bab 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Permasalahan
Dalam proses belajar dan pembelajaran didunia
pendidikan, individu memiliki karakteristik dan keunikan yang berbeda satu sama
lain baik ditinjau dari segi
tingkat kecerdasan, kemampuan, sikap, motivasi, perasaan serta
karakteristik-karakteristik individu lainnya. Hal ini membutuhkan pengelolaan yang berbeda. Oleh
karena itu, penting bagi kita untuk menguasai ilmu pengetahuan psikologi.
Belajar dengan cara menyenangkan bagi siswa, kurang
mendapatkan perhatian para pendidik. Sebagian besar guru mengajar dengan metode
ceramah dan “menjejali” anak dengan materi pelajaran untuk mengejar target
kurikulum. Akibatnya hasil pembelajaran kurang signifikan sesuai dengan
kompetensi yang diharapkan sesuai kurikulum. Sebaiknya para tenaga pendidik
mulai berbenah diri agar beberapa kompetensi guru profesional dimiliki sehingga
akan berpengaruh terhadap peningkatan mutu pembelajaran.
bab 11
Pembahasan
Hakikat anak didik
sebagai manusia
Didalam berbagai macam tingkah laku kehidupan manusia
maka hal ini menimbulkan pandangan-pandangan mengenai hakekat manusia antara lain :
Ø
Pandangan psikoanalitik
Brend mengemukakan bahwa
struktur kepribadian individu seseorang terdiri atas tiga komponen :
1.
Id atau das Es : adalah aspek biologis
kepribadian yang orisinil, meliputi berbagai instink manusia yang mendasari
perkembangan individu
2.
Ego atau das Ich : adalah aspek psikologis kepribadian yang timbul dari
kebutuhan organisme untuk dapat berhubungan dengan dunia luar secara realistik
3.
Super ego atau das uber Ich : aspek sosiologis kepribadian yang merupakan wakil
nilai-nilai serta cita-cita masyarakat dengan tafsiran orang tua kepada
anak-anaknya yang diberikan dengan perintah atau larangan atau disebut juga
sebagai aspek moral suatu kepribadian manusia , super ego cenderung lebih
kepada hal-hal yang moralis , kemudian agar tercipta keseimbangan hidup maka
kedua Id dan super ego harus di
jembadani yang bersifat realistik yaitu ego
Ø
Pandangan humanistik
Bahwa manusia memiliki suatu dorongan untuk mengarahkan dirinya ke tujuan yang
positif, maka manusia itu rasional dan dapat menentukan sendiri nasibnya,maka
dapat dikatakan manusia itu selalu berubah maupun dapat berkembang untuk
menjadi manusia yang sempurna dan juga lebih maju
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk
memanusiakan manusia. Oleh karena itu proses
belajar dapat dianggap berhasil apabila sipembelajar telah
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Dengan kata lain sipembelajar dalam
proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi
diri dengan sebaik-baiknya .
Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal diri
mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat
kebutuhan yang lebih tinggi dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan ini .Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia
mempunyai keinginan alami untuk berkembang untuk menjadi lebih baik dan
belajar.
Secara singkat pendekatan humanistik dalam pendidikan
menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi
manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal
sosial dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya
diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau
kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam
pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik. Dalam teori
humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri.
Implikasinya terhadap
pendidikan adalah sebagai berikut ( dalam Baharudin & Wahyuni, 2008 ) :
1.
Perlakuan terhadap
individu didasarkan akan kebutuhan individual dan kepribadian peserta didik.
2.
Motivasi belajar berasal
dari dalam diri (intrinsik) karena adanya keinginan untuk mengetahui.
3.
Metode belajar
menggunakan metode pendekatan terpadu dengan menekankan kepada ilmu-ilmu sosial.
4.
Tujuan kurikuler
mengutamakan pada perkembangandari segi sosial, keterampilan berkomunikasi, dan
kemampuan untuk peka terhadap kebutuhan individu dan orang lain
5.
Bentuk pengelolaan kelas
berpusat pada peserta didik yang mempunyai kebebasan memilih dan guru hanya
berperan untuk membantu.
6.
Untuk mengefektifkan
mengajar maka pengajaran disusun dalam bentuk topik-topik terpadu berdasarkan
pada kebutuhan peserta didik
7.
Partisipasi peserta didik sangat dominan
8.
Kegiatan belajar peserta didik mengutamakan
belajar melalui pemahaman dan pengertian
bukan hanya untuk memperoleh pengetahuan
Dengan penjelasan diatas, dapat diketahui bahwa kedudukan teori belajar
dijadikan sumber inspirasi di dalam pengembangan model pembelajaran, terutama
di dalam penetapan tingkah laku yang harus dikuasai peserta didik,
karakteristik peserta didik, kondisi-kondisi pembelajaran yang harus dirancang,
beserta berbagai fasilitas belajar yang dapat memperkuat pengalaman belajar
peserta didik
Ø
Pandangan Martin Buber
Manusia merupakan
keberadaan yang berpotensi , namun dihadapkan pada kesemestaan alam, sehingga
manusia terbatas secara faktual, hal ini bahwa apa yang dilakukan tidak dapat
diramalkan
Ø
Pandangan Beharvioristik
Manusia pada dasarnya
sepenuhnya adalah mahkluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh faktor
yang datangnya dari luar , faktor lingkungan inilah yang merupakan penentu
tunggal dari tingkah laku manusia
Sebagaimana
telah dikemukakan pada bahwa behaviorisme merupakan salah satu pendekatan untuk
memahami perilaku individu. Behaviorisme memandang individu hanya dari sisi
fenomena jasmaniah, dan mengabaikan aspek – aspek mental. Dengan kata lain, behaviorisme tidak
mengakui adanya kecerdasan, bakat, minat
dan perasaan individu dalam suatu belajar. Peristiwa belajar semata-mata
melatih refleks-refleks sedemikian rupa sehingga menjadi kebiasaan yang
dikuasai individu.
Dari keempat pandangan tentang manusia itu ada beberapa
pengertian pokok yang sangat relevan untuk memahami hakekat anak didik sebagai subjek
belajar :
pengertian pokok itu
adalah :
a)
Manusia pada dasarnya
memiliki tenaga dalam ,yang dapat mengerakan kehidupannya
b)
Di diri manusia ada
fungsi yang bersifat rasional yang bertanggung jaawab atas tingkah laku
intelektual dan rasional
c)
Manusia mampu mengarahkan
dirinya pada tujuan yang positif
d) Manusia hakekatnya dalam proses “menjadi” akan berkembang
terus
e)
Manusia selalu melibatkan
dirinya dalam usaha mewujudkan dirinya dan membantu orang lain , berbuat baik
f)
Manusia sebagai mahluk
Tuhan yang mengandung kebaikan atau keburukan
g)
Lingkungan adalah penentu
suatu tingkah laku manusia
Dan dapat di relevansikan
dengan ketiga aliran : nativisme, empirisme, konvergensi yang dapat dijelaskan
sbb :
a. Airan Nativisme
Aliran ini berpendapat bahwa segala perkembangan manusia
itu telah ditentukan oleh faktor-faktoryang dibawa sejak lahir. Pembawaan yang
telah terdapat pada waktu dilahirkan itulah yang menetukan hasil
perkembangannya. Menurut Nativisme, pendidikan tidak
dapat mengubah sifat-sifat pembawaan. (Purwanto, M.Ngalim, 1990: 14)
b. Aliran Empirisme
Aliran ini mempunyai pendapat yang beralawanan dengan
kaum nativisme. Meraka berpendapat bahwa dalam perkembangan anak menjadi
manusia dewasa itu sama sekali ditentukan oleh lingkungannya atau sejak
pendidikan dan pengalaman yang diterimanya sejak kecil. Manusia-manusia dapat
didik menjadi apa saja (ke arah yang baik maupun ke arah yang buruk) menurut
kehendak lingkungan atau empiris ibi didiknya. Dalam pendidikan, terdapat kaum
empiris ini terkenal dengan nama Optimisme paedagogis. Kaum behavioris pun sependapat
dengan kaum empiris itu. Watson seorang behaviouris (Amerika): “Berikan saya
sejumlah anak-anak yang keadaan badannya dan situasi-situasi yang saya
butuhkan: dari setiap orang anak, entah yang mana, dapat saya jadikan dokter,
seorang padagang, seorang ahli hukum, atau memang jika dikehendaki seorang
pengemis atau seorang pencuri”. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 14)
c. Aliran Konvergensi
Aliran ini berasal dari ahli psikologi bangsa Jerman
bernama William Stern. Ia berpendapat bahwa pembawaan dan lingkungan
kedua-duanya menentukan perkembangan manusia. Terdapat dua aliran yang menganut
konvergensi, yaitu aliran konvergensi yang lebih menekankan kepada pengaruh
pembawaan daripada lingkungan, dan yang sebaliknya. (Purwanto, M. Ngalim, 1990:
15)
Perkembangan manusia bukan hasil belaka dari pembawaannya
dan lingkungannya. Manusia tidak hanya diperkembangkan tetapi memperkembangkan
dirinya sendiri. Manusia adalah mahluk yang dapat dan sanggup memilih dan
menentukan sesuatu yang mengenai dirinya dengan bebas. Karena itu ia
bertanggung jawab terhadap segala perbuatannya; ia dapat juga mengambil
keputusan yang berlainan daripada apa yang pernah diambilnya.
Proses perkembangan manusia tidak hanya ditentukan oleh
faktor pembawaan yang ada pada orang itu dan faktor lingkungannya yang
mempengaruhi orang itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam perkembangannya
turut menentukan atau memainkan peranan juga.
Sebagai kesimpulan dapat dikatankan: Jalan
perkembangan manusia sedikit banyak ditentukan oleh pembawaan yang turun-menurun
yang oleh aktivitas dan pemilihan atau penentuan manusia sendiri yang dilakukan
dengan bebas di bawah pengaruh faktor-faktor lingkungan yang tertentu
berkembang menjadi sifat-sifat. (Purwanto, M. Ngalim, 1990: 16)
Abin Syamsuddin (2003) mengemukakan tentang aspek-aspek kepribadian, yang di
dalamnya mencakup
a. Karakter;
yaitu konsekuen tidaknya dalam mematuhi
etika perilaku, konsiten tidaknya dalam memegang pendirian atau pendapat.
b. Temperamen;
yaitu disposisi reaktif seorang, atau cepat lambatnya mereaksi terhadap rangsangan-rangsangan yang datang
dari lingkungan.
c. Sikap;
sambutan terhadap objek yang bersifat positif, negatif atau ambivalen
d. Stabilitas
emosi; yaitu kadar kestabilan reaksi emosional terhadap rangsangan dari
lingkungan. Seperti mudah tidaknya tersinggung, marah, sedih, atau putus asa
e. Responsibilitas
(tanggung jawab), kesiapan untuk menerima resiko dari tindakan atau perbuatan
yang dilakukan. Seperti mau menerima resiko secara wajar, cuci tangan, atau
melarikan diri dari resiko yang dihadapi.
f. Sosiabilitas;
yaitu disposisi pribadi yang berkaitan dengan hubungan interpersonal. Seperti :
sifat pribadi yang terbuka atau tertutup
dan kemampuan berkomunikasi dengan orang lain
Setiap individu
memiliki ciri-ciri kepribadian tersendiri, mulai dari yang menunjukkan
ciri-ciri kepribadian yang sehat sampai dengan ciri-ciri kepribadian yang tidak
sehat. Dalam hal ini, Elizabeth Hurlock
(Syamsu Yusuf, 2003) mengemukakan ciri-ciri kepribadian yang sehat atau tidak
sehat, sebagai berikut :
KEPRIBADIAN
YANG SEHAT
|
KEPRIBADIAN YANG TIDAK SEHAT
|
1.
Mampu
menilai diri sendiri secara realistik
2. Mampu
menilai situasi secara realistik
3. Mampu
menilai prestasi yang diperoleh secara realistik
4. Menerima
tanggung jawab
5. Kemandirian
6. Dapat
mengontrol emosi
7. Berorientasi
tujuan
8. Berorientasi
keluar (ekstrovert)
9. Penerimaan
sosial
10. Memiliki
filsafat hidup
11. Berbahagia
|
1. Mudah
marah
2.
Menunjukkan kekhawatiran dan kecemasan
3.
Sering merasa tertekan (stress atau depresi)
4.
Bersikap kejam
5.
Ketidakmampuan untuk menghindar dari
perilaku menyimpang
6.
Kebiasaan berbohong
7.
Hiperaktif
8.
Bersikap memusuhi semua bentuk otoritas
9.
Senang mengkritik/ mencemooh
10. Sulit
tidur
11. Kurang
rasa tanggung jawab
12. Sering
mengalami pusing kepala
13. Kurang
memiliki kesadaran untuk mentaati ajaran agama
14. Pesimis
15. Kurang
bergairah
|
Berdasarkan
uraian diatas kita dapat memahami bahwa ketika seorang guru berhadapan dengan
peserta didiknya di kelas, dia
dihadapkan dengan sejumlah keragaman kecakapan dan kepribadian yang
dimiliki para peserta didiknya. Oleh karena itu, seyogyanya guru dapat
memperlakukan peserta didik dan
mengembangkan strategi pembelajaran, dengan memperhatikan aspek
perbedaan atau keragaman kecakapan dan kepribadian yang dimiliki peserta
didiknya. Sehingga peserta didik dapat mengembangkan diri sesuai dengan
kecepatan belajar dan karakteristik
perilaku dan kepribadiannya masing-masing
Anak didik sebaagai
subjek belajar
Anak didik adalah subjek belajar karna merupakan sentral
kegiaatan dan tujuan , dikatakan sebagai subjek didalam proses belajar mengajar
perwujudan interaksi guru dan siswa lebih banyak pemberian motivasi agar siswa
merasa bergairah serta memiliki semangat belajar
Peranan dan Pengaruh Pendidikan terhadap Perubahan dan Perkembangan Perilaku
Pendidikan
memang sejak zaman dahulu kala menjadi salah satu bentuk usaha manusia dalam
rangka mempertahankan keberlangsungan eksistensi kehidupan maupun budaya
manusia itu sendiri.
Bagi
kalangan behaviorisme, pendidikan dipahami sebagai sebagai alat pembentukan watak, alat
pelatihan keterampilan, alat mengasah otak, serta media untuk meningkatkan
keterampilan. Sementara kalangan humanisme, pendidikan lebih diyakini sebagai
suatu media atau wahana untuk menanamkan nilai-nilai moral dan ajaran
keagamaan, atau sebagai wahana untuk memanusiakan manusia, serta wahana untuk
pembebasan manusia.
Penyelenggaraan
pendidikan selanjutnya menjadi kewajiban kemanusiaan dalam rangka
mempertahankan kehidupannya. Melihat begitu pentingnya pendidikan bagi umat
manusia, banyak peradaban manusia yang
“mewajibkan” masyarakatnya untuk tetap menjaga keberlangsungan pendidikan.
Yang
menjadi persoalan, sejauhmanakah pendidikan dapat mempengaruhi perubahan dan
perkembangan perilaku individu. Bagaimana pula kontribusi individu itu sendiri terhadap perubahan dan
perkembangan perilakunya.
Dengan
menggunakan konsep dasar psikologis, khususnya dalam pandangan behaviorisme,
pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha conditioning (penciptaan
seperangkat stimulus) yang diharapkan dapat menghasilkan pola-pola perilaku
(seperangkat respons) tertentu, yang dimanifestasikan dalam bentuk perubahan
dan perkembangan perilaku, baik dalam aspek kognitif, afektif, maupun
psikomotor.
Seberapa
besar tingkat atau derajat perubahan dan perkembangan perilaku yang dicapai
melalui usaha – usaha conditioning dikenal dengan istilah prestasi
belajar atau hasil belajar (achievement).Dengan demikian, menurut
pandangan behaviorisme, arah dan kualifikasi perubahan dan perkembangan perilaku akan
sangat bergantung pada faktor S (conditioning).
Sementara
itu, dalam pandangan humanisme bahwa justru organisme atau individu itu sendiri
yang memegang peranan penting dalam suatu proses belajar atau proses
pendidikannya. Pada dasarnya individu sejak lahir sudah dibekali
potensi-potensi tertentu, terutama potensi intelektual, selanjutnya dengan
bantuan atau tanpa bantuan orang lain, individu yang bersangkutan berupaya
aktif mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya melalui interaksi dengan
lingkungannya, termasuk lingkungan sekolah. Sehingga potensi yang semula masih
bersifat laten (terpendam) dapat diaktualisasikan menjadi prestasi.
Jika
kita amati dari kedua pandangan tersebut tampak ada hal yang kontras. Menurut
pandangan behaviorisme hasil belajar individu merupakan hasil reaktif dari
lingkungan. Sedangkan dalam pandangan humanisme, hasil belajar individu
merupakan hasil dari upaya aktif dan pro-aktifnya terhadap lingkungan. Dengan
adanya perbedaan pandangan tersebut menyebabkan pula terjadinya
perbedaan-perbedaan dalam pendekatan dan teknis proses pendidikan. Walaupun
demikian, harus diakui bahwa kedua pandangan tersebut memiliki peranan penting
dan memberikan kontribusi terhadap perubahan dan perkembangan pribadi atau
perilaku individu.
Secara skematik, pengaruh fungsional
pendidikan terhadap perubahan dan perkembangan perilaku, dapat dijelaskan dalam
bagan berikut ini :
P=
person (pribadi, perilaku) f = function
(fungsi)
S=stimulus
(pendidikan/belajar) O=organisme
Contoh
:
Untuk memiliki pengetahuan, sikap
dan keterampilan tentang Psikologi Pendidikan (P), seorang mahasiswa (O) dengan
segala karakteristiknya (kondisi fisik, bakat, minat, motivasi, hasil belajar
sebelumnya serta karakteristik lainnya) mengikuti kegiatan belajar Psikologi
Pendidikan. Melalui interaksi belajar mengajar yang disepakati dengan Dosen,
dia memperoleh sejumlah pengalaman belajar, misalnya melalui: diskusi dengan
teman, membaca dan mengkaji buku-buku yang relevan, mengobservasi perilaku di
kelas, bahkan melakukan penelitian, maka pada akhirnya, dia mendapatkan
pengetahuan, sikap dan memiliki keterampilan baru tentang
psikologi pendidikan, baik untuk kepentingan diri-pribadi sehari-hari maupun
dalam rangka mempersiapkan diri untuk menjadi guru kelak di kemudian hari.
Dengan
demikian, kiranya bisa dipahami bahwa perubahan perilaku atau diperolehnya
kemampuan individu, disamping dihasilkan melalui kegiatan pendidikan
(belajar) juga dipengaruhi oleh faktor
internal dari individu itu sendiri.
PENUTUP
Kesimpulan
Landasan
hakekat anak didik merupakan
pemahaman terhadap peserta didik yang berkaitan dengan aspek kejiwaan. Landasan
psikologi memiliki peran dalam dunia pendidikan baik itu dalam belajar dan
pembelajaran. Pengetahuan tentang hal
tersebut sangat diperlukan oleh
pihak guru atau instruktur sebagai pendidik, pengajar, pelatih, pembimbing, dan
pengasuh dalam memahami karakteristik kognitif, afektif, dan psikomotorik
peserta secara integral.
Pemahaman
peserta didik oleh pihak guru atau instruktur di institusi pendidikan
memiliki kontribusi yang sangat berarti dalam membelajarkan peserta didik
sesuai dengan sikap, minat, motivasi, aspirasi, dan kebutuhan peserta didik,
sehingga proses pembelajaran di kelas dapat berlangsung secara optimal dan
maksimal
Dalam teknologi pendidikan diperlukan
teori psikologi ( psikologi pendidikan dan psikologi belajar ), karena subjek
dalam teknologi pendidikan adalah manusia ( peserta
didik) Setiap
peserta didik memiliki karateristik tersendiri yang berbeda satu sama lain.
Oleh sebab itu diperlukanlah teori psikologi. Selain itu juga, dalam membuat
strategi belajar dan untuk mengetahui tehnik belajar yang baik maka terlabih
dahulu kita sebagai guru harus mengerti
ilmu jiwa.
DAFTAR PUSTAKA
Titik,Haryati(2005) “Srategi Belajar Mengajar
I:IKIP PGRI”Semarang:2005
H.M. Arifin. 2003. Teori-Teori Konseling Agama dan Umum. Jakarta. PT
Golden Terayon Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar