Jumat, 21 Juni 2013

MAKALAH Developmentally Appropriate Practice

 
BAB I
PENDAHULUAN
 
 
 1.1 Latar Belakang
Dunia pendidikan di Indonesia terus mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Dimulai dengan pendidikan ala jaman penjajahan, hingga pendidikan jaman sekarang yang terus disesuaikan dengan kondisi dan situasi. Penyesuaian-penyesuaianpun terus dilakukan untuk meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan di Indonesia ini. Proses pengajaran di dalam dunia pendidikan pun terus mengalami penyesuaian yang sangat pesat. Salah satu bentuk penyesuaian dalam proses pengajaran di antaranya adanya home schooling.
Dari mulai usia pra-sekolah (pre-school), ketersediaan sarana dan pra-sarana pendidikan mulai diperhatikan. Jika sebelumnya jenjang/tingkatan pendidikan termuda ada pada tingkatan Tamana Kanak-Kanak (TK), saat ini jenjang pendidikan lebih muda terdapat di Play Group (kelompok bermain).
Pesatnya tuntutan untuk menanamkan pendidikan kepada anak sejak dini, tidak jarang menimbulkan pergeseran-pergeseran tertentu. Jenjangan Taman Kanak-Kanak (TK) yang dahulu merupakan masa dimana pembelajaran lebih dirahkan untuk bermain, kini disuguhkan dengan materi-materi yang lebih berat lagi. Saat ini anak-anak TK telah diarahkan untuk banyak mempelajari matematika, bahasa inggris, dan lain sebagainya. 
Tuntutan yang demikian tidak luput akan memberi dampak tersendiri bagi si anak itu sendiri. Taman Kanak-Kanak, yang sesuai namanya identik dengan tempat untuk bermain, kni lebih condong diarahkan menjadi tempat belajar hal-hal berbau akademis. Oleh karena itu, pendidikan yang berbasis DAP (Developmentally Appropriate Practice) atau pendidikan yang patut dan menyenangkan dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak, perlu kembali digalakkan. Melalui makalah ini, diharapkan ada titik terang mengenai pembelajaran yang sesuai dengan tahapan perkembangan anak.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
·         Membahas Definisi Developmentally Appropriate Practice dan Konsep-Konsepnya
·         Membahas Filosofi Developmentally Appropriate Practice
·         Membahas Pembelajaran Berdasarkan Perkembangan Anak di Taman Kanak- Kanak
1.2 Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas maka rumusan masalah dam pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut :
·         Untuk Mengetahui Definisi Developmentally Appropriate Practice dan Konsep-Konsepnya
·         Untuk Mengetahui Filosofi Developmentally Appropriate Practice
·         Untuk Mengetahui Pembelajaran Berdasarkan Perkembangan Anak di Taman Kanak- Kanak
 BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Definisi Developmentally Appropriate Practice dan Konsep-Konsepnya
Anak-anak berada di wilayah yang berbeda. Mereka adalah bagian dari satu generasi dan punya cara sendiri untuk merasakan sesuatu hal” (George Santayana). Atas pernyataan filsuf Amerika tersebut, dapat kita simpulkan bahwa dunia anak-anak memiliki dunia yang berbeda dengan dunia orang dewasa yang mana mereka memiliki dunia yang penuh dengan imajinasi dan kreasi.
Developmentally Appropriate Practice (DAP) yang dalam terjemahan bahasa Indonesia berarti pendidikan yang patut dan menyenangkan dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak. Sedangkan menurut Santrock (2004; hal. 104) DAP merupakan pendidikan yang didasarkan pada pengetahuan perkembangan khas dari anak-anak dalam rentang usia (ketepatan usia) dan keunikan anak (ketepatan individual).
Menurut organisasi yang menjadi pelopor konsep DAP yaitu NAEYC (National Association for the Education of Young Children) yang dipelopori Sue Bredekamp berpendapat bahwa Developmentally Appropriate Practice adalah proses pengambilan keputusan secara profesional tentang keberadaan anak dan pendidikannya yang didasarkan pada tiga jenis informasi penting yang meliputi:
a.    Pengetahuan tentang perkembangan dan belajar anak
b.    Mengetahui kekuatan, minat, dan kebutuhan setiap anak di dalam kelompok
c.    Pengetahuan mengenai konteks sosial-budaya dimana anak hidup untuk memastikan pengalaman belajar yang bermakna, relevan dan penuh penghargaan dalam keterlibatan anak dan keluarganya.
DAP merupakan lawan kata dari DIP yakni “Developmentally Inappropriate Practice” yang berpegang pada prinsip pendekatan belajar dan mengabaikan kekonkritan (McDaniel&Others; Neuman&Roskos 2005). Proses pembelajaran berpegang pada kegiatan akademik, direct teaching melalui kegiatan paper and pencils serta latihan secara ektensif. Sedangkan DAP berpegang pada kegiatan mengintegrasikan kurikulum dengan usia, budaya, dan tipe belajar individual.
DAP merupakan proses pembelajaran yang disesuaikan dengan tahapan perkembangan, memberikan proses belajar yang patut dan menyenangkan, interaktif, aplikatif, dan konstruktivis. Pendekatan ini berpegang pada salah satu prinsip konstruktivisme, yang mana anak membangun kemampuan kognitifnya melalui tindakan yang termotivasi dengan sendirinya secara intrinsik terhadap lingkungan  sosial dan fisik mereka beserta interaksinya. Proses pembelajaran ini juga dapat membangkitkan keingintahuan anak melalui kegiatan eksplorasi, eksperimen dan dalam pengalaman nyata.
Tiga dimensi yang harus dipahami adalah sebagai berikut:
a.    Patut menurut umur (age appropriate)
Perkembangan anak secara kronologis, menjadikan salah satu acuan penting dalam merancang dan menerapkan kurikulum, serta menyiapkan lingkungan belajar yang patut dan menyenangkan.
b.    Patut menurut anak sebagai individu yang unik (individual appropriate)
Setiap anak merupakan pribadi yang unik yang memiliki latar belakang keluarga yang berbeda, kepribadian dan gaya belajar yang berbeda masing-masing anak. Konsep DAP menawarkan beragam aktivitas dalam proses pembelajaran bagi anak, untuk memberikan kesempatan bagi anak untuk dapat mengambil bagian sendiri sebagai aktifitas yang dipilihnya. Interaksi antara pola berpikir dan pengalaman dengan benda-benda konkret di sekitarnya merupakan belajar bagi anak.
c.    Patut menurut lingkungan sosial dan budaya
Latar belakang sosial juga dapat dijadikan acuan bagi para pendidik untuk memepersiapkan lingkungan pembelajaran yang mengajarkan individu untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial budayanya.
2.2    Filosofi Developmentally Appropriate Practice
Filosofi Developmentally Appropriate Practice dalam mendidik anak usia dini memerlukan penekanan tiga komponen utama, yakni: kesesuaian perkembangan, rasa menghormati dan kepercayaan pada anak dalam mendidiknya. Tiga komponen utama tersebut yang menjadi landasan pembuatan kurikulum yang fleksibel, anti bias, dan dapat di aplikasikan pada semua jenjang usia. Komponen-komponen tersebut juga membuat anak menjadi percaya diri, kompeten, dan empati yang selanjutnya akan mencapai tujuan yang sebenarnya yakni self esteem yang tinggi.
2.3    Pembelajaran Berdasarkan Perkembangan Anak di Taman Kanak- Kanak
Saat kita membayangkan pengalaman dulu di TK,  pasti yang ada di benak kita adalah bermain dan bertemu dengan teman – teman. Sebuah pengalaman yang tak akan pernah terlupakan bersama guru dan teman – teman sekolah kita dulu. Namun jika kita melihat sekolah TK saat  ini mungkin kita bisa melihat banyaknya perbedaan saat kita TK belasan tahun lalu.
Mungkin dulu waktu kita TK, guru hanya mengajarkan kita beberapa keterampilan seperti menempel, menggunting menyanyi  dan sisanya kita menghabiskan waktu untuk bermain. Saat ini, sekolah TK banyak  mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam program dan pengajarannya. Berbagai hasil observasi telah mununjukan adanya perubahan yang dapat terlihat di sekolah TK saat ini, antara lain :
·         TK saat ini jelas lebih akademis di banding TK 20 tahun yang lalu.
·         Program TK menekankan keterampilan dasar membaca, matematika, dan ilmu pengetahuan di samping juga memenuhi kebutuhan anak di semua wilayah perkembangan.
·         Semakin banyak Negara bagian memberikan dana sehingga wilayah – wilayah dapat menyediakan lebih banyak proram TK.
·         Semakin banyak program TK mengadakan program sehari penuh.
·         Pendaftaran masuk TK sangat banyak.
·         Program TK lbh menantang, dan anak di minta untuk mngerjakan tugas dan belajar pada tingkatan yang lebih tinggi.
·         ( George S. Morrison, 2012 )                                                      
a.    Perkembangan Fisik
Anak – anak TK pada umumnya berusia 5-7 tahun. Pada usia inilah biasanya mereka selalu aktif untuk berlari dan melakukan aktivitas yang menghabiskan tenaga yang cukup banyak. Berbagai aktivitas fisik dapat di lakukan para guru dalam mengajar anak – anak usia TK. Aktivitas berlari, mengejar, mendaki, dan melompat dapat di aplikasikan para guru di dalam program pengajaran seperti pergi ke kantor pos, swalayan, maupun bank.
Dengan begitu, anak-anak tidak hanya menghabiskan tenaganya untuk bermain, namun juga bisa belajar dan membangun pengetahuan dengan cara yang memang di sukai oleh anak- anak.
b.    Perkembangan Sosial dan Emosional
Murid TK yang berusia 5 – 6 tahun berada pada tahap kerja keras dalam melawan rasa rendah diri di dalam dirinya. Pada tahap inilah, anak – anak berusia TK harus di beri pengetahuan agar dapat meningkatkan perkembangan emosi dan interaksi sosialnya. Jika di TK tidak ada pengembangan akan interaksi sosial dan emosi, kemungkinan anak akan mudah merasa rendah diri dan susah berinteraksi di masa–masa ke depannya. Macam–macam hal yang dapat di lakukan guru agar dapat meningkatkan perkembangan sosial dan emosi, antara lain :
Berikan kesempatam bagi anak untk ikut secara secara fisik dan mental dalam aktivitas yang mencakup pemecahan masalah dan aktivitas sosial dengan orang lain.
Ajarkan dan contohkan cara berteman dan menjaga pertemanan.
Contohkan respons social dan emosi positif. Bacakan cerita dan bahas perasaan– perasaan seperti marah, bahagia, bersalah, dan bangga.
Berikan  anak kesempatan untuk menjadi pemimpin dalam proyek dan aktivitas.
Beritahukan harapan anda tentang sikap yang baik dan bahas dengan murid– murid anda.
( George S.Morrison, 2012 )
c.    Perkembangan Kognitif dan Bahasa
Murid TK berada dalam masa perkembangan kecerdasan dan bahasa yang sangat pesat. Mereka memiliki kapasitas besar untuk belajar kata–kata dan menyukai tantangan mempelajari kata–kata baru. Seperti yang kita ketahui, anak- anak TK suka sekali dengan dinosaurus dan kata–kata seperti bronthosaurus.
Murid TK sangat senang dan butuh terlibat dalam banyak aktivitas yang menyangkut bahasa, seperti : bernyanyi, bermain drama, bercerita dan membaca puisi.  Keinginan mereka untuk berbicara harus di dorong dan di dukung sepunuhnya oleh guru agar anak–anak bisa memiliki kemampuan berbicara yang baik.
d.   Kurikulum di Taman Kanak – Kanak
Semua kelas di TK harus terpusat pada anak dan mendukung praktik yang sesuai dengan perkembangan dalam merancang dan menerapkan kurikulun. Seorang guru harus bisa membuat kurikulum agar dapat membuat muridnya makin berkembang di berbagai bidang pembelajaran. Kurikulum yang di buatpun harus mengikuti perkembangan fisik, social, kognitif, dan bahasa anak- anak seusianya. Praktik yang sesuai dengan perkembangan anak di TK, mencakup :
·         Membuat pembelajaran bermakna bagi anak dan berkaitan dengan apa yang mereka ketahui. Anak menganggap hal–hal bermakna jika hal–hal tersebut menarik dan memiliki kaitan dengan mereka.
·         Menyesuaikan kurikulum anda. Anak tidak belajar dengan cara yang sama, dan mereka juga tidak selalu tertarik mempelajari seperti orang lain pada waktu yang bersamaan.
·         Membuat pembelajaran akti secara fisik dan mental. Libatkan anak secara aktif dalam pembelajaran yang mencakup membangun, membuat, bereksperimen, menyelidiki, dan bekerja sama dengan teman–temannya.
·         Menyediakan praktik langsung dengan objek kongkrit dan alat bantu. Tekankan aktivitas hidup yang sebenarnya yang berbeda dengan aktivitas dalam buku tugas dan lembar kerja.
DAP pada Edukasi untuk anak-anak pra-sekolah (Amstrong, 2006; hal. 145-146)
·         Permainan tanpa akhir
·         Jam sekolah yang singkat
·         Ada waktu tidur siang
·         Pembelajaran informasi sepanjang waktu
·         Keterlibatan orangtua disekolah
·         Aktif dalam belajar
·         Program yang berpusat pada anak
·         Pendokumentasian pengalaman anak dan apa yang mereka temukan tentang dunia, jiwa dan alam mereka
·         Waktu bermain yang tidak terstruktur
·         Memberikan kesempatan untuk kegiatan secara spontan, bermanfaat dan menyenangkan
·         Menghargai integritas, dan kebijakan anak kecil
·         Membiarkan anak-anak memilih kegiatan sendiri
 
 
                                                                          BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Developmentally Appropriate Practice (DAP) atau pendidikan yang patut dan menyenangkan dan sesuai dengan tahapan perkembangan anak sangat perlu diperhatikan dalam dunia pendidikan. Karena dalam penerapan sistem pendidikan yang berlaku saat ini, cenderung telah diabaikan. Anak-anak usia TK yang semestinya dalam tahapan perkembangan masih berada pada tahapan bermain, kini mereka telah diarahkan kepada pengajaran yang beriklim akademis. Sehingga, akan terjadi proses berkesinambungan antara perkembangan yang dijalani anak dengan apa yang diajarkan di sekolah.
3.2 Saran
1.    Pihak pengelola Taman Kanak-Kanak sebaiknya tidak terlalu membebani anak TK dengan hal-hal yang berbau akademis.
2.    Penggalakan Developmentally Appropriate Practice (DAP) perlu mendapat perhatian dalam dunia pendidikan, oleh pemerintah khususnya.
 
 
 DAFTAR PUSTAKA
 
 
 Armstrong, T. (2006) The Best Schools: How Human Development Research Should Inform Educational Practices. Virginia: Association for Supervision and Curriculum Development.
Santrock, JW. (2002). Life Span Development:Perkembangan Masa Hidup Edisi 5 Jilid 1. Jakarta: Erlangga.
Santrock., JW (2010). Psikologi Pendidikan (edisi kedua). Jakarta: Prenada Media Group.
Risqi, Agung. (2011, Agustus). Strategi Pembelajaran DAP (Developmentally Appropriate Practice) diakses pada tanggal 3 Maret 2012 dari http://panda.student.umm.ac.id
http://repository.unpad.ac.id diakses pada tanggal 3 Maret 2012
http://abstrak.digilib.upi.edu diakses pada tanggal 3 Maret 2012
 
 
download file
 
comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar