BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pancasila merupakan light-star
bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman
dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan
berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia
sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945
bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan
Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua,
Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima,
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila
itu ialah, Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat
dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari
guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik
dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila
berarti dia menentang toleransi.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui
oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan
menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan
proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga
baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara
Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa
dan negara Indonesia.
Aksiologi Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar
aksiologis, maka nilai-nilai yang
terkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas
tentang filsafat nilai
Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai
"keberhargaan" (worth) atau
"kebaikan" (goodnes).
nilai-nilai Pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai
kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian,
nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung
nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, seperti nilai material, nilai
vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetika, nilai kebaikan atau
nilai moral, ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik
hierarkis.
Sehubungan dengan ini, sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa menjadi
basis dari semua sila-sila Pancasila. Secara aksiologis, bangsa Indonesia
merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber
of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan,
yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. Sebagai
pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima
Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan
Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam sikap,
tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau
penghargaan itu telah menggejala dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan
manusia dan bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus
adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia.
B. RUMUSAN
MASALAH
1.
Pengertian
Pancasila ?
2.
Pengertian
Filsafat Pancasila ?
3.
Pengertian
aksiologi ?
4.
Landasan Aksiologi ?
5.
Penilaian Dalam Aksiologi ?
6.
Kegunaan
Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu
Pengetahuan ?
7.
Kaitan
Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu ?
8.
Pokok-pokok
pikiran aksiologi pancasila ?
9.
Aksiologi
Pancasila ?
C. TUJUAN
DAN MANFAAT
1. Mengetahui Pengertian Pancasila ?
2. Mengetahui Pengertian Filsafat
Pancasila ?
3. Mengetahui Pengertian aksiologi ?
4. Mengetahui Landasan Aksiologi ?
5. Mengetahui Penilaian Dalam
Aksiologi ?
6. Mengetahui Kegunaan Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan ?
7. Mengetahui Kaitan Aksiologi Dengan
Filsafat Ilmu ?
8. Mengetahui Pokok-pokok pikiran
aksiologi pancasila ?
9. Mengetahui Aksiologi Pancasila ?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PANCASILA
1.
Pengertian
Pancasila
Kata
Pancasila berasal dari bahasa sansekerta India (kasta brahmana). Sedangkan
menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta , memiliki dua macam arti secara
leksikal yaitu : panca : yang artinya lima, syila : vokal i
pendek, yang artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal i panjang
artinya peraturan tingkah laku yang baik atau penting. Kata-kata tersebut
kemudian dalam bahasa indonesia terutama bahasa jawa diartikan “susila” yang
memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologi kata
“pancasila” yang dimaksud adalah istilah “pancasyila” dengan vokal i yang
memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang
memiliki lima unsure”. Adapun istilah “pancasyiila” dengan huruf Dewanagari i
bermakna “lima aturan tingkah laku yang penting”.
2. Pengertian
Filsafat Pancasila
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat merupakan pengetahuan dan menyelidikan
dengan akal budi mengenai hakikat segala yg ada, sebab, asal, dan hukumnya. Pancasila dikatakan sebagai filsafat
karena mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran pembentukan ideologi
Pancasila. Dalam kehidupan sehari-hari filsafat pancasila berperan sebagai
pedoman dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan rakyat Indonesia dalam
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menurut
Notonagoro filsafat pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu
tentang hakikat dari Pancasla. Pancasila
sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang
tidak hanya ditujukan untuk bangsa Indonesia, tetapi bagi manusia pada umumnya.
B. AKSIOLOGI
1. Pengertian
aksiologi
aksiologi
berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti
teori. Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah
sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa
yang dinilai.
Teori
tentang nilai ini mengacu
pada permasalahan etika dan estetika. Makna
“etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Arti
kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal,
perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain.
Objek
formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku manusia baik
buruk.Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang pengalaman keindahan
yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
aksiologi
dapat dibebankan menjadi 3
macam yaitu :
a.
Modal
conduct, tindak moral
yang melahirkan etika.
b.
Esthetic
expression, ekspresi
keindahan yang melahirkan estetika.
c.
Socio-pilitical
life, kehidupan
sosio-politik yang melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.
2. Landasan Aksiologi
Sila-sila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar
aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya
juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita
membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Dalam filsafat Pancasila, disebutkan
ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai
praktis. Diantaranya:
a. Nilai dasar
adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil
yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan
lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai
kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
b. Nilai instrumental
adalah
nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan
terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
c. Nilai praktis
adalah
nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan
batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup
dalam masyarakat.
3. Penilaian Dalam Aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan,
yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara
kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada
prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang
filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa
Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan,
keutamaan, keadilan dan sebagianya.
Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh
Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar
tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari
pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah
norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu
sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan,
melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah
agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia lakukan.
4. Kegunaan
Aksiologi Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum
maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat
bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah
dunia.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat
ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan
melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:
a. Filsafat
sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut
mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu
sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari
teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
b. Filsafat
sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori
ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu
sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
c. Filsafat
sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada
batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka
batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu
dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang
sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana
maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang
detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam
kehidupan manusia.
5. Kaitan
Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat
subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek
atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya,
bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada
kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya,
nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian;
kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif
selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia,
seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau
tidak senang.
6. Pokok-pokok pikiran aksiologi
pancasila
1. Tuhan YME
merupakan maha sumber nilai semesta yang menciptakan nilai dalam mkna dan wujud
“nilai hukum alam” yang mengikat dan mengatur alam semesta dan seisinya secara
objektif dan mutlak, tanpa terikat oleh ruang dan waktu, bersifat objektif
universal: dan “nilai hukum moral” yang mengikat manusia secara psikologis
spiritual, objektif dan mutlak menurut ruang dan waktu, namun tetap universal.
2. Subjek
manusia dapat membedakan secara hakiki maha sumber dan sumber nilai dalam perwujudan:
a.
Tuhan YME dan agama sebagai maha
sumber nilai kesemestaan. Tuhan YME dan agama merupakan sumber kebijakan dan
kebahagiaan.
b.
Alam semesta dengan hukum alamnya
merupakan sumber nilai dalam makna
sumber kehidupan, sumber keindahan bagi makhluk-makhluk hidup termasuk manusia.
c.
Sumber nilai yang khas bagi setiap
bangsa terletak pada bangsa dan sosio-budaya, dengan potensi sumber daya alam dan
sumber daya manusia serta budayanya.
d.
Sumber cita dan cipta bagi warga
masyarakat suatu bangsa atau warga Negara adalah system kenegaraan.
e.
Kebudayaan merupakan sumber nilai
dalam kehidupan intelektual manusia serta wahana pengabdian melalui cipta dan
karya.
3.
Nilai dalam kesadaran manusia dan
dalam realita alam semesta meliputi Tuhan YME dengan perwujudan nilai agama.
Alam semesta dengan perwujudan hukum alam
dan unsure yang menjamin kehidupan makhluk di dalam alam. Nilai filsafat
dan ilmu pengetahuan yang merupakan sosio budaya dan kebudayaan umat manusia.
4. Manusia
dengan potensi martabatnya menduduki
fungsi ganda dalam hubungan dengan
nilai, yaitu manusia sebagai subjek nilai masudnya manusia sebagai
penghafal dan pengamal nilai, dalam makna manusia yang mendayagunakan nilai
dalam dirinya dan kehidupan, serta manusia sebagai pencipta nilai dengan
karya dan prestasi manusia baik individual maupun kelompok dan nasional.
5. Martabat dan
kepribadian manusia yang secara potensialitas integritas dari hakikat manusia
sebagai makhluk individu, makhluk social dan makhluk susila adalah subjek
nialai.
6. Secara
potensial manusia mampu menghayati sumber nilai dalam makna beriman kepada
Tuhan YME meurut agama dan kepercayaannya masing-masing.
Keunikan potensi martabat manusia
tampak kecenderunyannya untuk secara sadar cinta keadilan, kebenaran, keadilan
dan kebijakan. Cinta kasih merupakan sumber
motivasi semua usaha kebajikan manusia.
7. Sebagai
subjek nilai, manusia mempunyai kewajiban dan tanggungjawab mendayagunakan
nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan kebudayaan dan
kemanusiaan. Manusia mengemban cerita kemanusiaan serta menyadari hakikat
kebenaran adalah cinta kasih yang perwujudannya berupa kkebenaran, keadilan dan
kebajikan, serta hakikat ketidakbenaran adalah kebencian yang perwujudannya
berupa dendam, permusuhan, perang, dan sebagainnya. Cinta kasih merupakan
perwujudan budi nurani manusia dan kebijakan mperupakan perwujudan cinta kasih.
8. Eksistensi
fungsional manusia adalah subjek dan kesadarannya yang berupa dunia indra,
ilmu, filsafat (kebudayaan dan peradaban, etika, nilai-nilai ideologis), serta
nilai-nilai agama yang supranatural. Kualitas hubungan manusia dengan Tuhan YME
menentukan kualitas hubungan manusia dengan sesamanya, kebaikan kepada sesame
manusia bersumber dan didasar pada motivasi keyakinan kepada Tuhan yang Maha
Esa, jadi kualitas kesadaran Ketuhanan kan kualitas kesadaran kemanusiaan.
9. Keseluruhan
kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan tindaknanya,
amal, dan kebajikkanya. Sumber nilai dan kebajikan meliputi kesadaran Ketuhanan
dan agama, serta potensi intrinsic dalam kepribadian yang berupa potensi cinta
kasih, sebagi perwujudan budi nurani manusia yang mewujudkan kebajikan.
7.
Aksiologi Pancasila
aksiologi Pancasila diungkapkan dalam 2
(dua) nilai, yaitu antara lain :
1.
Kedudukan
Nilai, Norma, dan Moral Dalam Masyarakat
a.
Kedudukan
NILAI dalam masyarakat
Kehidupan manusia dalam masyarakat, baik sebagai
pribadi maupun sebagai masyarakat, senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai,
norma dan moral. Kehidupan masyarakat dimana pun tumbuh dan berkembang dalam
ruang lingkup interaksi nilai tersebut yang memberi motivasi dan arah sekaligus
anggota masyarakat untuk berperilaku.
Dengan kata lain, nilai adalah sesuatu yang berharga,
berguna, indah, dan memperkaya batin yang menyadarkan manusia akan harkat dan
martabatnya. Nilai merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem
sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep, ide tentang suatu hal adalah
wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Oleh karena nilai dapat dihayati dalam
kontek kebudayaannya sebagai wujud kebudayaan yang abstrak.
Dalam menghadapi alam sekitarnya, manusia didorong
untuk membuat hubungan yang bermakna melalui budinya, yang menilai benda-benda
serta kejadian yang beraneka ragam, dipilihnya apa yang menjadi tujuan dan isi
dari kelakuan kebudayannya. Melalui proses memilih, manusia sebagai individu
atau anggota masyarakat menentukan sikap hidupnya, dilihat proses kehidupannya
manusia berusaha agar lingkungan hidupnya dapat dikuasai dan dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Untuk mengidentifikasi nilai-nilai
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat ada 6 macam nilai :
1)
Nilai teori adalah untuk mengetahui
identitas benda dan kejadian yang terdapat disekitarnya.
2)
Nilai ekonomi adalah Pemanfaatan
benda-benda atau kejadian yang mengikuti nalar efisiensi dan menuju kepada
kegunaannya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3)
Nilai estetik adalah mempelajari sesuatu
yang indah
4)
Nilai sosial adalah berorientasi pada
hubungan antara manusia dengan yang lainnya dan menekan pada segi-segi
kemanusiaan yang luhur.
5)
Nilai politik adalah berpusat pada
kekuasaan serta berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat.
6)
Nilai religi adalah manusia menilai alam
sekitarnya sebagai wujud rahasia kehidupan dan alam semesta.
Dalam pelaksanaannya nilai-nilai tersebut dijabarkan
dalam wujud norma, ukuran, kreteria sehingga merupakan suatu keharusan, anjuran
atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu suatu nilai
sangat berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan suatu kehidupan manusia.
Nilai berada dalam hatinurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan,
kepercayaan yang bersumber dari berbagai sistem nilai.
b.
Kedudukan
NORMA dalam masyarakat
Manusia cenderung untuk memelihara hubungan dengan
penciptanya, masyarakat dan alam sekitarnya dengan selaras. Berbagai adaptasi
dilakukan oleh manusia agar mampu mempertahankan eksistensinya. Sikap demikian
akan menyadarkan perlunya pengendalian diri, baik terhadap manusia sesamanya,
lingkungan alam, dan kepada penciptanya yaitu Tuhan. Kesadaran tentang hubungan
yang ideal dengan demikian menumbuhkan kepatuhan terhadap aturan-aturan, kaidah
atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam
kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu.
Norma sesungguhnya perwujudan martabat
manusia sebagai mahkluk budaya, sosial, moral, dan religi. Suatu kesadaran dan
sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai yang harus dipatuhi. Oleh karena
norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, kesusilaan,
hukum, dan norma sosial.
c.
Kedudukan
MORAL dalam masyarakat
Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk,
yang menyangkut peri laku manusia. Seseorang yang taat dan patuh pada
aturan-aturan, kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya dia sudah
dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.
Bila sebaliknya, seseorang itu telah
dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa aturan,
prinsip-prinsip, yang benar, yang baik, yang terpuji dan mulia. Moral dapat
berupa kesetiaan, kepatuhan terhdap nilai dan norma yang mengikat kehidupan
masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moralpun dapat
dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, etika, hukum,
ilmu dan sebagainya. Nilai, norma, dan moral secara bersama mengatur kehidupan
masyarakat dalam berbagai aspeknya. Pancasila secara filsafat mengandung
nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak dan abadi dari Tuhan
Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam
kitab sucinya, artinya di dalam nilai-nilai tersebut mengandung nilai moral,
maka Pancasila pun mengandung nilai moral dalam dirinya.
2.
Nilai-Nilai
Pancasila dalam Sosio-Budaya Bangsa Indonesia
a. Sila
Kesatu Nilai
Ketuhanan Yang Maha Esa
Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa bukanlah suatu
kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui penalaran,
melainkan suatu kepercayaan yang berpangkal dari kesadaran manusia sebagai
mahkluk Tuhan. Keyakinan yang demikian maka negara Indonesia berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa, dan negara memberi jaminan sesuai dengan keyakinannya,
dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.
Bagi kita di Indonesia tidak boleh ada sikap dan
perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, serta anti kehidupan beragama.
Sebagai sila pertama menjadi sumber pokok nilai-nilai kehidupan, yang menjiwai
dan mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab,
penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk negara RI yang berdaulat
penuh, bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.
Hakekat pengertian nilai-nilai diatas
sesuai dengan Pernyataan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu keyakinan atas berkat
rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sila pertama ini tercakup nilai religi yang
mengatur hubungan negara dan agama, hubungan manusia dengan Sang Pencipta,
serta nilai yang menyangkut hak asasi yang paling asasi.
b. Sila
Kedua Nilai
Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Dalam sila ini merupakan norma untuk menilai apa pun
yang menyangkut kepentingan manusia sebagai mahkluk Tuhan yang mulai dengan
kesadaran martabat dan derajatnya. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah
kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi
nurani dalam hubungannya dengan norma-norma kebudayaan.
Nilai-nilai dalam sila ini adalah merupakan refleksi
dari martabat serta harkat manusia yang memiliki potensi kultural. Potensi
tersebut sebagai hal yang bersifat universal atau keseluruhan dan dipunyai oleh
semua bangsa tanpa kecuali. Menurut sila ini setiap manusia Indonesia adalah
bagian dari warga dunia, yang menyakini adanya prinsip persamaan harkat dan
martabatnya sebagai hamba Tuhan. Dalam sila kedua ini menyangkut nilai-nilai
hak dan kewajiban asasi manusia Indonesia.
Setiap Warganegara dijamin hak dan
kebebasannya yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan orang seorang,
atau masyarakatnya, dan alam lingkungannya. Di dalamnya mengandung nilai cinta
kasih yang harus dikembangkan nilai etis yang menhargai keberanian untuk
membela kebenaran, santun dan menghormati harkat kemanusiaan.
c. Sila
Ketiga Nilai
Persatuan Indonesia
Sila ketiga ini meliputi makna persatuan dan
kesatuan dalam arti ideologis, ekonomi, politik, sosial budaya, dan keamanan.
Nilai persatuan ini dikembangkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia, yang
senasib dan didorong untuk mencapi kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah
negara yang merdeka dan berdaulat. Dan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang
abadi.
Perwujudan ini adalah manifestasi paham kebangsaan
yang memberi tempat bagi keragaman budaya atau etnis. Paham ini yang terdapat
dalam sila ini merupakan wujud asas kebersamaan, solidaritas, serta rasa bangga
dan kecintaan kepada bangsa dan kebudayaannya.
Sila ini mengandung nilai-nilai
kerohanian dan nilai etis yang mencakup kedudukan dan martabat manusia
Indonesia untuk menghargai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan
masyarakat. Nilai yang menjunjung tinggi tradisi kejuangan dan kerelaan untuk
berkorban dan membela kehormatan bangsa dan negara.
d. Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan / perwakilan
Dalam sila ini, diakui bahwa negara RI menganut asas
demokrasi yang bersumber kepada nilai-nilai kehidupan yang berakar dalam budaya
bangsa Indonesia. Perwujudan demokrasi itu dipersepsi sebagai paham kedaulatan
rakyat, yang bersumber nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong royongan. Penghargaan yang tinggi
terhadap nilai musyawarah mencerminkan sikap pandangan hidup bahwa kemauan
rakyat mencerminkan nilai kebenaran dan keabsahan yang tinggi.
Di dalam sila ini terungkap nilai yang
mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat yang harus didahulukan. Sila ini
menghargai sikap etis berupa tanggung jawab yang harus ditunaikan, sebagai
amanat seluruh rakyat. Tanggung jawab itu bukan hanya ditujukan kepada manusia,
tetapi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sila ini pun mengandung pengakuan atas nilai
kebenaran dan keadilan dalam menegakan kehidupan yang bebas, adil dan
sejahtera.
e. Nilai keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini meliputi
nilai keselarasan, keseimbangan, dan keserasian yang menyangkut hak dan
kewajiban yang dimiliki oleh rakyat Indonesia, tanpa membedakan asal suku,
agama yang dianut, keyakinan politik, serta tingkat ekonominya. Didalam sila inipun
terkandung nilai kedermawanan kepada sesama, memberi tempat kepada sikap hidup
hemat, sederhana, dan kerja keras.
Sila kelima ini juga mengembangkan nilai
untuk menghargai karya, dan norma yang menolak adanya kesewenang-wenangan,
serta pemerasan kepada sesama. Juga mengandung nilai vital yaitu keniscayaan
secarabersama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial, dalam
makna untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Nilai-nilai yang
tercakup dalam sila ini memberi jaminan untuk mencapai taraf kehidupan yang
layak dan terhormat sesuai dengan kodratnya, dan menempatkan nilai demokrasi
dalam bidang ekonomi dan social.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Aksiologi Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar
aksiologis, maka nilai-nilai yang
terkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan dan merupakan pendukung
nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang
berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan
berkeadilan sosial.
B.
SARAN
Sikap kritis dan cerdas
manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di sekitarnya, berbanding lurus
dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya, timbul
gejala dehumanisasi atau penurunan derajat manusia. Hal tersebut disebabkan
karena produk yang dihasilkan oleh manusia, baik itu suatu teori mau pun materi
menjadi lebih bernilai ketimbang penggagasnya. Itulah sebabnya, peran Pancasila
harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus pada pengembangan ilmu
pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA
Drs.
Sunoto, mengenal filsafat Pancasila, 1981-1984.
http://blog.umy.ac.id/rinienurul/2012/11/13/filsafat-pendidikan-pancasila-dalam-tinjaua ontologis-epistimologis-dan-aksiologis/
Kunaryo.1994.Filsafat
Pendidikan Pancasila. Semarang:Ikip Press.
Kaelan. 2002.
Filsafat Pancasila pandangan hidup bangsa
indonesia. Yogyakarta: Paradigma.
Prof. Darji Darmodiharjo, SH. Dan
Letjen. TNI Purn. Sutopo Yuwono, Pendidikan Pancasila.
Titus, Harold H dkk.1984.Persoalan-Persoalan
Filsafat.Jakarta: Jakarta.
KLIK
SALAH SATU LINK UNTUK MENGUNDUH FILENYA
good
BalasHapus