. Maka pengertian
filsafat Pancasila adalah pembahasan Pancasila secara filsafati, yaitu
pembahasan Pancasila samapai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya intinya
terdalam). Maka pengertian tentang pengetahuan Pancasila yang demikian itu juga merupakan suatu pengethuan yang
terdalam yang merupakan hakikat Pancasila yang bersifat essensial, abstrak umum
universal, tetap dan tipe berubah (Notonegoro, 1966:36). Hal ini juga sering
disebut pengertian dari segi objek
formalnya. Dari ojek materinya
maka pengertian filsafat Pancasila yaitu : suatu system pemikiran yang
rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, Negara
dan masyarakat Indonesia yabg nilai-nilainya telah ada dan digali bangsa
Indonesia sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, filsafat merupakan pengetahuan dan menyelidikan dengan akal budi
mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Pancasila dikatakan sebagai filsafat
karena mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran pembentukan ideologi
Pancasila. Dalam kehidupan sehari-hari filsafat pancasila berperan sebagai
pedoman dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan rakyat Indonesia dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menurut Notonegoro filsafat pancasila memberi
pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasla. Pancasila sebagai filsafat berarti
mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang tidak hanya ditujukan
untuk bangsa Indonesia, tetapi bagi manusia
pada umumnya.
B. Epistemologi
Ø
Pengertian Epistemologi
Bidang garapan filsafat yang kedua adalah
epistemologi. Dalam epsitemologi ini, anatara lain dibahas apakah sesungguhnya ilmu itu, dari
mana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya, dan sebagainya. Dengan
demikian epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang membahas sumber,
proses, syarat, batas, validitas, dan hakikat pengetahuan. Selanjutnya
Beglemeld berpendapat bahwa epistemologi
memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberi kebenaran pada
murid-muridnya. Maksudnya, dengan epistemologi kita dapat memperoleh
hukum-hukum ilmu pengetahuan yang memberikan pedoman pada kita untuk percaya
atau tidak percaya tentang sesuatu, menentukan sikap kita untuk dapat mengerti
kebenaran-kebenaran berupa pendapat-pendapat, intuisi, kepercayaan, serta
fakta-fakta yang ada dalam lingkungan kita. Dengan kata lain, melalui
epistemologi kita memiliki criteria/ukuran kebenaran suatu pengetahuan.
Metode-metode berfikir, logika dan semantika sangat berperan dalam epistemologi.
-
Sejalan
dengan pengertian diatas, Runes mengatakan bahwa epistemologi adalah cabang
filsafat yang membahas sumber, struktur, metode dan validitas dari pengetahua.
-
Epistemologi atau teori
pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas
pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
-
Epistemologi
berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan). Secara umum epistemologi
adalah cabang filsafat yang membahas tentang hakikat pengetahuan manusia, yaitu
tentang sumber, watak, dan kebenaran pengetahuan.
Ø
Aliran-aliran
dalam bidang pengetahuan adalah sebagai berikut:
1. Rasionalisme
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa semua pengetahuan bersumber pada
akal pikiran atau ratio.
2. Empirisme
Empirisme adalah aliran yang
berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengetahuan
indra.
3. Realisme
Realisme yaitu suatu
aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita serap lewat indra
adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek tersebut tidak tergantung pada subjek
mengetahui atau tidak pada pikiran objek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi,
tetapi interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar dunia tersebut. Dan dunia
telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan tetap ada setelah fikiran
berhenti menyadari.
4. Kritisme
Kritisme yang menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan
dari empiri (yang meliputi indra dan pengetahuan). Kemudian akal menempatkan,
mengatur, dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu.
Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan
pembentukkannya.
5. Positivisme
Positivisme dengan tokoh August Comte yang memiliki pandangan sebagai
berikut : sejarah perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan dalam
tiga tahap yaitu:
a.
Tahap
pertama, tahap teologis yaitu manusia masih percaya dengan pengetahuan
atau pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai
tahayul-tahayul, sehingga subjek dengan objek tidak bisa dibedakan.
b.
Tahap
kedua, tahap metafisis yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan
memikirkan kenyataan, akan tetapi belum bisa membuktikan dengan fakta.
c.
Tahap
ketiga, yaitu tahap positif yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk
menemukan hukum-hukum dan saling hubungna lewat fakta.
6. Skreptisisme
Skreptisisme, yang menyatakan bahwa penyerapan indra adalah bersifat
menipu atau menyesatkan.
7. Pragmatisme
Pragmatis, aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan
namun mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari
pengetahuan tersebut.
C. Dasar Epistemologi
sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga
merupakan suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila
merupakan pedoman atau dasar bagi Bangsa Indonesia dalam memandang realitas
alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta
sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam
hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti yang demikian ini telah
menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang telah menyangkut
praktis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok
masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.
Secara
epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila sebagai
sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti
Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi
suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas
terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
Dasar
epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar
ontologisnya, sehingga dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat
dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek
pengetahuan pada hakikatnya meliputi
masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.
Epistemologi
adalah cabang filsafat yang menyelidiki
asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi
meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas
dan validitas ilmu pengetahuan.
Epistemologi adalah ilmu tentang teori terjadinya ilmu atau science
of science. Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar
dalam epistemologi, yaitu:
1.
Tentang sumber pengetahuan manusia;
2.
Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3.
Tentang watak pengetahuan manusia.
Persoalan
epistemologi dalam hubunganya dengan pancasila dapat dirinci sebagai berikut:
Pancasila
sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber
pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila.
-
Tentang sumber pengetahuan Pancasila,
Sebagaimana diketahui
bersama bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada
bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukannya hanya
perenungan serta pemikiran beberapa orang saja namun dirumuskan oleh
wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Dengan kata lain bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai kausa materialis Pancasila.
Oleh karena sumber pengetahuan Pancasila adalah bangsa indonesia sendiri
yang memiliki nilai-nilai adat istiadat serta kebudayaan dan nilai, maka diantara bangsa Indonesia
sebagi pendukung sila-sila pancasila dengn Pancasila sendiri sebagai suatu
system pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersifat korespondensif.
-
Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan,
Sebagai
suatu sistem poengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis,
baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari
sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis
dan berbentuk piramidal, dimana sila pertama
Pancasila menjiwai keempat sila lainnyaserta sila kedua didasari sika pertama
serta mendasari dan menjiwai sila-sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga
didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai sila
keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan
ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima, adapun sila kelima didasari
dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat. Demikianlah maka susunan sila-sila Pancasila memiliki
system logis, baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar rasional
logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila.
Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1.
Isi arti Pancasila yang Umum Universal, yaitu hakikat
sila-sila Pancasila yang merupakan intisari Pancasila sehingga merupakan
pangkal tolak dalam pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum
Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan yang konkrit.
2.
Isi arti Pancasila yang Umum Kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan
bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3.
Isi arti Pancasila yang bersifat Khusus dan Konkrit, yaitu
isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan
sehingga memiliki sifat khusus konkrit serta dinamis (Notonagoro, 1975: 36-40)
D.
Pandangan Pancasila tentang
Pengetahuan Manusia
Menurut
Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat manusia
yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa.
Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis
anorganis, vegetatif, dan animal.
Hakikat jiwa memiliki unsur : Akal, yaitu suatu potensi unsur kejiwaan manusia
dalam mendapatkan kebenaran pengetahuan manusia. Rasa, yaitu unsur potensi
jiwa manusia dalam tingkatan kemampuan estetis (keindahan). Kehendak, adalah
unsur potensi jiwa manusia dalam kaitannya dengan bidang moral atau etika.
Menurut Notonegoro dalam skema potensi rokhaniah
manusia terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan akal manusia merupakan potensi sebagai sumber
daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan
pemikiran memoris, reseptif, kritis
dan kreatif.
Selain
itu, potensi atau daya tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan mentransformasikan pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi,
analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan
ilham. Berdasarkan tingkatan tersebut diatas maka Pancasila mengakui
kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia. Selain itu manusia juga mempunyai indra
sehingga dalam proses reseptif indra merupakan alat untuk mendapatkan kebenaran
pengetahuan yang bersifat empiris. Maka Pancasila juga mengakui kebenaran
empiris terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia yang bersifat
positif. Potensi yang terdapat dalam diri manusia untuk mendapatkan kebenaran
terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan positif Pancasila juga mengakui
kebenran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi.
Sila
Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang
bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikat kedudukan dan kodratnya adalah
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila,
epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal
ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian kebenaran dan
pengetahuan manusia merupakan suatu sintesa yang harmonis antara
potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk
mendapatkan kebenaran yang tinggi.
Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka
epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya
dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial. Sebagai suatu paham epistemologi, maka
Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya
tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia
serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan
pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.
E.
Sistematika filsafat
pancasila dalam bidang
epistemologi pancasila
Epistemology merupakan bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat,
proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas , validitas dan hakikat ilmu
pengetahuan.
Pokok-pokok pikiran epistemologi Pancasila antara lain adalah sebagai
berikut:
1.
Semua
potensi manusia yang meliputi panca indra, cipta, rasa, karsa dan karya, serta
budi nurani merupakan daya pribadi untuk menangkap, menerima, mengelola,
menganalisis, membandingkan, memproyeksikan, mengamalkan dan mengembangkan
sesuatu. Pribadi manusia merupakan subjek Pembina pengetahuan, yang ,mencari,
mengelolah, memanfaatkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Manusia merupakan
subjek pengetahuan, bukan objek pengetahuan.
2.
Pengetahuan
manusia merupakan produk hubungan fungsional subjek/potensi dasar dengan
lingkungannya. Terbentuknya pengetahuan melalui proses usaha sadar, menguasai
dan mendayagunakan serta mengembangkan secara proporsional berdasarkan
kesadaran dan tuntutan lingkungan hidup. Proses pembentukan ilmu pengetahuan
dalam pribadi manusia bersifat berkesinambungan dan berlangsung seumur hidup.
3.
Alam
semesta, baik wujud alam maupun sifat dan hukum alam merupakan sumber
pengetahuan. Alam semesta dengan segala isi, bentuk, sifat dan hukum alamnya
mengandung sejuta misteri yang sangat menarik untuk dipelajari dari berbagai
disiplin ilmu. Alam semesta menyajikan berbagai materi yang dapat dibagi yang
dapat dibagi dari berbagai disiplin ilmu, yang hasilnya dapat digunakan baik
untuk kehidupan manusia maupun dalam rangka untuk pengembangan disiplin ilmu
tersebut.
4.
Proses
pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan (baik pendidikan informal,
formal dan non formal) secara teknis edukatif.
5.
Pengetahuan
manusia, baik jenis maupun tingkatannya dapat dibedakan secara berjenjang,
yaitu tingkat pengetahuan indra (umum), tingkat pengetahuan ilmiah, tingkat
pengetahuan filosofis, tingkat pengetahuan religius. Dalam kesadaran kepribadian
tingkatan pengetahuan tersebut menyatu sebagai wujud kepribadian, yang menunjuk
kualitas dan martabat manusia.
6.
Ilmu
pengetahuan merupakan modal dan potensi untuk membina martabat luhur dan
kebijakan.
7.
Kesadaran
dan pengetahuan manusia tentang alam semesta raya dan metafisika merupakan
dunia pengetahuan ilmiah dan dunia filosofis bahkan religius secara terpadu.
Manusia memiliki potensi wawasan ruang dan waktu dalam skala kesemestaan yang
tidak terbatas, yang mampu menembus caktawala metafisika.
8.
Ruang
lingkup dan jangkauan pengetahuan manusia mencakup dunia realitas, dunia
ilmiah, dunia nilai-nilai filosofis, serta dunia dan nilai-nilai religius.
9.
Manusia
mampu secara relatif dan imaginatif
menjangkau sesuatu yang metafisis jauh dibalik realitas lingkungan alam
dan kehidupan. Manusia menghayati, meyakini sesuatu yang bersifat supernatural,
supranatural, dengan seluruh kepribadian yang
utuh menggunakan akal budi nurani.
DAFTAR
PUSTAKA
Kaelan dan Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan.2002. Filsafat Pancasila pandangan hidup
bangsa indonesia. Yogyakarta: Paradigma.
Kunaryo.1994.Filsafat Pendidikan
Pancasila. Semarang:Ikip Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar