Rabu, 27 November 2013

MAKALAH BIOKRASI DAN POLITIK

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar belakang
Birokrasi dan politik bagai dua mata uang yang tidak akan pernah terpisahkan satu sama lain. Birokrasi dan politik memang merupakan dua buah institusi yang memiliki karakter yang sangat berbeda, namun harus saling mengisi. Dua karakter yang berbeda antara dua institusi ini pada satu sisi memberikan sebuah ruang yang positif bagi apa yang disebut dengan sinergi, namun sering kali juga tidak dapat dipisahkan dengan aroma perselingkuhan.

Sebagaimana disebut Syafuan Rozi didalam kamus berbahasa Jerman (1813) menyatakan bahwa birokrasi sebagai wewenang atau kekuasaan yang berbagai departemen pemerintahan dan cabang-cabangnya merebutkan sesuatu untuk kepentingan diri mereka sendiri, atau sesame warga Negara. Ciri khas birokrasi adalah bentuk institusi yang berjenjang, rekrutmen berdasarkan keahlian, dan bersifat impersonal. Sedangkan politik adalah usaha untuk menentukan peraturan-peraturan yang dapat diterima baik oleh sebagian besar warga, untuk membawa masyarakat kearah kehidupan bersama yang harmonis.
Wacana demokratisasi di Indonesia telah menghantarkan publik untuk mengoperasionalkan proses berdemokrasi secara dewasa dan bertanggung jawab. Keberhasilan bangsa Indonesia melewati proses pemilihan anggota legislatif dan DPD serta pemilihan presiden secara langsung yang berjalan lancar dalam suasana aman dan tentram merupakan bukti kedewasaan dan rasa tanggung jawab yang telah terkonstruksikan secara optimal.  

B.     Permasalahan
1.      Dengan cara apa sistem politik birokrasi di Indonesia dijalankan?
2.      Mengapa poitik identik dengan konflik?
3.      Mengapa birokrasi tidak dapat dipisahkan dari politik?
4.      Apa pandangan semua orang tentang tindakan pemerintah yang menjalankan pemerintahan melalui mesin birokrasi?
5.      Dari apa kepentingan politik dapat muncul?

C.     Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan Manfaat yang diharapkan dari makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk menambah wawasan Mahasiswa dalam bidang politik, khususnya menyangkt kekuatan politik. Dalam hal ini dikhususkan pada hubungan politik dan birokrasi.
2.      Dapat bermanfaat bagi Mahasiswa kalangan Ilmu Politik, khususnya bagi mereka yang tertarik dengan kajian politik birokrasi.
3.      Mahalah ini diharapkan dapat menjadi tambahan referesi tentang politik birokrasi bagi Mahasiswa Fakultas Ilmu Pengetahuan Sosial.  
4.      Bisa memberikan pengetahuan Mahasiswa dalam memecahkan konflik politik yang timbul diantara orang secara individu dan orang secara kelompok-kelompok.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    BIROKRASI
Dalam masyarakat awam terminologi birokasi memiliki konotasi yang kurang baik. Istilah birokrasi sering kali dipahami sebagai prosedur kerja yang berbelit-belit, proses pelayanan yang lamban, mekanisme kerja yang tidak efektif dan efisien, serta sumber penyalahgunaan kedudukan dan wewenang. Istilah birokrasi pada dasarnya mempunyai konotasi netral untuk menunjukkan ciri-ciri suatu organisasi besar, namun telah salah kaprah dipahami sebagai sesuatu ukuran yang buruk, walaupun Mark Weber, yang dipahami sebagai pakarnya segala ulasan mengenai birokrasi, juga menunjukkan sisi positif birokrasi, namun sisi negatifnya lebih menonjol diingat orang bila mendengar istilah ini.
Berkembangnya kecenderungan anggapan masyarakat awam di Indonesia bahwa birokrasi itu berkonotasi buruk, bolah jadi turut ditumbuh-suburkan oleh tradisi penerapan birokrasi itu sendiri selama masa pemerintahan Orde Baru 1966-1998. Ketika itu birokrasi telah mengalami pemekaran fungsi dan peranan, dari sekedar instrument teknis yang bersifat administrasi, ia berubah menjadi mesin politik yang efektif dalam upaya rekayasa masyarakat. Akibat yang tampak kemudian adalah semakin dominannya peran birokrasi dalam sistem politik Orde Baru. Agaknya warisan dari praktik itulah yang terus mewarnai kesan masyarakat hingga kini, meski rezim otoriter  Orde Baru telah berakhir.
Birokrasi berasal dari kata bureaucracy, diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih banyak orang berbeda ditingkat bawah daripada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang sifatnya administratif maupun militer. Pada rantai komando ini setiap posisi serta tanggung jawab kerjanya dideskripsikan dengan jelas dalam organigram. Organisasi ini pun memiliki aturan dan prosedur ketat sehingga cenderung kurang fleksibel. Ciri lain adalah biasanya terdapat banyak formula yang harus dilengkapi dan pendelegasian wewenang harus dilakukan dengan hirarki kekuasaan.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, birokrasi didefinisikan sebagai:
1.      Sistem pemerintahan yang dijalankan oleh pegawai bayaran yang tidak dipilih oleh rakyat, dan
2.      Cara pemerintakan yang sangat dikuasai oleh pegawai.
Berdasarkan definisi tersebut, pegawai atau karyawan dari birokrasi diperoleh dari penunjukan atau ditunjuk (appointed) dan bukan dipilih (elected).
Birokrasi dapat didefinisikan sebagai suatu sistem control dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, yang bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar. Birokrasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu pembagian kerja dan spesialisasi kerja, prinsip hirarki, peraturan-peraturan, impersonality, kualifikasi teknis, dokumentasi-dokumentasi tertulis, dan kelangsungan kerja dalam organisasi.
B.     BIROKRASI SEBAGAI MESIN POLITIK
            Marx Weber seorang sosiolog Jerman yang kenamaan awal abad ke-19 menulis karya yang sangat berpengaruh bagi Negara-negara yang berbahasa Inggris dan Negara-negara didaratan Eropa. Karya itu sampai sekarang dikenal konsep tipe ideal birokrasi. Konsep tipe ideal ini kurang dikenal tentang kritikannya terhadap seberapa jauh peran birokrasi terhadap kehidupan politik, atau bagaimana peran politik terhadap birokrasi. Birokrasi Weber ini hanya menekankan bagaimana seharusnya mesin birokrasi itu secara profesional dan rasional dijalankan.
Seorang pejabat birokrat tidak seyogyanya menetapkan tujuan-tujuan yang ingin dicapainya tersebut. Penetapan tujuan merupakan fungsi politik dan menjadi wewenang dari pejabat politik yang menjadi masternya. Oleh karena itu, birokrasi merupakan suatu mesin politik yang melaksanakan kebijakan politik yang telah diambil atau dibuat oleh pejabat-pejabat politik.
Model birokrasi Weber yang selama ini sebagai sebuah mesin yang disiapkan untuk menjalankan dan mewujudkan tujuan-tujuan tersebut. Dengan demikian, setiap pegawai atau pejabat dalam birokrasi pemerintah merupakan pemicu dan penggerak dari sebuah mesin yang tidak mempunyai kepentingan pribadi (each individual civil servent is a cog in the machine with no personally interest). Dalam kaitan ini maka setiap pejabat pemerintah tidak mempunyai tanggung jawab publik, kecuali pada bidang tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepadanya. Sepanjang tugas dan tanggung jawab publik sebagai mesin politik itu dijalankan sesuai dengan proses dan prosedur yang telah ditetapkan, maka akuntabilitas pejabat birokrasi pemerintahan telah diwujudkan.
Pemikiran seperti ini menjadikan birokrasi pemerintah bertindak sebagai kekuatan yang netral dari pengaruh kepentingan kelas atau kelompok tertentu. Negara bisa mewujudkan tujuan-tujuannya melalui mesin birokrasi yang dijalankan oleh pejabat-pejabat pemerintah. Aspek netralitas dari fungsi birokrasi pemerintah dalam pemikiran Weber dikenal sebagai konsep konservatif dari para pemikir di Zamannya. Weber hanya ingin lebih meletakkan birokrasi itu sebagai mesin, daripada dilihat sebagai suatu organisasi yang mempunyai kontribusi terhadap kebulatan organik Negara.
Max Weber memandang birokrasi sebagai unsur pokok dalam rasionalisasi dunia modern, suatu birokrasi yang legal rasional yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Para anggota staf secara pribadi bebas, hanya menjalankan tugas-tugas impersonal jabatan (berkemampuan memisahkan urusan pribadi dengan urusan dinas),
2.      Hirarki jabatan (perjanjangan, tingkatan) jabatan yang jelas.
3.      Fungsi-fungsi jabatan ditentukan secara tegas (adanya pembagian kerja yang jelas).
4.      Mereka dipilih berdasarkan kualifikasi profesional, berdasarkan suatu diploma (ijazah) yang diperoleh melalui ujian.
5.      Mereka memiliki gaji berjenjang menurut kedudukan didalam hirarki dan hak-hak pensiun. Pejabat dapat selalu menempati posnya dalam keadaan tertentu dapat juga dihentikan.
6.      Pos jabatan adalah lapangan kerja sendiri atau lapangan kerja pokok. Terdapat suatu struktur karir dan promosi dimungkinkan berdasarkan senioritas maupun keahlian.
7.      Pejabat mungkin tidak sesuai dengan posnya, maupun dengan sumber yang tersedia dalam pos tersebut.
8.      Pejabat yang tunduk dalam sistem displiner dan control yang seragam.
Sebagai suatu konsep pemerintahan yang paling penting, birokrasi sering dikritik karena ternyata dalam praktiknya banyak menimbulkan problem inefisiensi. Menjadi sebuah paradoks, seharusnya dengan adanya birokrasi segala urusan menjadi beres dan efisien tapi ternyata setelah diterapkan menjadi batu penghalang yang tidak lagi menjadi efisien. Ada yang mengkritik bahwa birokrasi hanya menjadi ajang politisasi yang dilakukan oleh oknum partai yang ingin meraih kakuasaan dan jabatan politis.
C.     POLITIK
Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dakam Negara. Pengertian ini merupakan upaya penggabungan antara berbagai definisi yang berbeda mengenai hakikat politik yang dikenal dalam ilmu politik. Politik adalah seni dan ilmu untuk meraih kekuasaan secara konstusional maupun non konstusional. Disamping itu politik juga dapat dilihat dari sudut pandang berbeda, yakni antara lain:
1.      Politik adalah usaha yang ditempuh warga Negara untuk mewujudkan kebaikan bersama.
2.      Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintah dan Negara.
3.      Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di Masyarakat.
4.      Politik adalah segala sesuatu tentang proses perumusan dan pelaksanaan lebijakan publik.
Dalam konteks pamahaman politik perlu dipahami beberapa kunci, antara lain: kekuasaan politik, legitimasi, sistem politik, perilaku politik, partisipasi politik, proses politik, dan juga tidak kalah pentingnya untuk mengetahui seluk beluk tentang partai politik.
D.    KEKUASAAN POLITIK
Kekuasaan adalah kemampuan seorang atau kelompok pelaku untuk mempengaruhi perilaku seorang atau kelompok pelaku lain, sehingga perilakunya menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang mempunyai kekuatan. Diantara banyaj berbentuk kekuasaan, ada satu bentuk yang paling penting yaitu kekuasaan politik dan politik dianggap identik dengan kekuasaan. Dalam hal ini, kekuasaan politik adalah kemampuan untuk mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah), baik terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang kekuasaan sendiri.
Kekuasaan politik tidak hanya mencakup kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari warga masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang lain dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan dan aktivitas Negara dibidang administrative, legislative, dan yudikatif.
Untuk menggunakan kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa yaitu pelaku yang memegang kekuasaan dan harus ada alat atau sarana kekuasaan agar penggunaan kekuasaan itu dapat dilakukan dengan baik.
Ossip. K. Fleitchtheim membedakan dua macam kekuasaan politik, yakni:
1.      Bagian dari kekuasaan sosial yang khususnya terwujud dalam Negara (kekuasaan Negara atau state power), seperti lembaga-lembaga pemerintahan, president, dsb.
2.      Bagian dari kekuasaan sosial yang ditujukan kepada Negara.
Yang dimaksud dari penjelasan diatas ialah aliran-aliran dan asosiasi baik yang terang-terangan bersifat politik (partai politik) maupun yang pada dasarnya tidak terutama menyelenggarakan kegiatan politik, tetapi pada saat-saat tertentu mempengaruhi jalannya pemerintahan.
E.     BIROKRASI POLITIK
Birokrasi sangat penting dalam sebuah sistem politik untuk menjalankan administrasi pemerintahan. Birokrasi merupakan bagian penting dalam sistem politik yakni mendukung sistem politik.
Berkenaan dengan hal itu, penting pula dikemukakan apa yang diartikan dengan birokrasi tersebut. Birokrasi sebagai terminologi yang ada dalam kepustakaan ilmu administrasi Negara dan ilmu politik senantiasa menggunakannya dalam beberapa pengertian, antara lain yang mengatakan bahwa birokrasi sebagai keseluruhan pejabat Negara dibawah pejabat politik, atau keseluruhan pejabat Negara dalam cabang eksekutif.
Pada jenjang administratif, Negara memiliki ketergantungan yang kuat pada birokrasi yang menjamin kemampuan Negara untuk menaggulangi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh proses-proses diferensi sebagai salah satu hasil dari modernisasi. Disini Negara membutuhkan kemampuan para birokrat untuk merumuskan kebijakan-kebijakan yang diperlukan pemerintah.
F.      POLITIK BIROKRASI PEMERINTAH
Politik birokrasi Indonesia berusaha untuk memberikan pengenalan dan pemahaman tentang konsep birokrasi, relasi antara birokrasi dengan elemen-elemen dalam sistem politik, serta kinerja dan akuntabilitas birokrasi, termasuk didalamnya berbagai bentuk penyelewengan yang mungkin dapat dilakukan oleh birokrasi, baik dalam konteks global atau dalam kasus Indonesia. Birokrasi yang seharusnya menjadi pelayan publik dan tanggung jawab terhadap rakyat lewat lembaga legislatif kadang menjadi lembaga tidak terkontrol karena berbagai kelebihan dan kekurangan. Legislatif bahkan sering kali juga harus kehilangan kendali terhadap birokrasi karena sumber dayanya yang tidak mencukupi untuk mampu mengawasi kinerja birokrasi. untuk itulah diperlukan lembaga legislatif yang kuat yang didukung dengan seperangkat peraturan yang tegas yang akan cukup membatasi  gerak birokrasi. Selain itu partisipasi masyarakat serta voluntary sector dalam mengawasi kinerja birokrasi menjadi suatu hal yang mutlak.
Birokrasi pemerintah tidak dapat dipisahkan dari proses dan kegiatan politik. Politik sebagaimana kita ketahui bersama terdiri dari orang-orang yang berperilaku dan bertindak politik (consist of people acting politically), yang diorganisasikan secara politik oleh kelompok-kelompok kepentingan dan berusaha mencoba mempengaruhi pemerintah untuk mengambil dan melaksanakan suatu kebijakan dan tindakan yang bisa mengangkat kepentingannya dan mengesampingkan kepentingan kelompok lain. Birokrasi pemerintah langsung dan tidak langsung akan selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat.
Politik adalah identik dengan konflik dalam pemerintahan suatu Negara. Salah satu kenyataan dasar dari kehidupan manusia bahwa orang hidup bersama-sama tidak dalam isolasi satu sama lain. Salah satu faktor yang sering kali menimbulkan perbedaan yang memunculkan konflik diantara orang dan kelompok adalah nilai (value) yang diyakini kebenarannya oleh masing-masing. Nilai merupakan sesuatu yang dianggap oleh seseorang sangat penting dan sangat diharapkan (something one thinks is very important and desirable).
Kepentingan politik dapat muncul dari nilai bagi seseorang atau kelompok yang bisa diperoleh atau juga bisa hilang dari apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah. Hampir semua masyarakat, semua orang memandang bahwa tindakan pemerintah yang dijalankan melalui mesin birokrasinya adalah merupakan cara yang terbaik untuk menciptakan otorisasi dan menetapkan peraturan yang mengikat semua pihak. Birokrasi pemerintah merupakan institusi yang bisa memberikan peran politik dalam memecahkan konflik politik yang timbul diantara orang secara individu dan orang secara kelompok-kelompok.




BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Dari pembahasan makalah ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Birokrasi sebagai suatu sistem control dalam organisasi yang dirancang berdasarkan aturan-aturan yang rasional dan sistematis, yang bertujuan untuk mengkoordinasi dan mengarahkan aktivitas-aktivitas kerja individu dalam rangka penyelesaian tugas-tugas administrasi berskala besar. Birokrasi memiliki beberapa karakteristik, yaitu pembagian kerja dan spesialisasi kerja, prinsip hirarki, peraturan-peraturan, impersonality, kualifikasi teknis, dokumentasi-dokumentasi tertulis, dan kelangsungan kerja dalam organisasi.
2.      Kekuasaan politik tidak hanya mencakup kekuasaan untuk memperoleh ketaatan dari warga masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian orang lain dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan dan aktivitas Negara dibidang administrative, legislative, dan yudikatif.
Untuk menggunakan kekuasaan politik yang ada, harus ada penguasa yaitu pelaku yang memegang kekuasaan dan harus ada alat atau sarana kekuasaan agar penggunaan kekuasaan itu dapat dilakukan dengan baik.




B.     Saran
Pemerintah harus memperbaiki sistem kerja birokrasi karena masyarakat awam memiliki konotasi yang kurang baik terhadap terminologi birokasi. Istilah birokrasi sering kali dipahami sebagai prosedur kerja yang berbelit-belit, proses pelayanan yang lamban, mekanisme kerja yang tidak efektif dan efisien, serta sumber penyalahgunaan kedudukan dan wewenang. Istilah birokrasi pada dasarnya mempunyai konotasi netral untuk menunjukkan ciri-ciri suatu organisasi besar, namun telah salah kaprah dipahami sebagai sesuatu ukuran yang buruk.
Berkembangnya kecenderungan anggapan masyarakat awam di Indonesia bahwa birokrasi itu berkonotasi buruk, bolah jadi turut ditumbuh-suburkan oleh tradisi penerapan birokrasi itu sendiri selama masa pemerintahan Orde Baru 1966-1998. Ketika itu birokrasi telah mengalami pemekaran fungsi dan peranan, dari sekedar instrument teknis yang bersifat administrasi, ia berubah menjadi mesin politik yang efektif dalam upaya rekayasa masyarakat. Akibat yang tampak kemudian adalah semakin dominannya peran birokrasi dalam sistem politik Orde Baru. Agaknya warisan dari praktik itulah yang terus mewarnai kesan masyarakat hingga kini, meski rezim otoriter  Orde Baru telah berakhir.


DAFTAR PUSTAKA

Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Edisi Revisi. Jakarta: PT. Gramedia PUstaka Utama. 2008.
Kristian, Widya Wicaksono. Administrasi dan BIrokrasi Pemerintah. Yogyakarta: Graha Ilmu. 2006.
P. Anthonius, Sitepu. Sistem Politik Indonesia. Medan: Pustaka Sangsa Press. 2006.
Rauf, Maswadi. Konsensus dan Konflik Politik. Jakarta: Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. 2001.
Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. 1992.
Thoha, Mitha. Birokrasi Pemerintah di Era Reformasi. Jakarta: Kencana. 2008.

comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar