Minggu, 06 Januari 2013

PANCASILA DALAM PERSPEKTIF EPISTEMOLOGI




A.    Pengertian filsafat, Pancasila dan filsafat pancasila
Ø  Pengertian filsafat
Dalam wacana ilmu pengetahuan sebenarnya pengertian filsafat adalah sangat sederhana dan sangat mudah dipahami. Filsafat adalah suatu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan manusia. Dengan lain perkataan selama manusia hidup, maka sebenarnya ia tidak dapat mengelak dari filsafat, atau dalam kehidupan manusia senantiasa berfilsafat.
Secara etimologis istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani “philein” yang artinya “cinta” dan “sophos” yang artinya “hikmah” atau “kebijaksanaan” atau “wisdom” (Nasution, 1973). Jadi secara harfiah istilah filsafat adalah mengandung makna cinta kebijaksanaan. Hal ini nampaknya sesuai dengan sejarah timbulnya ilmu pengetahuan, yang sebelumnya di bawah naungan filsafat. Jadi manuasia dalam kehidupan pasti memilih apa pandangan dalam hidup yang dianggap paling benar, paling baik dan membawa kesejahteraan dalam kehidupannya, dan pilihan manusia sebagai suatu pandangan dalam hidupnya itulah yang disebut filsafat. Pilihan manusia ini dalam rangka mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya.
Karena begitu luasnya lingkaran pembahasan ilmu filsafat maka tidak heran kalau banyak diantara para ahli filsafat memberikan definisinya. Di bawah ini kita catat beberapa definisi ilmu filsafat dari filosof terkenal:
a.    Plato (427-347 S.M)
Menurut Plato filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakekat.
b.   Aristoteles (384-322 S.M)
Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.

c.    Immanuel Kant (1724-1804)
Sebagai filsafat besar di dalam sejarah filsafat modern Immanuel Kant berpendapat bahwa, filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai pokok pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan, yang tercakup di dalam empat persoalan:
1.      Apakah yang dapat kita ketahui (jawabannya : metafisika).
2.      Apakah yang seharusnya kita ketahui (jawabannya:agama).
3.      Sampai dimanakah harapan kita (jawabannya:antropologi).
4.      Apakah yang dinamakan manusia (jawabannya:antropologi).
d.   Bertrand Russel (1872-1970)
Bertrand Russel berpendapat bahwa filsafat sebagai kritik terhadap pengetahuan. Filsafat memeriksa secara kritis asas-asas yang dipakai di dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari, dan mencari suatu ketidakselarasan yang dapat terkandung di dalam asas-asas itu. Filsafat adalah sesuatu yang terletak diantara theologis dan ilmu pengetahuan, terletak diantara dogma-dogma dan ilmu-ilmu eksakta.
e.    D.C. Mulder
D.C. Mulder berpendapat bahwa filsafat ialah pemikiran teoritis tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. Ilmu filsafat itu bersifat mengabstraktir susunan kenyataan dan membuat susunan itu menjadi sasaran pemikirannya.
f.     N. Driyarkoro
Menurut N. Driyarkoro filsafat adalah perenungan yang sedalam-dalamnya tentang   sebab-sebab “ada” dan “berbuat”, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai ke “mengapa” yang penghabisan.
g.   Ir. Poedjawiyatno
Ir. Poedjawiyatno berpendapat bahwa filsafat ialah ilmu yang berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran belaka.
 
h.   Fung Yu Lan
Menurut Fung Yu Lan sebagai seorang filosof dari dunia Timur (Cina) mengatakan bahwa filsafat adalah pikiran yang sistematis dan refleksi tentang hidup.
i.     Notonegoro
Notonegoro bependapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang tetap dan yang tidak berubah yang disebut “hakekat”.
j.     Rene Descartes
Menurut Rene Descartes, Filsafat adalah himpunan dari segala pengetahuan yang pangkal penyelidikannya adalah mengenai Tuhan, alam, dan manusia.
Ø  Pengertian Pancasila
Pancasila diambil dari bahasa Sansekerta, panca yang berarti lima, dan sila yang berarti dasar atau asas. Jadi, pancasila bisa diartikan sebagai lima dasar atau asas bagi kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Lima dasar atau asas tersebut adalah:
1.        Ketuhanan Yang Maha Esa
2.        Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.        Persatuan Indonesia
4.        Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijkasanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan
5.        Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Lima sila tersebut adalah hasil rumusan para pendiri dan pemikir berdirinya negara Indonesia. Secara resmi negara Indonesia menetapkan tanggal 1 Juni 1945 sebagai hari Lahirnya Pancasila. Tanggal tersebut ditetapkan berdasarkan pidato Presiden Soekarno pada tanggal itu yang dikenal sebagai pidato lahirnya Pancasila. Dalam pidato tersebut, Presiden Soekarno pertama kalinya menyebut istilah Pancasila.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia ditahbiskan dalam 5 masa pemerintahan Indonesia.
1.         Rumusan Pertama : Piagam Jakarta (Jakarta Charter) - tanggal 22 Juni 1945
2.         Rumusan Kedua : Pembukaan Undang-undang Dasar - tanggal 18 Agustus 1945
3.         Rumusan Ketiga : Mukaddimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat - tanggal 27 Desember 1949
4.         Rumusan Keempat : Mukaddimah Undang-undang Dasar Sementara - tanggal 15 Agustus 1950
5.         Rumusan Kelima : Rumusan Kedua yang dijiwai oleh Rumusan Pertama (merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959)
Sendi-sendi seluruh kehidupan di Indonesia seharusnya disandarkan pada  dasar negara ini. Sebagai dasar dalam setiap pembentukan organisasi dan perkumpulan, Pancasila mampu memenuhi semua aspek yang disyaratkan untuk mencapai tujuan masing masing. Bahkan dalam setiap individu pancasila seharusnya bisa menjadi pedoman dalam setiap langkah perlakuan dan kelakuan menjadi manusia.
Ø  Pengertian filsafat Pancasila
Sesuai dengan pengertian filsafat tersebut di atas maka pengertian filsafat Pancasila juga perlu didefinisikan sesuai dengan pengertian filsafat. Maka pengertian filsafat Pancasila adalah pembahasan Pancasila secara filsafati, yaitu pembahasan Pancasila samapai hakikatnya yang terdalam (sampai intinya intinya terdalam). Maka pengertian tentang pengetahuan Pancasila yang demikian  itu juga merupakan suatu pengethuan yang terdalam yang merupakan hakikat Pancasila yang bersifat essensial, abstrak umum universal, tetap dan tipe berubah (Notonegoro, 1966:36). Hal ini juga sering disebut pengertian dari segi  objek formalnya.  Dari ojek materinya maka pengertian filsafat Pancasila yaitu : suatu system pemikiran yang rasional, sistematis, terdalam dan menyeluruh tentang hakikat bangsa, Negara dan masyarakat Indonesia yabg nilai-nilainya telah ada dan digali bangsa Indonesia sendiri.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat merupakan pengetahuan dan menyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yang ada, sebab, asal, dan hukumnya. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran pembentukan ideologi Pancasila. Dalam kehidupan sehari-hari filsafat pancasila berperan sebagai pedoman dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menurut Notonegoro filsafat pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasla. Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang tidak hanya ditujukan untuk bangsa Indonesia, tetapi  bagi manusia pada umumnya.
B.     Epistemologi
Ø    Pengertian Epistemologi
Bidang garapan filsafat yang kedua adalah epistemologi. Dalam epsitemologi ini, anatara lain  dibahas apakah sesungguhnya ilmu itu, dari mana sumber ilmu itu, bagaimana proses terjadinya, dan sebagainya. Dengan demikian epistemologi adalah suatu cabang filsafat yang membahas sumber, proses, syarat, batas, validitas, dan hakikat pengetahuan. Selanjutnya Beglemeld  berpendapat bahwa epistemologi memberikan kepercayaan dan jaminan bagi guru bahwa ia memberi kebenaran pada murid-muridnya. Maksudnya, dengan epistemologi kita dapat memperoleh hukum-hukum ilmu pengetahuan yang memberikan pedoman pada kita untuk percaya atau tidak percaya tentang sesuatu, menentukan sikap kita untuk dapat mengerti kebenaran-kebenaran berupa pendapat-pendapat, intuisi, kepercayaan, serta fakta-fakta yang ada dalam lingkungan kita. Dengan kata lain, melalui epistemologi kita memiliki criteria/ukuran kebenaran suatu pengetahuan. Metode-metode berfikir, logika dan semantika sangat berperan dalam epistemologi.
-       Sejalan dengan pengertian diatas, Runes mengatakan bahwa epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas sumber, struktur, metode dan validitas dari pengetahua.
-       Epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.
-       Epistemologi berasal dari bahasa Yunani episteme (pengetahuan). Secara umum epistemologi adalah cabang filsafat yang membahas tentang hakikat pengetahuan manusia, yaitu tentang sumber, watak, dan kebenaran pengetahuan.
Ø    Aliran-aliran dalam bidang pengetahuan adalah sebagai berikut:
1.   Rasionalisme
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal pikiran atau ratio.
2.   Empirisme
Empirisme adalah aliran  yang berpendirian bahwa semua pengetahuan manusia diperoleh melalui pengetahuan indra.
3.   Realisme
Realisme yaitu suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa objek-objek yang kita serap lewat indra adalah nyata dalam diri objek tersebut. Objek-objek tersebut tidak tergantung pada subjek mengetahui atau tidak pada pikiran objek. Pikiran dan dunia luar saling berinteraksi, tetapi interaksi tersebut mempengaruhi sifat dasar dunia tersebut. Dan dunia telah ada sebelum pikiran menyadari serta akan tetap ada setelah fikiran berhenti menyadari.
4.   Kritisme
Kritisme yang menyatakan bahwa akal menerima bahan-bahan pengetahuan dari empiri (yang meliputi indra dan pengetahuan). Kemudian akal menempatkan, mengatur, dan menertibkan dalam bentuk-bentuk pengamatan yakni ruang dan waktu. Pengamatan merupakan permulaan pengetahuan sedangkan pengolahan akal merupakan pembentukkannya.
5.   Positivisme
Positivisme  dengan tokoh  August Comte yang memiliki pandangan sebagai berikut : sejarah perkembangan pemikiran umat manusia dapat dikelompokkan dalam tiga tahap yaitu:
a.    Tahap pertama, tahap teologis yaitu manusia masih percaya dengan pengetahuan atau pengenalan yang mutlak. Manusia pada tahap ini masih dikuasai tahayul-tahayul, sehingga subjek dengan objek tidak bisa dibedakan.
b.    Tahap kedua, tahap metafisis yaitu pemikiran manusia berusaha memahami dan memikirkan kenyataan, akan tetapi belum bisa membuktikan dengan fakta.  
c.    Tahap ketiga, yaitu tahap positif yang ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum dan saling hubungna lewat fakta.
6.   Skreptisisme
Skreptisisme, yang menyatakan bahwa penyerapan indra adalah bersifat menipu atau menyesatkan.
7.   Pragmatisme
Pragmatis, aliran ini tidak mempersoalkan tentang hakikat pengetahuan namun mempertanyakan tentang pengetahuan dengan manfaat atau guna dari pengetahuan tersebut.

C.     Dasar  Epistemologi sila-sila Pancasila
Pancasila sebagai suatu sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila merupakan pedoman atau dasar bagi Bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa dan negara tentang makna hidup serta sebagai dasar bagi manusia dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti yang demikian ini telah menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan yang telah menyangkut praktis, karena dijadikan landasan bagi cara hidup manusia atau suatu kelompok masyarakat dalam berbagai bidang kehidupan.   
Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system, sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem pengetahuan.
Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dengan dasar ontologisnya, sehingga dasar epistemologis Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia. Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan  pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.
Epistemologi adalah cabang filsafat  yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas ilmu pengetahuan. Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu pengetahuan.  Epistemologi adalah ilmu tentang teori terjadinya ilmu atau science of science. Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam epistemologi, yaitu:
1.                            Tentang sumber pengetahuan manusia;
2.                            Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia;
3.                            Tentang watak pengetahuan manusia.
Persoalan epistemologi dalam hubunganya dengan pancasila dapat dirinci sebagai berikut:
Pancasila sebagai suatu objek pengetahuan pada hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan pengetahuan Pancasila.
-        Tentang sumber pengetahuan Pancasila,
   Sebagaimana diketahui bersama bahwa sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri, bukan berasal dari bangsa lain, bukannya hanya perenungan serta pemikiran beberapa orang saja namun dirumuskan oleh wakil-wakil bangsa Indonesia dalam mendirikan Negara. Dengan kata lain bahwa bangsa Indonesia adalah sebagai kausa materialis Pancasila.
Oleh karena sumber pengetahuan  Pancasila adalah bangsa indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai adat istiadat serta kebudayaan  dan nilai, maka diantara bangsa Indonesia sebagi pendukung sila-sila pancasila dengn Pancasila sendiri sebagai suatu system pengetahuan memiliki kesesuaian yang bersifat korespondensif.
-        Tentang susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan,
Sebagai suatu sistem poengetahuan maka Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-sila Pancasila maupun isi arti dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-sila Pancasila adalah bersifat hirarkis dan berbentuk piramidal, dimana sila pertama Pancasila menjiwai keempat sila lainnyaserta sila kedua didasari sika pertama serta mendasari dan menjiwai sila-sila ketiga, keempat dan kelima, sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua serta mendasari dan menjiwai sila keempat dan kelima, sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua dan ketiga serta mendasari dan menjiwai sila kelima, adapun sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga dan keempat. Demikianlah maka susunan sila-sila Pancasila memiliki system logis, baik yang menyangkut kualitas maupun kuantitasnya. Dasar rasional logis Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila.
              Susunan isi arti Pancasila meliputi tiga hal, yaitu:
1.    Isi arti Pancasila yang Umum Universal, yaitu hakikat sila-sila Pancasila yang merupakan intisari Pancasila sehingga merupakan pangkal tolak dalam pelaksanaan dalam bidang kenegaraan dan tertib hukum Indonesia serta dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan yang konkrit.
2.    Isi arti Pancasila yang Umum Kolektif, yaitu isi arti Pancasila sebagai pedoman kolektif negara dan bangsa Indonesia terutama dalam tertib hukum Indonesia.
3.    Isi arti Pancasila yang bersifat Khusus dan Konkrit, yaitu isi arti Pancasila dalam realisasi praksis dalam berbagai bidang kehidupan sehingga memiliki sifat khusus konkrit serta dinamis (Notonagoro, 1975: 36-40)


D.    Pandangan Pancasila tentang Pengetahuan Manusia
Menurut Pancasila, hakikat manusia adalah monopluralis, yaitu hakikat manusia yang memiliki unsur pokok susunan kodrat yang terdiri atas raga dan jiwa. Hakikat raga manusia memiliki unsur fisis anorganis, vegetatif, dan animal. Hakikat jiwa memiliki unsur : Akal, yaitu suatu potensi unsur kejiwaan manusia dalam mendapatkan kebenaran pengetahuan manusia. Rasa, yaitu unsur potensi jiwa manusia dalam tingkatan kemampuan estetis (keindahan). Kehendak, adalah unsur potensi jiwa manusia dalam kaitannya dengan bidang moral atau etika. Menurut Notonegoro dalam skema potensi rokhaniah manusia terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan akal manusia merupakan potensi sebagai sumber daya cipta manusia yang melahirkan pengetahuan yang benar, berdasarkan pemikiran memoris, reseptif, kritis dan kreatif.
Selain itu, potensi atau daya tersebut mampu meresapkan pengetahuan dan mentransformasikan pengetahuan dalam demontrasi, imajinasi, asosiasi, analogi, refleksi, intuisi, inspirasi dan ilham. Berdasarkan tingkatan tersebut diatas maka Pancasila mengakui kebenaran rasio yang bersumber pada akal manusia.  Selain itu manusia juga mempunyai indra sehingga dalam proses reseptif indra merupakan alat untuk mendapatkan kebenaran pengetahuan yang bersifat empiris. Maka Pancasila juga mengakui kebenaran empiris terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan manusia yang bersifat positif. Potensi yang terdapat dalam diri manusia untuk mendapatkan kebenaran terutama dalam kaitannya dengan pengetahuan positif Pancasila juga mengakui kebenran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber pada intuisi. Manusia pada hakikat kedudukan dan kodratnya adalah sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, maka sesuai dengan sila pertama Pancasila, epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifat mutlak. Hal ini sebagai tingkat kebenaran yang tinggi. Dengan demikian kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesa yang harmonis antara potensi-potensi kejiwaan manusia yaitu akal, rasa dan kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tinggi.
Selanjutnya dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, maka epistemologi Pancasila mengakui kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai suatu paham epistemologi, maka Pancasila mendasarkan pada pandangannya bahwa ilmu pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas karena harus diletakkan pada kerangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan yang mutlak dalam hidup manusia.

E.     Sistematika filsafat pancasila dalam bidang epistemologi pancasila
Epistemology merupakan bidang filsafat yang menyelidiki sumber, syarat, proses terjadinya ilmu pengetahuan, batas , validitas dan hakikat ilmu pengetahuan.
Pokok-pokok pikiran epistemologi Pancasila antara lain adalah sebagai berikut:
1.      Semua potensi manusia yang meliputi panca indra, cipta, rasa, karsa dan karya, serta budi nurani merupakan daya pribadi untuk menangkap, menerima, mengelola, menganalisis, membandingkan, memproyeksikan, mengamalkan dan mengembangkan sesuatu. Pribadi manusia merupakan subjek Pembina pengetahuan, yang ,mencari, mengelolah, memanfaatkan, dan mengembangkan ilmu pengetahuan. Manusia merupakan subjek pengetahuan, bukan objek pengetahuan.
2.      Pengetahuan manusia merupakan produk hubungan fungsional subjek/potensi dasar dengan lingkungannya. Terbentuknya pengetahuan melalui proses usaha sadar, menguasai dan mendayagunakan serta mengembangkan secara proporsional berdasarkan kesadaran dan tuntutan lingkungan hidup. Proses pembentukan ilmu pengetahuan dalam pribadi manusia bersifat berkesinambungan dan berlangsung seumur hidup.
3.      Alam semesta, baik wujud alam maupun sifat dan hukum alam merupakan sumber pengetahuan. Alam semesta dengan segala isi, bentuk, sifat dan hukum alamnya mengandung sejuta misteri yang sangat menarik untuk dipelajari dari berbagai disiplin ilmu. Alam semesta menyajikan berbagai materi yang dapat dibagi yang dapat dibagi dari berbagai disiplin ilmu, yang hasilnya dapat digunakan baik untuk kehidupan manusia maupun dalam rangka untuk pengembangan disiplin ilmu tersebut.
4.      Proses pembentukan pengetahuan melalui lembaga pendidikan (baik pendidikan informal, formal dan non formal) secara teknis edukatif.
5.      Pengetahuan manusia, baik jenis maupun tingkatannya dapat dibedakan secara berjenjang, yaitu tingkat pengetahuan indra (umum), tingkat pengetahuan ilmiah, tingkat pengetahuan filosofis, tingkat pengetahuan religius. Dalam kesadaran kepribadian tingkatan pengetahuan tersebut menyatu sebagai wujud kepribadian, yang menunjuk kualitas dan martabat manusia.
6.      Ilmu pengetahuan merupakan modal dan potensi untuk membina martabat luhur dan kebijakan.
7.      Kesadaran dan pengetahuan manusia tentang alam semesta raya dan metafisika merupakan dunia pengetahuan ilmiah dan dunia filosofis bahkan religius secara terpadu. Manusia memiliki potensi wawasan ruang dan waktu dalam skala kesemestaan yang tidak terbatas, yang mampu menembus caktawala metafisika.
8.      Ruang lingkup dan jangkauan pengetahuan manusia mencakup dunia realitas, dunia ilmiah, dunia nilai-nilai filosofis, serta dunia dan nilai-nilai religius.
9.      Manusia mampu secara relatif dan imaginatif  menjangkau sesuatu yang metafisis jauh dibalik realitas lingkungan alam dan kehidupan. Manusia menghayati, meyakini sesuatu yang bersifat supernatural, supranatural, dengan seluruh kepribadian yang  utuh menggunakan akal budi nurani.



DAFTAR PUSTAKA



Kaelan dan Zubaidi, Achmad. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Paradigma.
Kaelan.2002. Filsafat Pancasila pandangan hidup bangsa indonesia. Yogyakarta: Paradigma.
Kunaryo.1994.Filsafat Pendidikan Pancasila. Semarang:Ikip Press.
Titus, Harold H dkk.1984.Persoalan-Persoalan Filsafat.Jakarta: Jakarta.



KLIK SALAH SATU LINK UNTUK MENGUNDUH FILENYA 
comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar