BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Birokrasi
dan politik bagai dua mata uang yang tidak akan pernah terpisahkan satu sama
lain. Birokrasi dan politik memang merupakan dua buah institusi yang memiliki
karakter yang sangat berbeda, namun harus saling mengisi. Dua karakter yang
berbeda antara dua institusi ini pada satu sisi memberikan sebuah ruang yang
positif bagi apa yang disebut dengan sinergi,
namun sering kali juga tidak dapat dipisahkan dengan aroma perselingkuhan.
Sebagaimana
disebut Syafuan Rozi didalam kamus berbahasa Jerman (1813) menyatakan bahwa
birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintahan
dan cabang-cabangnya merebutkan sesuatu untuk kepentingan diri mereka sendiri,
atau sesame warga Negara. Ciri khas birokrasi adalah bentuk institusi yang
berjenjang, rekrutmen berdasarkan keahlian, dan bersifat impersonal. Sedangkan politik adalah usaha untuk menentukan
peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk
membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang harmonis.
Wacana
demokratisasi di Indonesia telah menghantarkan publik untuk mengoperasionalkan
proses berdemokrasi secara dewasa dan bertanggung jawab. Keberhasilan bangsa
Indonesia melewati proses pemilihan anggota legislatif dan DPD serta pemilihan
presiden secara langsung yang berjalan lancar dalam suasana aman dan tentram
merupakan bukti kedewasaan dan rasa tanggung jawab yang telah terkonstruksikan
secara optimal.
B. Permasalahan
1. Dengan
cara apa sistem politik birokrasi di Indonesia dijalankan?
2. Mengapa
poitik identik dengan konflik?
3. Mengapa
birokrasi tidak dapat dipisahkan dari politik?
4. Apa
pandangan semua orang tentang tindakan pemerintah yang menjalankan pemerintahan
melalui mesin birokrasi?
5. Dari
apa kepentingan politik dapat muncul?
C. Tujuan
dan Manfaat
Tujuan
dan Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
menambah wawasan Mahasiswa dalam bidang politik, khususnya menyangkt kekuatan
politik. Dalam hal ini dikhususkan pada hubungan politik dan birokrasi.
2. Dapat
bermanfaat bagi Mahasiswa kalangan Ilmu Politik, khususnya bagi mereka yang
tertarik dengan kajian politik birokrasi.
3. Mahalah
ini diharapkan dapat menjadi tambahan referesi tentang politik birokrasi bagi
Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial.
4. Bisa
memberikan pengetahuan Mahasiswa dalam memecahkan konflik politik yang timbul
diantara orang secara individu dan orang secara kelompok-kelompok.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BIROKRASI
Dalam
masyarakat awam terminologi birokasi memiliki konotasi yang kurang baik. Istilah
birokrasi sering kali dipahami sebagai prosedur kerja yang berbelit-belit,
proses pelayanan yang lamban, mekanisme kerja yang tidak efektif dan efisien,
serta sumber penyalahgunaan kedudukan dan wewenang. Istilah birokrasi pada
dasarnya mempunyai konotasi netral untuk menunjukkan ciri-ciri suatu organisasi
besar, namun telah salah kaprah dipahami sebagai sesuatu ukuran yang buruk,
walaupun Mark Weber, yang dipahami sebagai pakarnya segala ulasan mengenai
birokrasi, juga menunjukkan sisi positif birokrasi, namun sisi negatifnya lebih
menonjol diingat orang bila mendengar istilah ini.
Berkembangnya
kecenderungan anggapan masyarakat awam di Indonesia bahwa birokrasi itu
berkonotasi buruk, bolah jadi turut ditumbuh-suburkan oleh tradisi penerapan
birokrasi itu sendiri selama masa pemerintahan Orde Baru 1966-1998. Ketika itu
birokrasi telah mengalami pemekaran fungsi dan peranan, dari sekedar instrument
teknis yang bersifat administrasi, ia berubah menjadi mesin politik yang
efektif dalam upaya rekayasa masyarakat. Akibat yang tampak kemudian adalah
semakin dominannya peran birokrasi dalam sistem politik Orde Baru. Agaknya
warisan dari praktik itulah yang terus mewarnai kesan masyarakat hingga kini,
meski rezim otoriter Orde Baru telah
berakhir.
Birokrasi
berasal dari kata bureaucracy,
diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk
piramida, dimana lebih banyak orang berbeda ditingkat bawah daripada tingkat
atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun
militer. Pada rantai komando ini setiap posisi serta tanggung jawab kerjanya
dideskripsikan dengan jelas dalam organigram. Organisasi ini pun memiliki
aturan dan prosedur ketat sehingga cenderung kurang fleksibel. Ciri lain adalah biasanya terdapat banyak formula yang
harus dilengkapi dan pendelegasian wewenang harus dilakukan dengan hirarki
kekuasaan.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai:
1. Sistem
pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat,
dan
2. Cara
pemerintakan yang sangat dikuasai oleh pegawai.
Berdasarkan
definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari
penunjukan atau ditunjuk (appointed)
dan bukan dipilih (elected).
Birokrasi
dapat didefinisikan sebagai suatu sistem control dalam organisasi yang
dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, yang
bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja
individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar. Birokrasi
memiliki beberapa karakteristik, yaitu pembagian kerja dan spesialisasi kerja,
prinsip hirarki, peraturan-peraturan, impersonality, kualifikasi teknis,
dokumentasi-dokumentasi tertulis, dan kelangsungan kerja dalam organisasi.
B. BIROKRASI
SEBAGAI MESIN POLITIK
Marx
Weber seorang sosiolog Jerman yang kenamaan awal abad ke-19 menulis karya yang
sangat berpengaruh bagi Negara-negara yang berbahasa Inggris dan Negara-negara
didaratan Eropa. Karya itu sampai sekarang dikenal konsep tipe ideal birokrasi.
Konsep tipe ideal ini kurang dikenal tentang kritikannya terhadap seberapa jauh
peran birokrasi terhadap kehidupan politik, atau bagaimana peran politik
terhadap birokrasi. Birokrasi Weber ini hanya menekankan bagaimana seharusnya
mesin birokrasi itu secara profesional dan rasional dijalankan.
Seorang
pejabat birokrat tidak seyogyanya menetapkan tujuan-tujuan yang ingin
dicapainya tersebut. Penetapan tujuan merupakan fungsi politik dan menjadi
wewenang dari pejabat politik yang menjadi masternya.
Oleh karena itu, birokrasi merupakan suatu mesin politik yang melaksanakan
kebijakan politik yang telah diambil atau dibuat oleh pejabat-pejabat politik.
Model
birokrasi Weber yang selama ini sebagai sebuah mesin yang disiapkan untuk
menjalankan dan mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Dengan demikian, setiap
pegawai atau pejabat dalam birokrasi pemerintah merupakan pemicu dan penggerak
dari sebuah mesin yang tidak mempunyai kepentingan pribadi (each individual civil servent is a cog in
the machine with no personally interest). Dalam kaitan ini maka setiap
pejabat pemerintah tidak mempunyai tanggung jawab publik, kecuali pada bidang
tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Sepanjang tugas dan
tanggung jawab publik sebagai mesin politik itu dijalankan sesuai dengan proses
dan prosedur yang telah ditetapkan, maka akuntabilitas pejabat birokrasi
pemerintahan telah diwujudkan.
Pemikiran
seperti ini menjadikan birokrasi pemerintah bertindak sebagai kekuatan yang
netral dari pengaruh kepentingan kelas atau kelompok tertentu. Negara bisa
mewujudkan tujuan-tujuannya melalui mesin birokrasi yang dijalankan oleh
pejabat-pejabat pemerintah. Aspek netralitas dari fungsi birokrasi pemerintah
dalam pemikiran Weber dikenal sebagai konsep
konservatif dari para pemikir di Zamannya. Weber hanya ingin lebih
meletakkan birokrasi itu sebagai mesin, daripada dilihat sebagai suatu
organisasi yang mempunyai kontribusi terhadap kebulatan organik Negara.
Max
Weber memandang birokrasi sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern,
suatu birokrasi yang legal rasional yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Para
anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal
jabatan (berkemampuan memisahkan urusan pribadi dengan urusan dinas),
2. Hirarki
jabatan (perjanjangan, tingkatan) jabatan yang jelas.
3. Fungsi-fungsi
jabatan ditentukan secara tegas (adanya pembagian kerja yang jelas).
4. Mereka
dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, berdasarkan suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui
ujian.
5. Mereka
memiliki gaji berjenjang menurut kedudukan didalam hirarki dan hak-hak pensiun.
Pejabat dapat selalu menempati posnya dalam keadaan tertentu dapat juga
dihentikan.
6. Pos
jabatan adalah lapangan kerja sendiri atau lapangan kerja pokok. Terdapat suatu
struktur karir dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian.
7. Pejabat
mungkin tidak sesuai dengan posnya, maupun dengan sumber yang tersedia dalam
pos tersebut.
8. Pejabat
yang tunduk dalam sistem displiner
dan control yang seragam.
Sebagai
suatu konsep pemerintahan yang paling penting, birokrasi sering dikritik karena
ternyata dalam praktiknya banyak menimbulkan problem inefisiensi. Menjadi
sebuah paradoks, seharusnya dengan adanya birokrasi segala urusan menjadi beres
dan efisien tapi ternyata setelah diterapkan menjadi batu penghalang yang tidak
lagi menjadi efisien. Ada yang mengkritik bahwa birokrasi hanya menjadi ajang
politisasi yang dilakukan oleh oknum partai yang ingin meraih kakuasaan dan
jabatan politis.
C. POLITIK
Politik
adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara
lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dakam Negara. Pengertian
ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai
hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu
untuk meraih kekuasaan secara konstusional maupun non konstusional. Disamping
itu politik juga dapat dilihat dari sudut pandang berbeda, yakni antara lain:
1. Politik
adalah usaha yang ditempuh warga Negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
2. Politik
adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah dan Negara.
3. Politik
merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan
kekuasaan di Masyarakat.
4. Politik
adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan lebijakan
publik.
Dalam
konteks pamahaman politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan
politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik,
proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk
tentang partai politik.
D. KEKUASAAN
POLITIK
Kekuasaan
adalah kemampuan seorang atau kelompok pelaku untuk mempengaruhi perilaku
seorang atau kelompok pelaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan
keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuatan. Diantara banyaj berbentuk
kekuasaan, ada satu bentuk yang paling penting yaitu kekuasaan politik dan
politik dianggap identik dengan
kekuasaan. Dalam hal ini, kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi
kebijakan umum (pemerintah), baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai
dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
Kekuasaan
politik tidak hanya mencakup kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari warga
masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang lain dengan tujuan untuk
mempengaruhi tindakan dan aktivitas Negara dibidang administrative,
legislative, dan yudikatif.
Untuk
menggunakan kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa yaitu pelaku yang
memegang kekuasaan dan harus ada alat atau sarana kekuasaan agar penggunaan
kekuasaan itu dapat dilakukan dengan baik.
Ossip.
K. Fleitchtheim membedakan dua macam kekuasaan politik, yakni:
1. Bagian
dari kekuasaan sosial yang khususnya terwujud dalam Negara (kekuasaan Negara
atau state power), seperti lembaga-lembaga pemerintahan, president, dsb.
2. Bagian
dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada Negara.
Yang
dimaksud dari penjelasan diatas ialah aliran-aliran dan asosiasi baik yang
terang-terangan bersifat politik (partai politik) maupun yang pada dasarnya
tidak terutama menyelenggarakan kegiatan politik, tetapi pada saat-saat
tertentu mempengaruhi jalannya pemerintahan.
E. BIROKRASI
POLITIK
Birokrasi
sangat penting dalam sebuah sistem politik untuk menjalankan administrasi
pemerintahan. Birokrasi merupakan bagian penting dalam sistem politik yakni
mendukung sistem politik.
Berkenaan
dengan hal itu, penting pula dikemukakan apa yang diartikan dengan birokrasi
tersebut. Birokrasi sebagai terminologi yang ada dalam kepustakaan ilmu
administrasi Negara dan ilmu politik senantiasa menggunakannya dalam beberapa
pengertian, antara lain yang mengatakan bahwa birokrasi sebagai keseluruhan
pejabat Negara dibawah pejabat politik, atau keseluruhan pejabat Negara dalam
cabang eksekutif.
Pada
jenjang administratif, Negara
memiliki ketergantungan yang kuat pada birokrasi yang menjamin kemampuan Negara
untuk menaggulangi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh proses-proses diferensi sebagai salah satu hasil dari modernisasi. Disini Negara membutuhkan
kemampuan para birokrat untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang diperlukan
pemerintah.
F. POLITIK
BIROKRASI PEMERINTAH
Politik
birokrasi Indonesia berusaha untuk memberikan pengenalan dan pemahaman tentang
konsep birokrasi, relasi antara birokrasi dengan elemen-elemen dalam sistem
politik, serta kinerja dan akuntabilitas birokrasi, termasuk didalamnya
berbagai bentuk penyelewengan yang mungkin dapat dilakukan oleh birokrasi, baik
dalam konteks global atau dalam kasus Indonesia. Birokrasi yang seharusnya
menjadi pelayan publik dan tanggung jawab terhadap rakyat lewat lembaga
legislatif kadang menjadi lembaga tidak terkontrol karena berbagai kelebihan
dan kekurangan. Legislatif bahkan sering kali juga harus kehilangan kendali
terhadap birokrasi karena sumber dayanya yang tidak mencukupi untuk mampu
mengawasi kinerja birokrasi. untuk itulah diperlukan lembaga legislatif yang
kuat yang didukung dengan seperangkat peraturan yang tegas yang akan cukup
membatasi gerak birokrasi. Selain itu
partisipasi masyarakat serta voluntary
sector dalam mengawasi kinerja birokrasi menjadi suatu hal yang mutlak.
Birokrasi
pemerintah tidak dapat dipisahkan dari proses dan kegiatan politik. Politik
sebagaimana kita ketahui bersama terdiri dari orang-orang yang berperilaku dan
bertindak politik (consist of people
acting politically), yang diorganisasikan secara politik oleh
kelompok-kelompok kepentingan dan berusaha mencoba mempengaruhi pemerintah
untuk mengambil dan melaksanakan suatu kebijakan dan tindakan yang bisa
mengangkat kepentingannya dan mengesampingkan kepentingan kelompok lain. Birokrasi
pemerintah langsung dan tidak langsung akan selalu berhubungan dengan
kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat.
Politik
adalah identik dengan konflik dalam pemerintahan suatu Negara. Salah satu
kenyataan dasar dari kehidupan manusia bahwa orang hidup bersama-sama tidak
dalam isolasi satu sama lain. Salah satu faktor yang sering kali menimbulkan
perbedaan yang memunculkan konflik diantara orang dan kelompok adalah nilai (value) yang diyakini kebenarannya oleh
masing-masing. Nilai merupakan sesuatu yang dianggap oleh seseorang sangat
penting dan sangat diharapkan (something
one thinks is very important and desirable).
Kepentingan
politik dapat muncul dari nilai bagi seseorang atau kelompok yang bisa
diperoleh atau juga bisa hilang dari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan
oleh pemerintah. Hampir semua masyarakat, semua orang memandang bahwa tindakan
pemerintah yang dijalankan melalui mesin birokrasinya adalah merupakan cara
yang terbaik untuk menciptakan otorisasi dan menetapkan peraturan yang mengikat
semua pihak. Birokrasi pemerintah merupakan institusi yang bisa memberikan
peran politik dalam memecahkan konflik politik yang timbul diantara orang
secara individu dan orang secara kelompok-kelompok.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Dari
pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Birokrasi
sebagai suatu sistem control dalam organisasi yang dirancang berdasarkan
aturan-aturan yang rasional dan sistematis, yang bertujuan untuk mengkoordinasi
dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian
tugas-tugas administrasi berskala besar. Birokrasi memiliki beberapa
karakteristik, yaitu pembagian kerja dan spesialisasi kerja, prinsip hirarki,
peraturan-peraturan, impersonality, kualifikasi teknis, dokumentasi-dokumentasi
tertulis, dan kelangsungan kerja dalam organisasi.
2. Kekuasaan
politik tidak hanya mencakup kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari warga
masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang lain dengan tujuan untuk
mempengaruhi tindakan dan aktivitas Negara dibidang administrative,
legislative, dan yudikatif.
Untuk
menggunakan kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa yaitu pelaku yang
memegang kekuasaan dan harus ada alat atau sarana kekuasaan agar penggunaan
kekuasaan itu dapat dilakukan dengan baik.
B. Saran
Pemerintah
harus memperbaiki sistem kerja birokrasi karena masyarakat awam memiliki
konotasi yang kurang baik terhadap terminologi birokasi. Istilah birokrasi
sering kali dipahami sebagai prosedur kerja yang berbelit-belit, proses
pelayanan yang lamban, mekanisme kerja yang tidak efektif dan efisien, serta
sumber penyalahgunaan kedudukan dan wewenang. Istilah birokrasi pada dasarnya
mempunyai konotasi netral untuk menunjukkan ciri-ciri suatu organisasi besar,
namun telah salah kaprah dipahami sebagai sesuatu ukuran yang buruk.
Berkembangnya
kecenderungan anggapan masyarakat awam di Indonesia bahwa birokrasi itu
berkonotasi buruk, bolah jadi turut ditumbuh-suburkan oleh tradisi penerapan
birokrasi itu sendiri selama masa pemerintahan Orde Baru 1966-1998. Ketika itu
birokrasi telah mengalami pemekaran fungsi dan peranan, dari sekedar instrument
teknis yang bersifat administrasi, ia berubah menjadi mesin politik yang
efektif dalam upaya rekayasa masyarakat. Akibat yang tampak kemudian adalah semakin
dominannya peran birokrasi dalam sistem politik Orde Baru. Agaknya warisan dari
praktik itulah yang terus mewarnai kesan masyarakat hingga kini, meski rezim
otoriter Orde Baru telah berakhir.
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia
PUstaka Utama. 2008.
Kristian, Widya Wicaksono. Administrasi dan BIrokrasi Pemerintah. Yogyakarta:
Graha Ilmu. 2006.
P. Anthonius, Sitepu. Sistem Politik Indonesia. Medan: Pustaka
Sangsa Press. 2006.
Rauf, Maswadi. Konsensus dan Konflik Politik. Jakarta: Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 2001.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. 1992.
Thoha, Mitha. Birokrasi Pemerintah di Era Reformasi. Jakarta: Kencana. 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar