PERSEPSI SISWA SMA BINA NUSANTARA SEMARANG TERHADAP
KEBIJAKAN TIDAK DI MASUKKANNYA MATA PELAJARAN PKN SEBAGAI SALAH SATU MATA UJI DALAM
UJIAN NASIONAL TAHUN 2011-2012
Proposal Skripsi
Disusun Oleh :
ZENY RATNA SETIANA
08210302
JURUSAN
PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
IKIP
PGRI SEMARANG
TAHUN 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Proposal
skripsi dengan judul ” PERSEPSI SISWA SMA BINA NUSANTARA SEMARANG TERHADAP KEBIJAKAN
TIDAK DI MASUKKANNYA MATA PELAJARAN PKN SEBAGAI SALAH SATU MATA UJI DALAM UJIAN
NASIONAL TAHUN 2011-2012 ”.
Yang disusun oleh :
Nama : Zeny Ratna Setiana
NPM : 08210302
Jurusan :
Pendidikan Kewarganegaraan
Fakultas : Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Telah disetujui dan disahkan pada :
Hari :
Tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Supriyono PS, M.hum Drs.
Agus Supriyanto, M.Si
NIP. 196005221988031001 NIP. 195608161985030103
Mengetahui,
Kaprogdi PPKn
Dra. Sri Suneki, Msi
NPP. 916501072
I. JUDUL
PERSEPSI
SISWA SMA BINA NUSANTARA SEMARANG TERHADAP KEBIJAKAN TIDAK DI MASUKKANNYA MATA
PELAJARAN PKN SEBAGAI SALAH SATU MATA UJI DALAM UJIAN NASIONAL TAHUN 2011-2012
II. LATAR BELAKANG MASALAH
Pendidikan
kewarganegaraan (PKn) dipandang sebagai mata pelajaran yang memfokuskan pada
pembentukan warga negara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan
kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan
berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945 (Standar Isi
Pendidikan Dasar dan Menengah, 2006). Oleh karena itu, diharapkan dengan adanya
mata pelajaran Pendidikan kewarganegaraan (PKn) warga negara bisa mengamalkan
sila-sila Pancasila, terutama bagi siswa yang sebagai generasi penerus. Tujuan
mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mengembangkan kompetensi
meliputi: Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis dan
kreatif, sehingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan. Memiliki keterampilan
intelektual dan keterampilan berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung
jawab. Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.
Ujian Nasional yang selanjutnya
disebut UN adalah kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi peserta didik
secara nasional pada jenjang pendidikan dasar dan menengah. Mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sering kurang diperhatikan oleh semua
pihak di lingkungan sekolah terutama di sekolah SMA BINA NUSANTARA, baik guru
maupun siswa di SMA BINA NUSANTARA itu sendiri. Menurut salah satu guru PKn
yang bernama Dewi Handayani, S.pd yang mengajar di SMA BINA NUSANTARA Mata
pelajaran PKn dianggap terlalu banyak menghafal, banyak membaca. Sehingga
banyak siswa SMA BINA NUSANTARA yang merasa jenuh dengan materi mata pelajaran
ini. Kondisi tersebut sering diperparah oleh keadaan bahwa siswa SMA BINA
NUSANTARA merasa kurang tertarik, menganggap mudah, dan menganggap pelajaran
yang menjenuhkan. Keberadaan mata pelajaran PKn sering dianggap kurang
bermanfaat bagi siswa SMA BINA NUSANTARA. Sejak mata pelajaran PKn tidak
termasuk mata pelajaran yang diujikan dalam Ujian Akhir Nasional, maka semakin
dianggap tidak berarti bagi siswa SMA BINA NUSANTARA. Kondisi seperti di atas
merupakan bukti bahwa siswa SMA BINA NUSANTARA memiliki motivasi yang rendah
dalam kegiatan pembelajaran, terutama pelajaran PKn.
Dengan alasan tersebut penulis menganggap perlu
adanya penelitian mengenai Persepsi
siswa SMA BINA NUSANTARA Semarang terhadap kebijakan tidak dimasukkannya mata
pelajaran PKn sebagai salah satu mata uji dalam Ujian nasional tahun 2011-2012.
III. PERMASALAHAN
Berdasarkan
latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang timbul adalah Bagaimanakah persepsi siswa SMA Bina Nusantara Semarang
terhadap kebijakan tidak dimasukkannya mata pelajaran PKn sebagai salah satu
mata uji dalam Ujian Nasional tahun 2011-2012 ?
IV. TUJUAN
DAN MANFAAT PENELITIAN
1.
Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi siswa
SMA Bina Nusantara Semarang terhadap kebijakan tidak dimasukkannya mata
pelajaran PKn sebagai salah satu mata uji dalam Ujian Nasional tahun 2011-2012
2.
Manfaat Penelitian
Sesuai
dengan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian diharapkan dapat
bermanfaat bagi :
a. Penulis
Menambah
wawasan dan pengetahuan tentang persepsi siswa terhadap kebijakan tidak
dimasukkannya mata pelajaran PKn sebagai salah satu mata uji dalam Ujian
Nasional
b. Guru PKN
Dijadikan sebagai motivator
agar mata pelajaran PKn semakin berkembang baik dan maju.
c.
Siswa
di SMA Bina Nusantara Semarang
Memacu semangat belajar siswa terutama pada mata pelajaran PKn
d. FPIPS jurusan PPKn IKIP PGRI Semarang
Sebagai tambahan kepustakaan yang dapat
dijadikan sebagai salah satu sumber karya ilmiah lebih lanjut.
V. SISTEMATIKA
SKRIPSI
Penulisan skripsi ini disusun dengan
sistematika sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
D. Sistematika Skripsi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Mata Pelajaran PKn berdasarkan kurikulum
2006 SMA
1. Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
2. Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
3. Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
B. Ujian Nasional berdasarkan Permendiknas
nomer 77 tahun 2008
1. Pengertian Ujian Nasional
2. Tujuan Ujian Nasional
3. Pelaksanaan Ujian Nasional
C. Persepsi siswa terhadap kebijakan tidak dimasukkannya mata pelajaran PKn sebagai
salah satu mata uji dalam Ujian Nasional
1.
Persepsi siswa terhadap mata pelajaran PKn, persepsi
siswa terhadap Ujian Nasional
2.
Persepsi siswa terhadap mata pelajaran PKn yang
tidak masuk dalam mata uji Ujian Nasional
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
B. Lokasi Penelitian
C. Fokus Penelitian
D. Sumber Data
E. Metode Pengumpulan Data
F. Teknik Analisis Data
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Umum SMA Bina Nusantara Semarang
B. Penyajian Data dan Pembahasan
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
B. Saran
VI. TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Mata Pelajaran PKn berdasarkan kurikulum
2006 SMA
1.
Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (Citizenship) merupakan mata pelajaran
yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama,
sosio-kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara
Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang dilandasi oleh Pancasila
dan UUD 1945. Departemen Pendidikan Nasional (2006 : 1).
2.
Tujuan Pendidikan Kewarganegaraan
Tujuan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan adalah untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan sebagai berikut :
a.
Berfikir secara kritis,
rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
b.
Berpartisipasi secara aktif dan
bertanggung jawab, serta bertindak secara tegas dalam kegiatan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
c.
Berkembang secara positif dan
demokratis untuk membentuk diri berdasarkan pada karakter-karakter masyarakat
Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya.
d. Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam persaingan dunia secara
langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi.
3.
Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan
Ruang lingkup mata pelajaran pendidikan Kewarganegaraan dikelompokan
kedalam Aspek dan Sub Aspek bahan pelajaran yaitu :
Aspek
|
Sub Aspek
|
1.Persatuan bangsa
|
a.
Hidup rukun dalam perbedaan
b.
Sumpah pemuda
c.
Keutuhan NKRI
d.
Partisipasi dalam
pembelajaran Negara
e.
Sikap positif
terhadap NKRI
f.
Keterbukaan dan
jaminan keadilan
|
2.Norma,hukum dan peraturan
|
a.
Tata tertib di
sekolah
b.
Norma yang berlaku di
masyarakat
c.
Peraturan-peraturan
daerah
d.
Norma-norma dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
e.
Perundang-undangan
nasional
f.
Hukum dan peradilan
internasional
g.
Hukum internasional
dan pengadilan internasional
|
3.Hak asasi manusia
|
a.
Hak dan kewajiban
anak
b.
Hak dan kewajiban
anggota masyarakat
c.
Tanggung jawab
pemerintah untuk melindungi HAM
d.
Instrumen nasional
HAM
e.
Pemajuan dan
perlindungan HAM
|
4.Kebutuhan warga negara
|
a.
Hidup aman dan damai
b.
Harga diri sebagai
warga masyarakat
c.
Kebebasan
berorganisasi
d.
Kemerdekaan
mengeluarkan pendapat
e.
Prestasi diri
f.
Persamaan kedudukan
warga negara
|
5.Konstitusi negara
|
a.
Proklamasi
kemerdekaan dan konstitusi yang pertama
b.
Konstitusi-konstitusi
yang pernah digunakan di Indonesia
c.
Hubungan dasar negara
dengan konstitusi
|
6.Kekuasaan dan politik
|
a.
Pemerintah daerah
b.
Pemerintah pusat
c.
Kedaulatan rakyat dan
sistem politik
d.
Otonomi daerah
e.
Budaya politik
f.
Sistem politik
g.
Sitem pemerintahan
|
7.Masyarakat demokratis
|
a.
Tangung jawab dan
toleransi
b.
Keputusan bersama
c.
Hubungan yang
demokratis
d.
Hakikat demokrasi
e.
Budaya demokrasi
f.
Peranan pers dalam
masyarakat
|
8.Nilai-nilai Pancasila
|
a.
Nilai-nilai Pancasila
(jujur, disiplin, dan kerjasama)
b.
Nilai-nilai Pancasila
dalam kehidupan sehari-hari
c.
Proses perumusan
Pancasila
d.
Penerapan Pancasila
e.
Sikap positif
terhadap Pancasila
f.
Pancasila sebagai
ideologi terbuka
|
9.Globalisasi
|
a.
Globalisasi di
lingkungannya
b.
Politik luar negeri
Indonesia
c.
Dampak globalisasi
d.
Hubungan
internasional dan organisasi internasional
e.
Mengevaluasi
Globalisasi
|
Dari pengertian, tujuan, dan ruang lingkup, Pendidikan
Kewarganegaraan maka dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah
mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri agar menjadi warga negara
yang cerdas, terampil dan berkarakter serta bermoral, yang dilandasi oleh
Pancasila dan UUD 1945 yang bertujuan
agar peserta didik dapat berfikir secara kritis, rasional dan kreatif,
bertanggung jawab, serta berkembang dan berinteraksi secara positif dalam persaingan
dunia, dan dalam mencapai tujuan tersebut perlu diajarkan ruang lingkup PKn
mulai dari aspek persatuan bangsa, nilai-nilai Pancasila sampai pada aspek
Globalisasi yang dijabarkan kedalam sub aspek.
B.
Ujian Nasional berdasarkan Permendiknas
nomer 77 tahun 2008
1.
Pengertian Ujian Nasional
Berdasarkan Peraturan Mentri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) nomer 77 Tahun 2008, menurut pasal 1 (1) pada Permendiknas
tersebut dijelaskan, bahwa Ujian Nasional yang selanjutnya disebut UN adalah
kegiatan pengukuran dan penilaian kompetensi pesera didik secara nasional pada
jenjang pendidikan menengah dan mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) nomer 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan pada penjelasan pasal 68 butir
b, hasil Ujian Nasional dijadikan sebagai salah satu dasar seleksi untuk melanjutkan
ke jenjang yang lebih tinggi, maka Ujian Nasional penting untuk dilaksanakan di
sekolah.
Ujian Akhir Nasional atau biasa disebut UAN adalah
bentuk ujian yang akan menentukan kelulusan peserta didik dari satuan
pendidikan, untuk dapat melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi
atau tidak, dengan mengacu pada kompensi lulusan secara nasional pada mata
pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan.
2.
Tujuan Ujian Nasional
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomer 77 Tahun 2008, menurut pasal 2 pada Permendiknas tersebut
dijelaskan, bahwa Ujian Nasional bertujuan menilai pencapaian kompetensi
lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata
pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi.
3.
Pelaksanaan Ujian Nasional
Jadwal Ujian Nasional
1) Ujian Nasional dilakukan satu kali, yang
terdiri atas Ujian Nasional Utama dan UN susulan
2) UN susulan hanya berlaku bagi Peserta
didik yang sakit atau berhalangan dan dibuktikan dengan surat keterangan yang
sah
3) UN dilaksanakan secara serentak
Selain itu, pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomer
77 Tahun 2008, menurut pasal 3 dijelaskan bahwa UN digunakan sebagai salah satu
pertimbangan untuk :
1) Pemetaan mutu program dan atau satuan
pendidikan
2) Dasar seleksi masuk jenjang Pendidikan
berikutnya
3) Dasar pembinaan dan pemberian bantuan
kepada satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan.
Mata
Pelajaran yang dimasukan dalam Ujian Nasional meliputi :
untuk SMA
Program
Ilmu Pengetahuan Sosial :
-
Bahasa
Indonesia
-
Matematika
-
Bahasa
Inggris
-
Sosiologi
-
Geografi
-
Ekonomi
Program
Ilmu Pengetahuan Alam :
-
Bahasa
Indonesia
-
Matematika
-
Bahasa
Ingris
-
Biologi
-
Kimia
-
Fisika
Program
Bahasa:
-
Bahasa
Indonesia
-
Matematika
-
Bahasa
Inggris
-
Sastra
Indonesia
-
Sejarah
Budaya/ Antropologi
-
Bahasa
Asing
Untuk SMK
-
Bahasa
Indonesia
-
Matematika
-
Bahasa
Inggris
-
Teori
Kejuruan
Untuk Program Keagamaan
-
Bahasa
Indonesia
-
Matematika
-
Bahasa
Inggris
-
Fikih
-
Hadits
-
Tafsir
C.
Persepsi siswa terhadap kebijakan tidak dimasukkannya mata pelajaran PKn sebagai
salah satu mata uji dalam Ujian Nasional
1.
Persepsi siswa terhadap mata pelajaran PKn, persepsi siswa terhadap Ujian
Nasional
Persepsi pada hakikatnya adalah merupakan proses
penilaian seseorang terhadap obyek tertentu. Menurut Mangkunegara (dalam
bukunya Arindita, 2002) berpendapat bahwa persepsi adalah suatu proses
pemberian arti atau makna terhadap lingkungan. Dalam hal ini persepsi mencakup
penafsiran obyek, penerimaan stimulus (input), pengorganisasian stimulus, dan
penafsiran terhadap stimulus yang telah diorganisasikan dengan cara
mempengaruhi perilaku dan pembentukan sikap. Sedangkan Walgito (1993)
mengemukakan bahwa persepsi seseorang merupakan proses aktif yang memegang
peranan, bukan hanya stimulus yang mengenainya tetapi juga individu sebagai
satu kesatuan dengan pengalaman-pengalamannya, motivasi serta sikapnya yang
relevan dalam menanggapi stimulus.
Persepsi siswa terhadap
mata pelajaran PKn dalam prosesnya hasil survei peneliti baik dari pengalaman
sewaktu PPL di SMK N 2 Semarang maupun data-data dari internet, selama ini
pembelajaran PKn masih bersifat monoton dan kurang menarik. Hal ini disebabkan
beberapa kendala antara lain: (1) guru mata Pelajaran PKn masih mengalami
kesulitan dalam mengaktifkan siswa untuk terlibat langsung dalam proses
penggalian dan penelaahan bahan pelajaran, (2) sebagian siswa memandang mata
pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan sebagai mata pelajaran yang bersifat
konseptual dan teoritis, (3) praktik kehidupan di masyarakat baik dalam bidang
politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, agama seringkali berbeda dengan wacana
yang dikembangkan dalam proses pembelajaran di kelas. (http://persepsippkn.html)
Ujian Nasional
merupakan salah satu jenis penilaian yang diselenggarakan pemerintah guna
mengukur keberhasilan belajar siswa. Persepsi siswa terhadap Ujian nasional di
satu pihak ada yang setuju, karena dianggap dapat meningkatkan mutu pendidikan.
Dengan adanya ujian nasional, sekolah dan guru akan dipacu untuk dapat
memberikan pelayanan sebaik-baiknya agar para siswa dapat mengikuti ujian dan
memperoleh hasil ujian yang sebaik-baiknya. Demikian juga siswa didorong untuk
belajar secara sungguh-sungguh agar dia bisa lulus dengan hasil yang
sebaik-baiknya. Sementara, di pihak lain juga tidak sedikit yang merasa tidak
setuju karena menganggap bahwa Ujian Nasional sebagai sesuatu yang sangat
kontradiktif dan kontraproduktif dengan semangat reformasi pembelajaran yang
sedang kita kembangkan. Siswa hanya di anggap kelinci percobaan yang tiap tahun
sistem Ujian Nasional selalu berubah-ubah, dilihat dari soal ataupun kriteria
kelulusan yang selama 3 tahun melakukan proses belajar hanya ditentukan 3 hari.
Siswa menganggap itu tidak adil. (http://kontoversiujiannasional.html)
Selain itu, Ujian
Nasional sering dimanfaatkan untuk kepentingan diluar pendidikan, seperti kepentingan
politik dari para pemegang kebijakan pendidikan atau kepentingan ekonomi bagi
segelintir orang. Oleh karena itu, tidak heran dalam pelaksanaannya banyak
ditemukan kejanggalan-kejanggalan, seperti kasus kebocoran soal, nyontek yang
sistemik dan disengaja, merekayasa hasil pekerjaan siswa dan bentuk-bentuk
kecurangan lainnya. (http://kontroversiujiannasional.html)
Departemen
Pendidikan Nasional terus berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan sekolah
di Indonesia. Salah satunya adalah dilakukan lewat pengembangan sistem evaluasi
hasil belajar, di samping upaya-upaya pengembangan standar pendidikan lainnya.
Dalam kebijakan pengembangan dan pelaksanaan sistem evaluasi hasil belajar di
tingkat sekolah ini, Departemen Pendidikan Nasional bekerja sama dengan
Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) telah menetapkan kebijakan pelaksanaan
ujian akhir nasional (UAN) baik untuk jenjang SMP maupun SMA.
Tujuan utama dilaksanakannya UAN ini adalah dalam rangka meningkatkan mutu
pendidikan sekolah di Indonesia, karena dengan menggunakan alat penilaian yang
standar dan standar kelulusan siswa yang ditingkatkan setiap tahunnya
diharapkan akan memotivasi guru dan siswa untuk meningkatkan kinerja dan
belajarnya (Ngadirin, 2008).
Secara teoretis
tentu dapat diterima bahwa ujian akhir sebagai muara pendidikan akan
menggambarkan seberapa besar mutu pendidikan dapat dicapai oleh proses
pendidikan. Asumsinya, jika proses pendidikan telah dilaksanakan dengan
menerapkan standar-standar pendidikan yang ada, maka pelaksanaan ujian nasional
sebagai muara pendidikan tentu hasilnya akan mencerminkan mutu pendidikan
di Indonesia yang sesungguhnya. Karena itu tidak mengherankan jika pemerintah,
terutama di pusat, sangat memandang penting pelaksanaan ujian akhir nasional
ini (KepMendiknas, 2003).
Ada beberapa
manfaat atau keuntungan yang diperoleh jika ujian akhir nasional digunakan
sebagai standar penilaian siswa secara nasional. Pertama, hasil ujian nasional
akan dapat digunakan untuk memetakan disparitas mutu pendidikan antar daerah
atau antar wilayah di Indonesia. Kedua, karena kondisi masyarakat Indonesia
yang beragam, ujian nasional bisa digunakan sebagai sarana politik untuk
pemerataan mutu pendidikan di Indonesia. Ketiga, ujian akhir nasional dapat
digunakan sebagai sarana untuk meningkatkan mutu proses pendidikan (Ngadirin,
2008). Popham (1974) menyatakan bukankah penilaian pendidikan dapat mengarahkan
proses pendidikan. Dengan demikian, keempat, ujian nasional juga dapat dijadikan
sebagai sarana kontrol peningkatan mutu pendidikan di Indonesia secara nasional
(Ngadirin, 2008).
Masalahnya di
lapangan tidaklah sesederhana asumsi-asumsi tersebut. Justru karena fungsi
kontrolnya itulah ujian nasional dinilai banyak kalangan malah memiliki banyak
kelemahan terutama karena digunakan sebagai standar kelulusan untuk siswa.
Pertama, ujian nasional dilaksanakan dengan alat penilaian yang terbatas. Di
sini alat penilaian yang digunakan hanya menggunakan tes objektif pilihan ganda
(McMillan dan Schumacher, 1989; Puspendik, 2003). Jika ini dijadikan standar
penilaian secara nasional, maka ini dapat menjebak pendidikan di Indonesia pada
orientasi intelektual saja yang bertentangan dengan tujuan pendidikan nasional
dalam rangka pembinaan manusia Indonesia seutuhnya (UU No. 20 Tahun
2003).
Kedua, karena
pelaksanaan program pendidikan di sekolah belumlah memenuhi standar-standar
nasional pendidikan lainnya, maka jika standar penilaian dipaksakan dalam
penerapannya, ini akan bisa menjadi bumerang bagi dunia pendidikan pada umumnya
dan subjek didik pada khususnya. Akibatnya, banyak siswa yang akan menerima
dampak psikologis yang berat seandainya mereka tidak lulus ujian akhir
nasional. Sekolah, sebagai lembaga pendidikan tentu juga tidak siap menerima
jika banyak peserta didiknya tidak lulus. Ini membuat dalam banyak hal sekolah
menjadi lembaga pendidikan yang tidak jauh berbeda dari lembaga bimbingan tes
yang dikelola oleh lembaga pendidikan nonformal (Denhurd, 2007; Ngadirin,
2008).
Ketiga, sesuai
dengan pandangan Popham (1974) bahwa penilaian bisa mengarahkan pembelajaran,
maka penggunaan tes objektif dalam UAN bisa mengarahkan karakteristik
pembelajaran di sekolah yang cenderung hanya menggunakan metode ceramah dan
pemberian latihan soal. Dengan begitu upaya yang dilakukan berbagai pihak
untuk meningkatkan profesionalitas guru cenderung kandas oleh pemberlakuan
ujian nasional. Hasil penelitian Royanto (2008) menunjukkan bahwa banyak
program diklat yang dilakukan Dinas Pendidikan tidak efektif meningkatkan
kinerja profesionalitas guru di sekolah.
Keempat, karena
hasil ujian akhir nasional dijadikan standar kelulusan siswa dan standar bagi
mutu pendidikan di Indonesia, tanpa disadari bahwa dunia pendidikan telah
menciptakan ideologi rasionalisme materialistik (Civitas International, 1998).
2.
Persepsi siswa terhadap mata pelajaran PKn yang tidak masuk dalam mata uji
Ujian Nasional
Khusus untuk mata
pelajaran seperti PKn, kondisi ini menjadi dualisme yang paradoks karena
berdampak positif dan negatif sekaligus. Dampak positifnya bagi guru, mata
pelajaran PPKn dianggap sama pentingnya dengan mata pelajaran yang lain.
Bahkan mata pelajaran PKn dianggap memiliki kelebihan yang lain, karena
siswa yang mendapat nilai EBTANAS kurang dari enam (6) bisa membuat siswa tidak
lulus. Jadi posisi PPKn dinilai sentral dan amat penting. Kondisi ini dinilai
memberikan motivasi tersendiri kepada guru-guru PPKn. Bagi siswa, kondisi ini
juga membuat mereka harus lebih menghargai kedudukan, peran, dan fungsi mata
pelajaran PPKn dalam program pendidikan di sekolah, walau sesungguhnya agak
semu. (http://ppknterhadapUN.html)
Dampak negatifnya,
mata pelajaran PPKn terjebak pada mata pelajaran logika intelektual politik
kekuasaan tingkat rendah dan menjauhkannya dari visi dan misi nation and
character building sebagai education about, through, and for
citizenship atau misi learning democaracy, in democracy, and for
democracy. Dari segi pencapaian kapabilitas belajar, mata pelajaran PPKn
cenderung hanya mengutamakan pencapaian aspek kognisi tingkat rendah dan
mengabaikan integrasinya dengan kompetensi hasil belajar yang lain. Banyak
kalangan menilai, dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebijakan PPKn seperti
ini jauh lebih buruk ketimbang dampak positif yang diperoleh genarasi muda.
Faktor inilah yang menyebabkan kemudian dikembangkannya paradigma baru PKn dan
melepaskan PKn dari kekuasaan negara dan kepentingan pilitik tertentu (Suryadi,
1999).
Sayangnya, kedua,
ketika PKn dilepaskan dari ikatan EBTANAS, kondisinya juga tidak mengalami
perubahan. Artinya, dampaknya tetap saja paradoks. Harapan positifnya, dengan
tidak adanya ikatan UAN, sekolah dan guru diharapkan lebih memiliki otonomi dan
kebebasan untuk berinovasi mewujudkan visi, misi, dan tujuan PKn dengan
paradigma barunya sebagai education about, through, and for citizenship
dan pendidikan dalam rangka learning democracy, in democracy, and for
democracy (Winataputra, 2001, 2005). Tetapi, sekali lagi realitas di
lapangan tampak cukup kuat mendukung asumsi bahwa penilaian mengarahkan
pembelajaran. Kebijakan ujian nasional yang hanya melibatkan mata-mata
pelajaran tertentu menyebabkan mata pelajaran-mata pelajaran yang tidak
diUANkan seperti kehilangan momentum dan energi (semangat), seperti terlindas
oleh politik diskriminasi. Guru-guru PKn bersama guru-guru mata pelajaran
pendidikan lainnya merasa termarginalkan. Siswa juga merasa tidak perlu
memfokuskan diri pada belajar PKn karena dinilai tidak menentukan kelulusan dan
tidak menjamin masa depan. Kolaborasi keduanya menciptakan iklim
kelemahkarsaan, kurangnya etos kerja, kurangnya semangat, dan membuat siswa
merasa terbebani belajar PKn (Ngadirin, 2008).
VII. METODOLOGI
PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian deskriptif
kualitatif yang menggambarkan peristiwa atau fenomena dengan data-data yang
berbentuk informasi atau kata-kata (Moleong, 2000:40). Dalam hal ini, keadaan
dan status yang digambarkan dalam penelitian ini adalah persepsi siswa SMA Bina Nusantara Semarang
terhadap kebijakan tidak dimasukkannya mata pelajaran PKn sebagai salah satu
mata uji dalam Ujian Nasional tahun 2011-2012.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah SMA Bina Nusantara Semarang.
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian adalah masalah pokok yang bersumber dari pengalaman
penelitian atau pengetahuan yang diperolehnya melalui keputusan ilmiah.
Moleong(2004:94).
Berdasarkan pengertian diatas maka yang menjadi fokus atau titik
perhatian dalam penelitian ini adalah Bagaimanakah persepsi siswa SMA Bina Nusantara Semarang
terhadap kebijakan tidak dimasukkannya mata pelajaran PKn sebagai salah satu
mata uji dalam Ujian Nasional tahun 2010-2011.
D. Sumber
Data
Sumber data adalah
subyek dari mana data diperoleh dan sumber data yang peneliti pakai adalah
sumber data primer. Sumber data primer adalah data yang diperoleh di SMA Bina Nusantara Semarang seperti siswa-siswa
dan guru-guru di SMA Bina Nusantara Semarang.
E.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini
antara lain :
1. Observasi
Observasi
diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala
yang tampak pada objek penelitian. Pengamatan dan pencatatan yang dilakukan
terhadap objek ditempat terjadi atau berlangsungnya peristiwa, sehingga
observer berada bersama objek yang diselidiki, disebut observer langsung.
Sedangkan observer tidak langsung adalah pengamatan yang dilakukan tidak pada
saat berlangsungnya peristiwa yang akan diselidiki, misalnya peristiwa tersebut
diamati melalui film atau rangkaian slide atau rangkaian foto (Rachman,
1999:77). untuk penelitian ini adalah peneliti mengadakan observasi dengan cara
mengamati persepsi siswa
SMA Bina Nusantara Semarang terhadap kebijakan tidak dimasukkannya mata
pelajaran PKn sebagai salah satu mata uji dalam Ujian Nasional tahun 2011-2012.
2. Metode
Wawancara
Wawancara
adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh Pewawancara untuk memperoleh informasi
dari terwawancara, Suharsini Arikunto (1998 : 149). Metode wawancara digunakan
untuk mengungkapkan data tentang persepsi siswa SMA Bina Nusantara Semarang terhadap kebijakan tidak
dimasukkannya mata pelajaran PKn sebagai salah satu mata uji dalam Ujian
Nasional tahun 2011-2012. Yang di wawancara adalah Siswa dan Guru di SMA Bina
Nusantara Semarang dan salah satu murid sewaktu PPL di SMK N 2 Semarang.
3.
Dokumentasi
Dokumentasi
merupakan objek perolehan informasi dengan memperhatikan tiga macam sumber
yaitu tulisan (paper), tempat (place), dan kertas atau orang (people)
(Suharsimi Arikunto, 1997:135).
Dokumentasi
yang digunakan peneliti adalah foto-foto dan kertas quisioner dari siswa SMA
Bina Nusantara Semarang.
F. Teknik Analisis Data
Analisis
data adalah proses mengorganisasi dan mengurutkan antara kepola kategori, dan
satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan dan dapat diluruskan hipotesis
kerja seperti yang disarankan oleh data. Moleong, Lexy (2003:103).
Analisis
data pada penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif yang
hanya mengumpulkan, menulis, dan menyimpulkan tanggapan dari sumber yang
diperoleh penulis dengan cara melakukan wawancara langsung.
Menurut
Burhn Burgin (2001:99) bahwa analisis data dalam penelitian langsung bersama
dengan proses pengumpulan data dilanjutkan dengan tahap reduksi data, penyajian
data dan penarikan kesimpulan.
1). Pengumpulan Data
Analisis
data dapat dilakukan jika data sudah terkumpul melalui pengumpulan data yang
diuraikan pada sebelumnya. Pengumpulan data dimaksudkan dalam tahap analisis
data karena tanpa terkumpulnya data analisis tidak dapat dilakukan.
2). Reduksi Data
Pada tahap
ini kegiatan yang dilakukan adalah menyelesaikan, memproses, memfokuskan, dan
mengabstrakan secara kasar dari data yang diperoleh di lapangan.
3). Penyajian Data
Pada
tahapan ini merupakan kegiatan menarik data yang direduksi dalam informasi yang
memudahkan penarikan kesimpulan yang dilakukan, penyajian data dapat berupa
matriks, skema, table, jaringan kerjasama yang berkaitan dengan data yang
diperoleh. Dengan penyajian data ini dapat diketahui secara tepat apa yang akan
terjadi dan apa yang akan dilakukan.
4). Penarikan Kesimpulan
Data-data
yang telah dikumpulkan, direduksi dan disajikan dengan cara yang mudah
dipahami, kemudian ditarik suatu kesimpulan berdasarkan pengamatan yang
menyeluruh dari data-data tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta.
: Rineka Cipta.
Moleong,
Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosda Karya.
Undang-undang
No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Peraturan
Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 77 tahun 2008
BSNP. 2007. Standar Proses Untuk Satuan Pendidikan
Dasar dan Menengah.
Jakarta : BSNP.
Depdikbud. 1999. Suplemen GBPPI. Jakarta :
Depdikbud.
Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa
Pedoman Sekolah.
Jakarta : Kemendiknas.
Walgito, Bimo. 2003. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi Offset.
Arindita,
S. 2003. Hubungan
antara Persepsi KuLITAS Pelayanan dan Citra Bank dengan Loyalitas Nasabah. Surakarta:
Fakultas Psikologi UMS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar