BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Evaluasi
merupakan bagian integral dari seluruh proses penggunaan media pembelajaran.
Evaluasi merupakan suatu tahap yang mesti dilewati/ dilakukan. Ia adalah proses
penentuan kesesuaian pembelajaran dan belajar (Seel dan Richey, 1994: 138).
Kalau
belajar diartikan sebagai proses interaksi dengan lingkungan sehingga terjadi
perubahan tingkah laku pengetahauan (kognitif), ketrampilan (prikomotorik) atau
sikap (afektif) maka belajar tidak harus dipersyaratkan dengan adanya guru yang
mengajar. Interaksi dengan media (sebagai salah satu lingkungan belajar) dapat
menjadi sumber belajar bagi siapa saja (Sadiman, dkk, 2007:1-3). Dan penilaian
atau evaluasi media pembelajaran bertujuan untuk melihat apakah penggunaan media
itu bisa membentuk atau mempengaruhi tingkah laku pebelejar atau tidak.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian dari evaluasi ?
2. Apakah
yang di evaluasi dalam tekhnologi pembelajaran dan media pembelajaran ?
3. Bagaimanakah
proses evaluasi terhadap tekhnologi pembelajaran dan media pembelajaran ?
4. Bagaimanakah
tahap – tahap dalam evaluasi ?
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Evaluasi
Secara
terminologi evaluasi pendidikan adalah proses kegiatan untuk menentukan
kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan.dan usaha
untuk mencari umpan balik bagi penyempurnaan pendidikan.
Edwind
Wandt dan Gerald w. Brown (1977) mengatakan bahwa evaluasi pendidikan adalah:
evaluation refer to the act or process to determining the value of something.
Sesuatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.Dari
pendapat yang dikemukakan oleh Edwind Wandt dan Gerald W. Brown
yang memberikan definisi tentang Evaluasi pendidikan, maka evaluasi pendidikan
itu sendiri dapat diartikan Suatu tindakan atau kegiatan ( yang dilaksanakan
dengan maksud untuk) atau suatu proses ( yang berlangsung dalam rangka )
menentukan nilai dari segala sesuatu dalam dunia pendidikan(yaitu segala
sesuatu yang berhubungan dengan atau yang terjadi dilapangan pendidikan).
2.2 Evaluasi Terhadap Media
Pembelajaran Dan Tekhnologi Pembelajaran
Pertanyaan
pokok yang diajukan apabila orang melakukan evaluasi terhadap media dan
tekhnologi pembelajaran adalah apa yang harus dievaluasi? Pertanyaan ini
mengharuskan setiap evaluator untuk melihat kembali fungsi dan prinsip
penggunaan media. Mengevaluasi penggunaan media berarti mengkonfrontortir
(melihat) kembali antara fungsi dan prinsip dengan hasil yang dicapai dalam
pembelajaran.
Dalam
melakukan evaluasi terhadap media pembelajaran, aspek psikologis perlu
dipertibangkan. Sebab aspek psikologis inilah yang membuat orang memiliki gaya
belajar berbeda. Menurut Michael Gardner (dalam Syukur, 2005: 22) ada tiga gaya
belajar yang dimiliki manusia yakni: gaya belajar visual (belajar
dengan cara melihat), gaya belajar audiotorial (belajar dengan
cara mendengar) dan gaya belajar kinestetik (belajar dengan
cara bergerak, bekerja dan menyentuh).
Dengan
demikian, untuk melakukan evaluasi terhadap media pembelajaran, hal-hal tersebut
turut dipertimbangkan. Dibawah ini disebutkan beberapa rambu-rambu yang perlu
diperhatikan apabila orang melakukan evaluasi terhadap media pembelajaran.
1) relevan dengan tujuan
pendidikan atau pembelajaran
2) persesuain dengan waktu,
tempat, alat-alat yang tersedia, dan tugas pendidik,
3) persesuaian dengan jenis
kegiatan yang tercakup dalam pendidikan,
4) menarik perhatian peserta
didik,
5) maksudnya harus dapat
dipahami oleh peserta didik,
6) sesuai dengan kecakapan dan
pribadi pendidik yang bersangkutan.
7) kesesuaian dengan pengalaman
atau tingkat belajar yang dirumuskan dalam syllabus
8) keaktualan (tidak
ketinggalan zaman),
9) cakupan isi materi atau
pesan yang ingin disampaikan
10) skala dan ukuran
11) bebas dari bias ras, suku,
gender, dll.
Secara
singkat, Walker dan Hess (dalam Arsyad, 2007: 175-176) menyebutkan tiga
kriteria utama dalam mereviu media pembelajaran (perangkat lunak) yakni
kualitas isi dan tujuan, kualitas instruksional, dan kualitas teknis. Kualitas
isi dan tujuan berkaitan dengan ketepatan, kepentingan, kelengkapan,
keseimbangan, minat/perhatian, keadilan, kesesuaian dengan situasi siswa;
Kualitas instruksional berkaitan dengan pemberian kesempatan belajar dan dan
bantuan belajar kepada siswa, kualitas memotivasi, fleksibilitas instruksional,
hubungan dengan program pembelajaran lainnya, kualitas sosial interaksi
instruksional, kualitas tes dan penilaian, dapat memberi dampak kepada siswa,
dapat memberi dampak bagi guru dan pembelajarannya; dan kualitas teknis
berkaitan dengan keterbacaan, mudah digunakan, kualitas tampilan/tayangan,
kualitas penanganan jawaban, kualitas pengelolaan program dan kualitas
pendokumentasian.
2.3 Proses Evaluasi Tekhnologi
Pembelajaran Dan Media Pembelajaran
Evaluasi
terhadap media (apa saja) dan tekhnologi pembelajaran tidak saja dinilai
setelah dipakai tetapi juga perlu dibuat sebelum digunakan secara luas.
Penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah media dan tekhnologi
yang dibuat dapat mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Hal
ini penting untuk dilakukan mengingat banyak orang yang beranggapan bahwa
sekali membuat media dan tekhnologi pasti seratus persen ditanggung baik.
Anggapan ini mungkin didasarkan pada hipotetsis bahwa media dan tekhnologi yang
dibuat dapat memberikan hasil belajar yang lebih baik. Namun demikian hipotesis
tersebut semestinya perlu dibuktikan dengan menguji cobanya ke sasaran yang
dimaksud.
Untuk
merealisaikan hal ini ada dua macam bentuk pengujicobaan media yakni evaluasi
formatif dan sumatif. Pertama, evaluasi formatif. Evalusia
formatif adalah proses mengumpulkan data tentang efektivitas dan efisiensi
bahan-bahan pembelajarn (termasuk didalamnya media), tujuannya dalah untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Data-data tersebut dimaksud untuk memperbaiki
dan menyempurnakan media yang bersangkutan lebih efektif dan lebih
efisien. Kedua, evaluasi sumatif. Dalam bentuk finalnya, setelah
diperbaiki dan disempurnakan perlu dikumpulkan data. Hal itu untuk menentukan
apakah media yang dibuat patut digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Selain
itu juga bertujuan untuk menentukan apakah media tersebut benar-benar efektif
seperti yang dilaporkan.
Kegiatan
evaluasi dalam pengembangan media pembelajaran akan dititikberatkan pada
kegiatan evaluasi formatif. Adanya komponen evaluasi dalam proses pengembangan
media pembelajaran membedakan prosedur emperis ini dari pendekatan-pendekatan
filosofis dan teoretis. Efektivitas dan efisiensi media yang dikembangkan tidak
hanya bersifat teoretis tetapi benar-benar telah dibuktikan.
2.4 Tahap –Tahap Evaluasi
Ada
tiga tahap evaluasi formatif yaitu evaluasi satu lawan satu (one to one),
evaluasi kelompok kecil (small group evaluation), dan evaluasi lapangan
(field evaluation).
1) Evaluasi Satu lawan Satu (One
to One)
Pada
tahap ini seorang designer memiilih beberapa orang siswa (tidak lebih dari tiga
orang) yang dapat mewakili populasi target dari media yang dibuat. Sajikan
media tersebut kepada mereka secara individual. Kalau media itu didesain untuk
belajar mandiri, biarkan siswa mempelajarinya, sementara pengembang (developer)
mengamatinya. Kedua orang siswa yang telah dipilih tersebut hendaknya satu
orang dari populasi target yang bermemampuan yang umumnya sedikit di bawah
rata-rata dan satu orang lagi diatas rata-rata. Dengan kata lain, dalam
menentukan kelompok ini variasi kemampuan akademis populasi target
dipertimbangkan.
Prosedur
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
1) Jelaskan kepada siswa bahwa
designer sedang merancang suatu media baru dan ingin mengetahui bagaimana
reaksi siswa terhadap media yang sedang dibuat.
2) Menjelaskan kepada siswa
bahwa apabila nanti siswa berbuat salah, hal itu bukanlah karena kekurangan
siswa, tetapi kekurangsempurnaan media tersebut, sehingga perlu diperbaiki.
3) Diusahakan agar siswa
bersikap rileks dan bebas mengemukakan pendapatnya tentang media tersebut.
4) Memberikan tes awal (pretest)
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dan pengetahuan siswa terhadap topik
yang dimediakan.
5) Menyajikan media dan
mencatat lamanya waktu yang dibutuhkan, termasuk siswa untuk
menyajikan/mempelajari media tersebut, catat pula bagaimana reaksi siswa dan
bagian-bagian yang sulit untuk dipahami, apakah contoh-contohnya,
penjelasannya, petunjuk-petunjuknya, ataukah yang lain.
6) Memberikan tes (posttest)
untuk mengukur keberhasilan media tersebut
7) Analisis informasi yang
terkumpul
Beberapa
informasi yang dapat diperoleh melalui kegiatan ini antara lain kesalahan
pemilihan kata atau uraian-uraian yang tidak jelas, kesalahan dalam memilih
lambang-lambang visual, kurangnya contoh, terlalu banyak atau sedikitnya
materi, urutan penyajian yang keliru, pertanyaan atau petunjuk kurang jelas,
tujuan tak sesuai dengan materi, dan sebagainya.
Jumlah
dua orang untuk kegiatan ini adalah jumlah minimal. Setelah selesai, dapat
dicobakan kepada beberapa orang siswa yang lain dengan prosedur yang
sama.Selain itu dapat juga dicobakan kepada ahli bidang studi (content
expert). Mereka seringkali memberikan umpan balik (feedback) yang
bermanfaat. Atas dasar atau informasi dari kegiatan-kegiatan tersebut akhirnya
revisi media dilakukan sebelum dicobakan.
2) Evaluasi Kelompok Kecil (Small
Group Evaluation)
Pada
tahap ini media perlu dicobakan kepada 10-12 orang siswa yang dapat mewakili
populasi target. Jumlah 10 merupakan jumlah minimal, sebab kalau kurang dari
jumlah tersebut data yang diperoleh kurang dapat menggambarkan populasi target.
Sabaliknya jika lebih dari 12, data atau informasi melebihi yang diperlukan,
akbibatnya kurang bermanfaat untuk dianalisis dalam kelompok kecil.
Siswa
yang dipilih dalam kegiatan ini hendaknya mencerminkan karakteristik
populasi.Usahakan sampel tersebut terdiri dari siswa-siswa yang kurang pandai,
sedang, dan pandai, laki-laki dan perempuan, berbagai usia dan latar belakang.
Prosedur
yang ditempuh adalah sebagai berikut:
1) Designer bahwa media
tersebut berada pada tahap formatif dan memerlukan umpan balik (feedback)
untuk menyempurnakannya.
2) Memberikan tes awal (pretest)
untuk mengukur kemampuan dan pengetahuan siswa tentang topik yang disediakan.
Sajikan media atau meminta kepada siswa untuk mempelajari media tersebut.
3) Designer mencatat waktu yang
diperlukan dan semua bentuk umpan balik (feedback) baik langsung maupun
tak langsung selama penyajian media.
4) Memberikan tes (posttest)
untuk mengetahui sejauh mana tujuan dapat dicapai
5) Memberikan atau membagikan
kuesioner dan meminta siswa untuk mengisinya. Apabila memungkinkan, adakan
diskusi yang mendalam dengan beberapa siswa. Beberapa pertanyan yang perlu
didiskusikan antar lain: (a) menarik tidaknya media tersebut, apa sebabnya, (b)
mengerti tidaknya siswa akan pesan yang disampaikan, (c) konsistensi tujuan dan
meteri program, cukup tidaknya latihan dan contoh yang diberikan. Apabila
pertanyan tersebut telah ditanyakan dalam kuesioner, informasi yang lebih
detail dan jauh dapat dicari lewat diskusi.
6) Menganalisa data yang
terkumpul. Atas dasar ini umpan balik semua ini, media dapat dilakukan
penyempurnaan.
3) Evaluasi Lapangan (Field
Evaluation)
Evaluasi
lapangan adalah tahap akhir dari evaluasi formatif yang perlu dilakukan.
Evaluasi lapangan diusahakan situasinya semirip mungkin dengan situasi
sebenarnya. Setelah melalui dua tahap evaluasi di atas tentulah media yang
dibuat sudah mendekatki kesempurnaan. Namun dengan hal itu masih harus
dibuktikan. Melalui evaluasi lapangan inilah, kebolehan media yang kita buat
itu diuji. Dalam melakukan evaluasi lapangan seorang designer memilih sekitar
30 orang siswa sambil memperhatikan beragam karakteristik seperti kepandaian,
kelas sosial, latar belakang, jenis kelamin, usia, kemajuan belajar, dsbnya
sesuai dengan karakteristik sasaran.
Satu
hal yang perlu dihindari baik untuk dua tahap evaluasi terdahulu dan terutama
untuk evaluasi lapangan adalah apa yang disebut “efek halo” (hallo effect).
Situasi seperti ini muncul apabila media dicobakan pada kelompok responden yang
salah. Maksudnya kita dapat membuat program film bingkai atau transparansi OHP
dan film kepada siswa-siswa yang belum pernah memperoleh sajian dengan
transparansi atau melihat film. Pada situasi seperti ini, informasi yang
diperoleh banyak dipengaruhi oleh sifat kebaruan tersebut sehingga kurang dapat
dipercaya.
Prosedur
pelaksanaannya sebagai berikut:
1) Mula-mula designer memilih siwa-siwa yang
benar-benar mewakili populasi target, kira-kira 30 orang siswa. Usahakan agar
mereka mewakili berbagai tingkat kemampuan dan ketramnpiulan siswa yang ada.
Tes kemampuan awal (pretest) perlu dilakukan jika karakteristik siswa
belum diketahui. Atas dasar itu pemilihan siswa dilakukan. Akan tetapi, jika
designer benar-benar mengenal siswa-siswa yang akan dipakai dalam uji coba,
maka tes itu tidak pelu dilakukan.
2) Designer menjelaskan kepada siswa maksud uji
lapangan tersebut dan apa yang harapkan designer pada akhir kegiatan. Pada
umumnya siswa tak terbiasa untuk mengkritik bahan-bahan atau media yang
diberikan. Hal itu karena siswa beranggapan sudah benar dan efektif. Usahakan
siswa bersikap rileks dan berani mengupayakan penilaian. Jauhkan sedapat
mungkin perasaan bahwa uji coba menguji kemampuan siswa.
3) Memberikan tes awal untuk mengukur sejauh mana
pengetahuan dan keteramnpilan siswa terhdap topik yang dimediakan.
4) Menyajikan media tersebut kepada siswa. Bentuk
penyajiannya tentu sesuai dengan rencana pembuatannya; untuk prestasi kelompok
besar, untuk kelompok kecil atau belajar mandiri.
5) Designer mencatat semua respon yang muncul
dari sisiwa selama kajian. Begitu pula, waktu yang diperlukan.
6) Berikan tes untuk mengukur seberapa jauh
pencapaian hasil belajar siswa setelah sajian media tersebut. Hasil tes ini (posttest)
dibandingkan dengan hasil tes pertama (pretest) akan menunjukan seberapa
efektif dan efisien dari media yang dibuat.
7) Memberikan kuesioner untuk mengetahui pendapat
atau sikap siswa terhadap media tersebut dan sajian yang diterimanya.
8) Designer meringkas dan menganalisis data-data
yang telah diperoleh dengan kegiatan-kegiatan tadi. Hal ini meliputi kemampuan
awal, skor test awal dan tes akhir, waktu yag diperlukan, perbaikan
bagian-bagian yang sulit, dan pengayaan yang diperlukan, kecepatan sajian dan
sebagainya.
9) Setelah `menempuh ketiga tahap ini dapatlah
dipastikan kebenaran efektivitas dan efisiensi media yang kita buat.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebuah
media yang telah dirancang perlu dilakukan evaluasi seperlunya, termasuk media
yang dirancang oleh seorang ahli designer. Sebab sebuah media yang dihasilkan
oleh seorang ahli dalam bidang media tidak secara otomatis bersifat efektif dan
efisien untuk menyampaikan pesan kepada pemakai media (siswa). Kehebatan
seorang perancang media tidak hanya terletak pada kemahirannya merancang sebuah
mediaa tetapi juga keuletannya melewati tahap-tahap atau proses evaluasi. Dan
dalam melewati proses/tahap-tahap evaluasi tersebut seorang perancang media niscaya
berhubungan dengan orang lain, baik secara pribadi (siswa/ahli lain) maupun
kelompok (kecil dan besar).
Melalui
proses itulah sebuah media layak digunakan/dipakai kendatipun dalam kurun waktu
tertentu, media tersebut masih bisa dievalusi kembali, hal itu tergantung
kepada karakteristik dan latar belakang para pengguna media tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, Azhar (2007). Media
Pembelajaran. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Heinich, R., Molenda, M., Rusel,
J.D., Smaldino, S.E ( 2002). Instructional Media and Technology for
Learning. Epper Saddle River, NJ: Pearson
Tidak ada komentar:
Posting Komentar