BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Setiap negara yang ada di dunia ini tidak ada yang tidak memerlukan
bantuan negara lain dalam rangka memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan
nasionalnya. Negara besar ataupun kecil, negara maju ataupun sedang berkembang,
negara adidaya ataupun negara satelitnya, semuanya mempunyai ketergantungan
baik secara ekonomi, politik, militer, sosial-budaya maupun dalam aspek
kehidupan lainnya. Misalnya, negara industri maju seperti Jepang, Korea, Jerman
akan selalu tergantung kepada negara-negara lainnya yang memiliki bahan mentah
dan bahan baku untuk memenuhi kebutuhan industrinya. Dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan kepentingan nasionalnya, setiap negara perlu menjalin hubungan
dan kerjasama dengan negara lain agar tujuan nasionalnya dapat terpenuhi.
Karena semakin kompleksnya hubungan antar negara, saat ini hubungan
internasional telah menimbulkan dampak positif dan negatif, atau menciptakan
kondisi damai dan konflik, perselisihan bahkan perang. Masyarakat dunia telah
lama menyadari pentingnya tata aturan atau norma/hukum yang mengatur hubungan
antar negara/bangsa baik dalam suasana perang maupun damai. Aturan/ kaidah yang
mengatur hubungan antar negara itulah disebut hukum internasional.
B.
Rumusan Masalah
1. Mengapa
tiap-tiap Negara mengadakan hubungan Internasional?
2. Bagaimana
sejarah perkembangan hubungan Hukum Internasional pada zaman Yunani Kuno?
3. Bagaimana
sejarah perkembangan hubungan Hukum Internasional pada zaman LBB?
4. Apa
sumber-sumber diadakannya Hubungan Internasioal?
5. Bagaimana
caranya agar Negara bisa diakui dalam Hubungan Internasional?
C.
Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan
mamfaat dalam hubungan Internasional yaitu:
1. Menjaga
dan mempertahankan kelangsungan hidup bangsa dan Negara.
2. Menunjang
pelaksanaan kebijakan politik dan hubungan luar negeri yang di abdikan untuk
kepentingan nasional, terutama untuk kepentingan pembangunan di segala bidang.
3. Menunjang
upaya meningkatkan pembangunan ekonomi nasional.
4. Menunjang
upaya pembinaan dan pengembangan nilai-nilai sosial budaya bangsa dalam upaya
penanggulangan terhadap setiap bentuk ancaman, tantangan, hambatan, gangguan
dan kejahatan internasional, dalam rangka pelaksanaan pembangunan nasional.
5. Menunjang
upaya pemeliharaan dan pemulihan perdamaian, keamanan dan stabilitas
internasional.
6. Menunjang
upaya pencegahan dan penanggulangan setiap bentuk bencana serta rehabilitasi
akibat-akibatnya.
7. Meningkatkan
peranan dan citra Negara itu sendiri di forum internasional dan hubungan antar
negara serta kepercayaan masyarakat internasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HUKUM INTERNASIONAL
Luasnya substansi hukum internasional dapat
dibuktikan pada bukti-bukti sebagai berikut:
1.
Macam subyek-subyek hukum
internasional itu tidak lagi terbatas oleh negara, tetapi sudah jauh lebih
banyak.
2.
Sebagai konsekuensi dari semakin
bertambahnya macam dan jumlah subyek-subyek hukum internasional, maka semakin
bertambah juga macam dan jumlah dari hubungan-hubungan (hukum) internasional
yang tumbuh dan berkembang dari waktu ke waktu.
3.
Masalah-masalah yang timbul yang
juga menjadi obyek pengaturan hukum internasional juga semakin bertambah
banyak.
Apabila dibandingkan dengan ruang lingkup dan
substansi hukum internasional pada masa lampau, terutama pada masa abad ke 19
dan awal abad ke 20, dimana hukum internasional hanya merupakan sekumpulan
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan antar negara,
tampaklah bahwa hukum internasional dewasa ini sudah sedemikian jauh perubahan
dan perkembangannya. Hukum internasional dengan ruang lingkup dan substansi
seperti yang dikemukakan di atas inilah yang lebih dikenal dengan sebutan hukum
internasional modern.
Di samping itu perlu dibedakan antara hukum
internasional publik dan hukum internasional privat. Hukum internasional publik
: mengatur hubungan antar negara dan subjek-subjek hukum lainnya. Hukum
internasional privat : mengatur hubungan antarav individu-individu atau badan-badan hukum dari negara-negara yang
berbeda.
Mengingat bahwa yang membuat hukum
internasional adalah negara-negara, baik melalui hukum kebiasaan maupun melalui
hukum tertulis dan karena negara-negara itu pula yang merupakan pelaku dan
sekaligus pengawas dari pelaksanaan hukum tersebut tentu saja hukum
internasional tidak mungkin dapat sekuat hukum nasional.
B.
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM
INTERNASIONAL
1.
Hukum internasional pada zaman
kuno
Pada zaman yunani kuno dibagi menjadi 2 yaitu: 1) Pada zaman yunani
kuno. Sudah lahir para ahli-ahli pikir seperti scorates, plato, dan aristoteles
yang mengemukakan gagasan-gagasan mengenai wilayah, masyarakat, individu.
Walaupun lebih dari dua ribu tahun yang lalu, city-states di Yunani didiami
oleh bangsa dengan bahasa yang sama, dan hubungan mereka lebih diatur oleh
ketentuan-ketentuan yang kemudian bernama hukum internasional. 2) Pada zaman
romawi. Berbeda dengan zaman yunani kuno, yaitu hubungan internasionalsudah
ditandai dengan adanya negara-negara dalam arti yang sebenarnya. Negara romawi
membuat bermacam-macam perjanjian seperti perjanjian-perjanjian persahabatan,
persekutuan, dan perdamaian. Pada abad ke-15 dan 16 city-states di
Italiamengembangkan prektik pengiriman duta-duta besar reside ke kota
masing-masing yang berakibat dibuatnya prinsip-prinsip hukum mengatur hubungan
diplomatik antara mereka, terutama kekebalan-kekebalan para duta besar dan
stafnya. Pada abad ke-16 dan 17 baru berkembang setelah lahirnya negara-negara
dengan sistem modern di Eropa.
Perkembangan hukum internasional pada waktu itu sangat banyak
dipemgaruhi oleh karya-karya tokoh-tokoh kenamaan di eropa yang dapat dibagi atas
dua aliran utama, yaitu :
a)
Golongan Naturalis :
Prinsip-prinsip hukum dalam semua sistem hukum bukan berasal dari buatan
manusia, tetapi berasal dari prinsip-prinsip yang berlaku secara universal,
sepanjang masa yang dapat ditemui dengan akal sehat. Golongan naturalis yang
merumuskan prinsip-prinsip atas dasar hukum alam bersumberkan pada ajaran
tuhan.
b)
Golongan positivis : Hukum yang
mengatur hubungan antar negara dalah prinsip-prinsip yang dibuat oleh
negara-negara dan atas kemauan mereka sendiri. Dasar hukum internasional adalah
kesepakatan bersama antaranegara-negara yang diwujudkan dalam
perjanjian-perjanjian dan kebiasaan-kebiasaan internasional.
2.
Hukum internasional pada zaman LBB
(Liga Bangsa-bangsa)
Pada tahun 1919 tak lama setelah berakhirnya Perang Dunia I, sebagai
organisasi internasional yang bergerak dalam ruang lingkup dan tujuan global,
yakni mewujudkan ketertiban, keamanan, dan perdamaian dunia, secara tersimpul
dapat pula dipandang sbagai usaha-usaha untuk kembali mengatur masyarakat
internasional berdasarkan pada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah hukum
internasional. Pada tahun 1921, sebagai salah satu organ dari liga
bangsa-bangsa serta badan penyelesaian sengketa lain yang sudah ada sebelumnya,
dapat diartikan bahwa masyarakat internasional masih percaya dan hormat pada
hukum internasional dalam mengatur hubungan-hubungan internasional.
Pada hakekatnya, berdirinya organisasi-organisasi internasional adalah
sebagai perwujudkan dari kerjasama internasional antara negara-negara untuk mencapai
suatu tujuan tertentu, dengan kata lain, organisasi internasional berfungsi
sebagai sarana kerjasama internasional yang dilembagakan.
Perundingan-perudingan bilateral maupun konperensi-konperensi internasional
multilateral tetap merupakan jalur yang diandalkan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan.
C.
SUMBER-SUMBER HUKUM INTERNASIONAL
J.G.Starke menguraikan bahwa sumber-sumber
materiil hukum internasional dapat didefenisikan sebagai bahan-bahan aktual
yang digunakan oleh para ahli hukum internasional untuk menetapkan hukum yang
berlaku bagi suatu peristiwa atau situasi tertentu. Pada garis besarnya,
bahan-bahan yang dapat dikatagorikan dalam lima bentuk, yaitu:
1. Kebiasaan;
2. Traktat;
3. Keputusan pengadilan atau
badan-badan arbitrasi;
4. Karya-karya hukum;
5. Keputusan atau ketetapan organ-organ/lembaga
internasional.
Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional
menetapkan bahwa sumber hukum internasional yang dipakai oleh Mahkamah dalam
mengadili perkara-perkara adalah:
1. Perjanjian internasional (international
conventions), baik yang bersifat umum maupun khusus;
Konvensi-konvensi atau perjanjian-perjanjian internasional merupakan
sumber hukum internasional. Konvensi-konvensiitu dapat berbentuk bilateral bila
yang menjadi pihak hanya dua negara dan multiteral bila yang menjadi pihak
lebih dari dua negara. Kadang-kadang suatu konvensi disebut regional bila yang
menjadi pihak hanya negara-negara dari suatu kawasan. Konvensi multiteral dapat
bersifat universal bila menyangkut seluruh negara di dunia.
Konvensi-konvensi internasional yang merupakan sumber utama hukum internasional adalah konvensi yang berbentuk law-making treaties yaitu perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan prinsip-prinsip dsn ketentuan-ketentuan yang berlaku secara umum.
Konvensi-konvensi internasional yang merupakan sumber utama hukum internasional adalah konvensi yang berbentuk law-making treaties yaitu perjanjian-perjanjian internasional yang berisikan prinsip-prinsip dsn ketentuan-ketentuan yang berlaku secara umum.
2. Kebiasaan internasional
(international costum);
Hukum kebiasaan berasal dari praktek negara-negara melalui sikap dan
tindakan yang diambilnya terhadap suatu persoalan. Bila suatu negara mengambil
suatu kebijaksanaan dan kebijaksanaantersebut diikuti oleh negara-negara lain
dan dilakukan berkali-kali serta tanpa adanya protes atau tantangan dari pihak
lain maka secara berangsura-angsur terbentuklah suatu kebiasaan.
Hukum kebiasaan dapat berubah sesuai perkembangan kebutuhan internasional sedangkan terhadap ketentuan-ketentuan hukum positif harus melalui prosedur yang lama dan berbelit-belit.
Hukum kebiasaan dapat berubah sesuai perkembangan kebutuhan internasional sedangkan terhadap ketentuan-ketentuan hukum positif harus melalui prosedur yang lama dan berbelit-belit.
3. Prinsip-prinsip umum hukum
(general principles of law) yang diakui oleh negara-negara beradab;
Sumber ketiga hukum internasional adalah prinsip-prinsip umum hukum
yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum nasional negara-negara.
Walaupun hukum nasional berbedda dari satu negara ke negara lain namun
prinsip-prinsip pokoknya tetap sama. Prinsip-prinsip umum diambil dari
sistem-sistem nasional dapat mengisi kekosongan yang terjadi dalam hukum
internasional.
4. Keputuasan pengadilan
(judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya
(teachings of the most highly qualified publicists) merupakan sumber tambahan
hukum internasional. Keputusan-keputusan pengadilan memainkan peranan yang
cukup penting dalam membantu pembentukan norma-norma baru hukum internasional.
Seperti keputusan-keputusan mahkamah internasional. Dan mahkamah juga
diperbolehkan untuk memutuskan suatu perkara secara ex aequo et bono yaitu
keputusan yang bukan atas pelaksanaan hukum positif tetapi atas dasar
prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran.
D.
HUBUNGAN ANTARA HUKUM INTERNASIONAL
DAN HUKUM NASIONAL
Mengenai hubungan antara perangkat hukum ini
terdapat 2 aliran yaitu:
1.
Monisme:
Semua hukum merupakan satu sistem kesatuan hukum yang mengikat apakah
terhadap idividu-individu dalam suatu negara ataupun terhadap negara-negara
masyarakat internasional.
2.
Dualisme:
Menganggap bahwa hukum internasional dan hukum nasional adalah 2 sistem
hukum yang terpisah, berbeda satu sama lain. Perbedaan sumber hukum
Hukum nasional bersumberkan pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis suatu negara sedangkan hukum internasional berdasarkan pada hukum kebiasaan dan hukum yang di lahirkan atas kehendak bersama negara-negara dalam masyarakat internasional.
Hukum nasional bersumberkan pada hukum kebiasaan dan hukum tertulis suatu negara sedangkan hukum internasional berdasarkan pada hukum kebiasaan dan hukum yang di lahirkan atas kehendak bersama negara-negara dalam masyarakat internasional.
a)
Perbedaan mengenai subjek
Subjek hukum nasional adalah individu-individu yang terdapat dalam
suatu negara sedangkan subjek hukum internasional adalah negara-negara anggota
masyarakat internasional.
b)
Perbedaan mengenai kekuatan hukum
E.
NEGARA SEBAGAI SUBJEK HUKUM
INTERNASIONAL
Negara sebagai subjek utama hukum internasional,
bagi pembentukan suatu Negara yang berupakan subjek penuh hukum internasional
diperlukan unsur-unsur kenstitutif sebagai berikut:
1.
Penduduk yang tetap
Penduduk merupakan kumpulan individu-individu yang terdiri dari dua
kelamin tanpa memandang suku,bahasa,agama,dan kebudayaan,yang hidup dalam suatu
masyarakat dan yang terikat dalam suatu Negara melalui hubungan yuridik dan
politik yang diwujudkan dalam bentuk kewarganegaraan.
Dalam unsur kependudukan ini harus ada unsur kediaman secara
tetap.Penduduk yang tidak mendiami suatu wilayah secara tetap dan selalu
berkelana (nomad) tidak dapat dinamakan penduduk sebagai unsure konstitutif
pembentukan suatu Negara.
Pada umumnya ada tiga cara penetapan kewarganegaraan sesuai hukum
nasional yaitu:
a)
Jus Sanguinis
Ini adalah cara penetapan kewarganegaraan melalui keturunan.
Menurut cara ini,kewarganegaraan anak ditentukan oleh kewarganegaraan orang tua mereka.
Menurut cara ini,kewarganegaraan anak ditentukan oleh kewarganegaraan orang tua mereka.
b)
Jus Soli
Menurut system ini kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh tempat
kelahirannya dan bukan kewarganegaraan orangtuanya
c)
Naturalisasi
Suatu Negara memberikan kemungkinan bagi warga asing untuk memperoleh
kewarganegaraan setempat setelah memenuhi syarat-syarat tertentu,seperti
setelah mendiami Negara tersebut dalam waktu yang cukup lama ataupun melalui
perkawinan
2.
Wilayah tertentu
Adanya suatu wilayah tertentu mutlak bagi bembentukan suatu
Negara.Tidak mungkin ada suatu Negara tanpa wilayah tempat bermukimnya penduduk
Negara tersebut.Disamping itu,suatu wilayah tidak perlu luas bagi didirikannya
suatu Negara.
Sebagaimana disebutkan sebelum ini,hukum internasional tidak menentukan
syarat berapa harusnya luas suatu wilayah untuk dapat dianggap sebagai unsur
konstitutif suatu Negara.
Wilayah
suatu Negara terdiri dari daratan,lautan,dan udara diatasnya.Konsferensi PBB
III mengenai hukum laut telah mengelompokkan sebagian besar Negara didunia atas
tiga kelompok,yaitu kelompok Negara-negara pantai (the coastal setates
group),dan Negara-negara secara geografis tidak menguntungkan (the
geographically disa devantaged states group).
3.
Pemerintahan
Sebagai suatu person yuridik,Negara memerlukan sejumlah organ untuk
mewakili dan menyalurkan kehendaknya.Sebagai titular dari kekuasaan,Negara
hanya dapat melaksanakan kekuasaan tersebut melalui organ-organ yang terdiri
dari individu-individu.Yang dimaksut dengan pemerintahan,biasanya badan
eksekutif dalam suatu Negara yang dibentuk melalui prosedur konstitusional
untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang ditugaskan rakyat kepadanya.Dalam
hubungan antara pemerintah dan rakyat ini yang diinginkan oleh hukum
internasional ialah bahwa pemerintah tersebut mempunyai kekuasaan yang efektif
atas seluruh penduduk dan wilayah negaranya.Yang dimaksut efektif pemerintah
tersebut mempunyai kapasitas riil untuk melaksanakan semua fungsi kenegaraan
termasuk pemeliharaan keamanan dan tata tertib didalam negeri dan pelaksanaan
berbagai komitmen diluar negeri.
4.
Kedaulatan
Pasal 1 konvensi montevidieo 27 desember 1933 mengenai hak-hak dan
kewajiban Negara menyebutkan bahwa unsure kontitutif ke-4 bagi pembentuk Negara
adalah capacity to enter into relations with other states.Konfensi montevidieo
ini merupakan suatu kemajuan bila dibandingkan dengan konsepsi klasik
pembentukan Negara yang hanya mencakup tiga unsure konstitutif yaitu
penduduk,wilayah dan pemerintah.Bagi konvensi tersebut ketiga unsur itu belum
cukup menjadikan suatu entitas sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat.
F.
PERSOALAN PENGAKUAN DALAM HUKUM
INTERNASIONAL
Pengakuan dalam hukum internasional merupakan
persoalan yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan
politik.
Arbittrasi, Konferensi Perdamain mengenai Yugoslavia, pengakuan merupakan suatu perbuatan berhati-hati yang dapat dilakukan Negara disaat yang dikehendakinya dan dalam bentuk yang ditentukannya secara bebas.
Arbittrasi, Konferensi Perdamain mengenai Yugoslavia, pengakuan merupakan suatu perbuatan berhati-hati yang dapat dilakukan Negara disaat yang dikehendakinya dan dalam bentuk yang ditentukannya secara bebas.
1.
Pengakuan Negara
Pengakuan adalah pernyataan dari suatu Negara yang mengakui suatu
Negara lain sebagai subjek hukum internasional. Untuk mengakui suatu Negara
baru pada umumnya Negara-negara memakai kreteria,antara lain sebagai berikut:
a)
Keyakinan adanya stabilitas di
Negara tersebut
b)
Dukungan umum dari penduduk,dan
c)
Kesanggupan dan kemaun untuk
melaksanakan kewajiban –kewajiban internasional.
Bentuk-bentuk
Pengakuan:
a)
Pengakuan secara terang-terangan
dan individual
Pengakuan seperti ini berasal dari pemerintah atau organ yang berwenang
di bidang hubungan luar negeri.Cara yang paling sering dilakukan ialah:
1)
Nota Diplomatik,suatub pernyataan
atau Telegram
Pengakuan individual ini mempunyai arti diplomatic tersendiri bila
diberikan oleh suatu Negara kepada Negara bekas jajahannya atau kepada Negara
yang sebelumnya bagian dari Negara yang memberikan pengakuan.
2)
Suatu Perjanjian Internasional:
Contoh:
Pengakuan Prancis terhadap Laos tanggal 19 juli 1949 dan Kamboja 18 november 1949,
Pengakuan Jepang terhadap Korea tanggal 8 september 1951 melalui pasal 12 Peace
Treaty, Pengakuan timbal balik italia –vantikan melalui pasal 26 Treaty Of
Latran 14 pebruari 1929.
b)
Pengakuan secara diam-diam
Pengakuan implicit ini terjadi bila suatu Negara mengadakan hubungan
dengan pemerintah atau Negara baru dengan mengirimkan seorang wakil
diplomatic,mengadakan pembicaraan dengan pejabat-pejabat resmi ataupun kepala
Negara setempat,membuat persetujuan dengan Negara tersebut .
c)
Pengakuan secara kolektik
Pengakuan secara kolektik ini diwujudkan dalam suatu perjanjian
internasonal atau konferensi multilateral.
d)
Pengakuan secara prematur
Dalam pengakuan internasional terdapat pula contoh-contoh dimana suatu
Negara memberikan pengakuan kepada Negara yang baru tampa lengkapnya
unsur-unsur konstitutif yang harus dimiliki oleh entitas yang baru tersebut
untuk menjadi suatu Negara.
Kasus pengakuan prematur ini sering terjadi pada Negara yang memisahkan
diri dari Negara induk. Dapatlah dikatakan bahwa pengakuan yang mendahului
kelengkapan unsur-unsur konstitutif ini merupakan suatu kecenderungan yang
memberikan dorongan kepada entitas yang baru untuk menjadi Negara merdeka.
2.
Pengakuan pemerintah
Pengakuan pemerintah ialah suatu pernyataan dari suatu Negara tersebut
telah siap dan bersedia berhubungan dengan pemerintahan yang baru diakui
sebagai organ yang bertindak untuk dan atas nama Negaranya.
Terhadap suatu Negara juga berakti pengakuan terhadap pemerintah Negara tersebut karena tidak mungkin mengakui suatu entitas baru tampa mengakui lembaga operasionalnya yaitu pemerintah.
Terhadap suatu Negara juga berakti pengakuan terhadap pemerintah Negara tersebut karena tidak mungkin mengakui suatu entitas baru tampa mengakui lembaga operasionalnya yaitu pemerintah.
BAB
III
PENUTUP
A. Simpulan
Hukum
Internasional prinsip-prinsip dan kaidah yang mengatur hubungan hukum antara
subjek-subjek hukum dan bersifat lintas batas negara. Hukum
internasional dalam arti luas adalah hukum bangsa-bangsa, dapat dikatakan bahwa
sejarah hukum internasional sangat tua, Hukum internasional dalam arti sempit
adalah hukum yang mengatur antar negara-negara, hukum internasional baru
berusia ratusan tahun, Hukum internasional modern yaitu sistem hukum yang
mengatur hubungan antara negara-negara.
B. Saran
Pengakuan dalam hukum internasional merupakan
persoalan yang cukup rumit karena sekaligus melibatkan masalah hukum dan
politik. Untuk itu pengakuan dalam setiap Negara harus bisa dijelaskan secara
rinci, yaitu: pengakuan Negara (pengakuan secara terang-terangan dan individu, pengakuan
secara diam-diam, pengakuan secara kolektik, pengakuan secara prematur), dan pengakuan
Pemerintah. Pengakuan merupakan suatu perbuatan berhati-hati yang dapat
dilakukan Negara disaat yang dikehendakinya dan dalam bentuk yang ditentukannya
secara bebas.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar