Selasa, 18 Desember 2012

MAKALAH PANCASILA DALAM PERSPEKTIF AKSIOLOGI



BAB I
PENDAHULUAN





A.      LATAR BELAKANG

Pancasila merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam kehidupan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945, ditetapkan pada 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Bunyi dan ucapan Pancasila yang benar berdasarkan Inpres Nomor 12 tahun 1968 adalah Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa. Dua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, Persatuan Indonesia. Empat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa di antara tokoh perumus Pancasila itu ialah, Mr. Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia yang harus diketahui oleh seluruh warga negara Indonesia agar menghormati, menghargai, menjaga dan menjalankan apa-apa yang telah dilakukan oleh para pahlawan khususnya pahlawan proklamasi yang telah berjuang untuk kemerdekaan negara Indonesia ini. Sehingga baik golongan muda maupun tua tetap meyakini Pancasila sebagai dasar negara Indonesia tanpa adanya keraguan guna memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Aksiologi Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai yang terkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai "keberhargaan" (worth) atau "kebaikan" (goodnes).
nilai-nilai Pancasila termasuk nilai kerohanian, tetapi nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Dengan demikian, nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai lain secara lengkap dan harmonis, seperti nilai material, nilai vital, nilai kebenaran, nilai keindahan atau estetika, nilai kebaikan atau nilai moral, ataupun nilai kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik hierarkis.
Sehubungan dengan ini, sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari semua sila-sila Pancasila. Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subcriber of values Pancasila). Bangsa Indonesia yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai, mengakui, serta menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penghargaan, dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu telah menggejala dalam sikap, tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia, maka bangsa Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan manusia Indonesia.

B.       RUMUSAN MASALAH

1.    Pengertian Pancasila ?
2.    Pengertian Filsafat Pancasila ?
3.    Pengertian aksiologi ?
4.    Landasan Aksiologi ?
5.    Penilaian Dalam Aksiologi ?
6.    Kegunaan Aksiologi  Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan ?
7.    Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu ?
8.    Pokok-pokok pikiran aksiologi pancasila ?
9.    Aksiologi Pancasila ?

C.      TUJUAN DAN MANFAAT

1.  Mengetahui Pengertian Pancasila ?
2.  Mengetahui Pengertian Filsafat Pancasila ?
3.  Mengetahui Pengertian aksiologi ?
4.  Mengetahui Landasan Aksiologi ?
5.  Mengetahui Penilaian Dalam Aksiologi ?
6.  Mengetahui Kegunaan Aksiologi  Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan ?
7.  Mengetahui Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu ?
8.  Mengetahui Pokok-pokok pikiran aksiologi pancasila ?
9.  Mengetahui Aksiologi Pancasila ?





 

BAB II
PEMBAHASAN





A.      PANCASILA

1.      Pengertian Pancasila

Kata Pancasila berasal dari bahasa sansekerta India (kasta brahmana). Sedangkan menurut Muh Yamin, dalam bahasa sansekerta , memiliki dua macam arti secara leksikal yaitu : panca : yang artinya lima, syila : vokal i pendek, yang artinya batu sendi, alas, atau dasar. Syiila vokal i panjang artinya peraturan tingkah laku yang baik atau penting. Kata-kata tersebut kemudian dalam bahasa indonesia terutama bahasa jawa diartikan “susila” yang memiliki hubungan dengan moralitas. Oleh karena itu secara etimologi kata “pancasila” yang dimaksud adalah istilah “pancasyila” dengan vokal i yang memiliki makna leksikal “berbatu sendi lima” atau secara harfiah “dasar yang memiliki lima unsure”. Adapun istilah “pancasyiila” dengan huruf Dewanagari i bermakna “lima aturan tingkah laku yang penting”.

2.    Pengertian Filsafat Pancasila

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, filsafat merupakan pengetahuan dan menyelidikan dengan akal budi mengenai hakikat segala yg ada, sebab, asal, dan hukumnya. Pancasila dikatakan sebagai filsafat karena mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran pembentukan ideologi Pancasila. Dalam kehidupan sehari-hari filsafat pancasila berperan sebagai pedoman dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan rakyat Indonesia dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Menurut Notonagoro filsafat pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang hakikat dari Pancasla. Pancasila sebagai filsafat berarti mengungkapkan konsep-konsep kebenaran Pancasila yang tidak hanya ditujukan untuk bangsa Indonesia, tetapi  bagi manusia pada umumnya.

B.       AKSIOLOGI
1.    Pengertian aksiologi
aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti teori. Jadi aksiologi adalah “Teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Teori tentang nilai ini mengacu pada permasalahan etika dan estetika. Makna “etika” dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Arti kedua, merupakan suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atau manusia-manusia lain.
Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan mempelajari tingkah laku manusia baik buruk.Sedangkan estetika berkaitan denganj nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya. aksiologi dapat dibebankan menjadi 3 macam yaitu :
a.    Modal conduct, tindak moral yang melahirkan etika.
b.    Esthetic expression, ekspresi keindahan yang melahirkan estetika.
c.    Socio-pilitical life, kehidupan sosio-politik yang melahirkan ilmu filsafat sosio-politik.

2.    Landasan Aksiologi
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila. Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis. Diantaranya:
a.    Nilai dasar
adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi. Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.

b.   Nilai instrumental
adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme lembaga-lembaga negara.
c.    Nilai praktis
adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat.

3.    Penilaian Dalam Aksiologi
Dalam aksiologi, ada dua penilain yang umum digunakan, yaitu etika dan estetika. Etika adalah cabang filsafat yang membahas secara kritis dan sistematis masalah-masalah moral. Kajian etika lebih fokus pada prilaku, norma dan adat istiadat manusia. Etika merupakan salah-satu cabang filsafat tertua. Setidaknya ia telah menjadi pembahasan menarik sejak masa Sokrates dan para kaum shopis. Di situ dipersoalkan mengenai masalah kebaikan, keutamaan, keadilan dan sebagianya.
Etika sendiri dalam buku Etika Dasar yang ditulis oleh Franz Magnis Suseno diartikan sebagai pemikiran kritis, sistematis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral. Isi dari pandangan-pandangan moral ini sebagaimana telah dijelaskan di atas adalah norma-norma, adat, wejangan dan adat istiadat manusia. Berbeda dengan norma itu sendiri, etika tidak menghasilkan suatu kebaikan atau perintah dan larangan, melainkan sebuah pemikiran yang kritis dan mendasar. Tujuan dari etika adalah agar manusia mengetahui dan mampu mempertanggung jawabkan apa yang ia lakukan.

4.    Kegunaan Aksiologi  Terhadap Tujuan Ilmu Pengetahuan
Berkenaan dengan nilai guna ilmu, baik itu ilmu umum maupun ilmu agama, tak dapat dibantah lagi bahwa kedua ilmu itu sangat bermanfaat bagi seluruh umat manusia, dengan ilmu sesorang dapat mengubah wajah dunia.
Nilai kegunaan ilmu, untuk mengetahui kegunaan filsafat ilmu atau untuk apa filsafat ilmu itu digunakan, kita dapat memulainya dengan melihat filsafat sebagai tiga hal, yaitu:

a.    Filsafat sebagai kumpulan teori digunakan memahami dan mereaksi dunia pemikiran.
Jika seseorang hendak ikut membentuk dunia atau ikut mendukung suatu ide yang membentuk suatu dunia, atau hendak menentang suatu sistem kebudayaan atau sistem ekonomi, atau sistem politik, maka sebaiknya mempelajari teori-teori filsafatnya. Inilah kegunaan mempelajari teori-teori filsafat ilmu.
b.   Filsafat sebagai pandangan hidup.
Filsafat dalam posisi yang kedua ini semua teori ajarannya diterima kebenaranya dan dilaksanakan dalam kehidupan. Filsafat ilmu sebagai pandangan hidup gunanya ialah untuk petunjuk dalam menjalani kehidupan.
c.    Filsafat sebagai metodologi dalam memecahkan masalah.
Dalam hidup ini kita menghadapi banyak masalah. Bila ada batui didepan pintu, setiap keluar dari pintu itu kaki kita tersandung, maka batu itu masalah. Kehidupan akan dijalani lebih enak bila masalah masalah itu dapat diselesaikan. Ada banyak cara menyelesaikan masalah, mulai dari cara yang sederhana sampai yang paling rumit. Bila cara yang digunakan amat sederhana maka biasanya masalah tidak terselesaikan secara tuntas.penyelesaian yang detail itu biasanya dapat mengungkap semua masalah yang berkembang dalam kehidupan manusia.

5.    Kaitan Aksiologi Dengan Filsafat Ilmu
Nilai itu bersifat objektif, tapi kadang-kadang bersifat subjektif. Dikatakan objektif jika nilai-nilai tidak tergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai. Tolak ukur suatu gagasan berada pada objeknya, bukan pada subjek yang melakukan penilaian. Kebenaran tidak tergantung pada kebenaran pada pendapat individu melainkan pada objektivitas fakta. Sebaliknya, nilai menjadi subjektif, apabila subjek berperan dalam memberi penilaian; kesadaran manusia menjadi tolak ukur penilaian. Dengan demikian nilai subjektif selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan yang akan mengasah kepada suka atau tidak suka, senang atau tidak senang.
6.    Pokok-pokok pikiran aksiologi pancasila
                       1.     Tuhan YME merupakan maha sumber nilai semesta yang menciptakan nilai dalam mkna dan wujud “nilai hukum alam” yang mengikat dan mengatur alam semesta dan seisinya secara objektif dan mutlak, tanpa terikat oleh ruang dan waktu, bersifat objektif universal: dan “nilai hukum moral” yang mengikat manusia secara psikologis spiritual, objektif dan mutlak menurut ruang dan waktu, namun tetap universal.
                       2.     Subjek manusia dapat membedakan secara hakiki maha sumber dan sumber nilai  dalam perwujudan:
a.    Tuhan YME dan agama sebagai maha sumber nilai kesemestaan. Tuhan YME dan agama merupakan sumber kebijakan dan kebahagiaan.
b.    Alam semesta dengan hukum alamnya merupakan sumber nilai  dalam makna sumber kehidupan, sumber keindahan bagi makhluk-makhluk hidup termasuk manusia.
c.    Sumber nilai yang khas bagi setiap bangsa terletak pada bangsa dan sosio-budaya, dengan potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia serta budayanya.
d.   Sumber cita dan cipta bagi warga masyarakat suatu bangsa atau warga Negara adalah system kenegaraan.
e.    Kebudayaan merupakan sumber nilai dalam kehidupan intelektual manusia serta wahana pengabdian melalui cipta dan karya.
             3.      Nilai dalam kesadaran manusia dan dalam realita alam semesta meliputi Tuhan YME dengan perwujudan nilai agama. Alam semesta dengan perwujudan hukum alam  dan unsure yang menjamin kehidupan makhluk di dalam alam. Nilai filsafat dan ilmu pengetahuan yang merupakan sosio budaya dan kebudayaan umat manusia.
           4.     Manusia dengan potensi martabatnya  menduduki fungsi ganda  dalam hubungan dengan nilai, yaitu manusia sebagai subjek nilai masudnya manusia sebagai penghafal dan pengamal nilai, dalam makna manusia yang mendayagunakan nilai dalam dirinya dan kehidupan, serta manusia sebagai pencipta nilai dengan karya dan prestasi manusia baik individual maupun kelompok dan nasional.
                 5.     Martabat dan kepribadian manusia yang secara potensialitas integritas dari hakikat manusia sebagai makhluk individu, makhluk social dan makhluk susila adalah subjek nialai.
           6.     Secara potensial manusia mampu menghayati sumber nilai dalam makna beriman kepada Tuhan YME meurut agama dan kepercayaannya masing-masing.
Keunikan potensi martabat manusia tampak kecenderunyannya untuk secara sadar cinta keadilan, kebenaran, keadilan dan kebijakan. Cinta kasih merupakan sumber  motivasi semua usaha kebajikan manusia.
                  7.     Sebagai subjek nilai, manusia mempunyai kewajiban dan tanggungjawab mendayagunakan nilai, mewariskan dan melestarikan nilai dalam kehidupan kebudayaan dan kemanusiaan. Manusia mengemban cerita kemanusiaan serta menyadari hakikat kebenaran adalah cinta kasih yang perwujudannya berupa kkebenaran, keadilan dan kebajikan, serta hakikat ketidakbenaran adalah kebencian yang perwujudannya berupa dendam, permusuhan, perang, dan sebagainnya. Cinta kasih merupakan perwujudan budi nurani manusia dan kebijakan mperupakan perwujudan cinta kasih.
           8.     Eksistensi fungsional manusia adalah subjek dan kesadarannya yang berupa dunia indra, ilmu, filsafat (kebudayaan dan peradaban, etika, nilai-nilai ideologis), serta nilai-nilai agama yang supranatural. Kualitas hubungan manusia dengan Tuhan YME menentukan kualitas hubungan manusia dengan sesamanya, kebaikan kepada sesame manusia bersumber dan didasar pada motivasi keyakinan kepada Tuhan yang Maha Esa, jadi kualitas kesadaran Ketuhanan kan kualitas kesadaran kemanusiaan.
               9.     Keseluruhan kesadaran manusia tentang nilai tercermin dalam kepribadian dan tindaknanya, amal, dan kebajikkanya. Sumber nilai dan kebajikan meliputi kesadaran Ketuhanan dan agama, serta potensi intrinsic dalam kepribadian yang berupa potensi cinta kasih, sebagi perwujudan budi nurani manusia yang mewujudkan kebajikan.

7.      Aksiologi Pancasila
aksiologi Pancasila diungkapkan dalam 2 (dua) nilai, yaitu antara lain :

1.    Kedudukan Nilai, Norma, dan Moral Dalam Masyarakat

a.      Kedudukan NILAI dalam masyarakat

Kehidupan manusia dalam masyarakat, baik sebagai pribadi maupun sebagai masyarakat, senantiasa berhubungan dengan nilai-nilai, norma dan moral. Kehidupan masyarakat dimana pun tumbuh dan berkembang dalam ruang lingkup interaksi nilai tersebut yang memberi motivasi dan arah sekaligus anggota masyarakat untuk berperilaku.

Dengan kata lain, nilai adalah sesuatu yang berharga, berguna, indah, dan memperkaya batin yang menyadarkan manusia akan harkat dan martabatnya. Nilai merupakan salah satu wujud kebudayaan, disamping sistem sosial dan karya. Cita-cita, gagasan, konsep, ide tentang suatu hal adalah wujud kebudayaan sebagai sistem nilai. Oleh karena nilai dapat dihayati dalam kontek kebudayaannya sebagai wujud kebudayaan yang abstrak.

Dalam menghadapi alam sekitarnya, manusia didorong untuk membuat hubungan yang bermakna melalui budinya, yang menilai benda-benda serta kejadian yang beraneka ragam, dipilihnya apa yang menjadi tujuan dan isi dari kelakuan kebudayannya. Melalui proses memilih, manusia sebagai individu atau anggota masyarakat menentukan sikap hidupnya, dilihat proses kehidupannya manusia berusaha agar lingkungan hidupnya dapat dikuasai dan dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan jasmani dan rohaninya. Untuk mengidentifikasi nilai-nilai yang terdapat dalam kehidupan masyarakat ada 6 macam nilai :
1)   Nilai teori adalah untuk mengetahui identitas benda dan kejadian yang terdapat disekitarnya.
2)   Nilai ekonomi adalah Pemanfaatan benda-benda atau kejadian yang mengikuti nalar efisiensi dan menuju kepada kegunaannya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
3)   Nilai estetik adalah mempelajari sesuatu yang indah
4)   Nilai sosial adalah berorientasi pada hubungan antara manusia dengan yang lainnya dan menekan pada segi-segi kemanusiaan yang luhur.
5)   Nilai politik adalah berpusat pada kekuasaan serta berpengaruh dalam kehidupan bermasyarakat.
6)   Nilai religi adalah manusia menilai alam sekitarnya sebagai wujud rahasia kehidupan dan alam semesta.

Dalam pelaksanaannya nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam wujud norma, ukuran, kreteria sehingga merupakan suatu keharusan, anjuran atau larangan, tidak dikehendaki atau tercela. Oleh karena itu suatu nilai sangat berperan sebagai dasar pedoman yang menentukan suatu kehidupan manusia. Nilai berada dalam hatinurani, kata hati dan pikiran sebagai suatu keyakinan, kepercayaan yang bersumber dari berbagai sistem nilai.

b.      Kedudukan NORMA dalam masyarakat

Manusia cenderung untuk memelihara hubungan dengan penciptanya, masyarakat dan alam sekitarnya dengan selaras. Berbagai adaptasi dilakukan oleh manusia agar mampu mempertahankan eksistensinya. Sikap demikian akan menyadarkan perlunya pengendalian diri, baik terhadap manusia sesamanya, lingkungan alam, dan kepada penciptanya yaitu Tuhan. Kesadaran tentang hubungan yang ideal dengan demikian menumbuhkan kepatuhan terhadap aturan-aturan, kaidah atau norma. Norma adalah petunjuk tingkah laku yang harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi tertentu.

Norma sesungguhnya perwujudan martabat manusia sebagai mahkluk budaya, sosial, moral, dan religi. Suatu kesadaran dan sikap luhur yang dikehendaki oleh tata nilai yang harus dipatuhi. Oleh karena norma dalam perwujudannya dapat berupa norma agama, norma filsafat, kesusilaan, hukum, dan norma sosial.

c.       Kedudukan MORAL dalam masyarakat

Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut peri laku manusia. Seseorang yang taat dan patuh pada aturan-aturan, kaidah dan norma yang berlaku dalam masyarakatnya dia sudah dianggap sesuai dan bertindak benar secara moral.

Bila sebaliknya, seseorang itu telah dianggap tidak bermoral. Moral dalam perwujudannya dapat berupa aturan, prinsip-prinsip, yang benar, yang baik, yang terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhdap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moralpun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, etika, hukum, ilmu dan sebagainya. Nilai, norma, dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya. Pancasila secara filsafat mengandung nilai-nilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab sucinya, artinya di dalam nilai-nilai tersebut mengandung nilai moral, maka Pancasila pun mengandung nilai moral dalam dirinya.

2.    Nilai-Nilai Pancasila dalam Sosio-Budaya Bangsa Indonesia

a.    Sila Kesatu Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa

Keyakinan adanya Tuhan Yang Maha Esa bukanlah suatu kepercayaan yang tidak dapat dibuktikan kebenarannya melalui penalaran, melainkan suatu kepercayaan yang berpangkal dari kesadaran manusia sebagai mahkluk Tuhan. Keyakinan yang demikian maka negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, dan negara memberi jaminan sesuai dengan keyakinannya, dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya.

Bagi kita di Indonesia tidak boleh ada sikap dan perbuatan yang anti ketuhanan yang Maha Esa, serta anti kehidupan beragama. Sebagai sila pertama menjadi sumber pokok nilai-nilai kehidupan, yang menjiwai dan mendasari serta membimbing perwujudan kemanusiaan yang adil dan beradab, penggalangan persatuan Indonesia yang telah membentuk negara RI yang berdaulat penuh, bersifat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hakekat pengertian nilai-nilai diatas sesuai dengan Pernyataan dalam Pembukaan UUD 1945 yaitu keyakinan atas berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa. Dalam sila pertama ini tercakup nilai religi yang mengatur hubungan negara dan agama, hubungan manusia dengan Sang Pencipta, serta nilai yang menyangkut hak asasi yang paling asasi.

b.    Sila Kedua Nilai Kemanusiaan yang Adil dan Beradab

Dalam sila ini merupakan norma untuk menilai apa pun yang menyangkut kepentingan manusia sebagai mahkluk Tuhan yang mulai dengan kesadaran martabat dan derajatnya. Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani dalam hubungannya dengan norma-norma kebudayaan.

Nilai-nilai dalam sila ini adalah merupakan refleksi dari martabat serta harkat manusia yang memiliki potensi kultural. Potensi tersebut sebagai hal yang bersifat universal atau keseluruhan dan dipunyai oleh semua bangsa tanpa kecuali. Menurut sila ini setiap manusia Indonesia adalah bagian dari warga dunia, yang menyakini adanya prinsip persamaan harkat dan martabatnya sebagai hamba Tuhan. Dalam sila kedua ini menyangkut nilai-nilai hak dan kewajiban asasi manusia Indonesia.

Setiap Warganegara dijamin hak dan kebebasannya yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan, dengan orang seorang, atau masyarakatnya, dan alam lingkungannya. Di dalamnya mengandung nilai cinta kasih yang harus dikembangkan nilai etis yang menhargai keberanian untuk membela kebenaran, santun dan menghormati harkat kemanusiaan.

c.    Sila Ketiga Nilai Persatuan Indonesia

Sila ketiga ini meliputi makna persatuan dan kesatuan dalam arti ideologis, ekonomi, politik, sosial budaya, dan keamanan. Nilai persatuan ini dikembangkan dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia, yang senasib dan didorong untuk mencapi kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang merdeka dan berdaulat. Dan bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta mewujudkan perdamaian dunia yang abadi.

Perwujudan ini adalah manifestasi paham kebangsaan yang memberi tempat bagi keragaman budaya atau etnis. Paham ini yang terdapat dalam sila ini merupakan wujud asas kebersamaan, solidaritas, serta rasa bangga dan kecintaan kepada bangsa dan kebudayaannya.

Sila ini mengandung nilai-nilai kerohanian dan nilai etis yang mencakup kedudukan dan martabat manusia Indonesia untuk menghargai keseimbangan antara kepentingan pribadi dan masyarakat. Nilai yang menjunjung tinggi tradisi kejuangan dan kerelaan untuk berkorban dan membela kehormatan bangsa dan negara.

d.   Nilai kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan / perwakilan

Dalam sila ini, diakui bahwa negara RI menganut asas demokrasi yang bersumber kepada nilai-nilai kehidupan yang berakar dalam budaya bangsa Indonesia. Perwujudan demokrasi itu dipersepsi sebagai paham kedaulatan rakyat, yang bersumber nilai kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotong royongan. Penghargaan yang tinggi terhadap nilai musyawarah mencerminkan sikap pandangan hidup bahwa kemauan rakyat mencerminkan nilai kebenaran dan keabsahan yang tinggi.
Di dalam sila ini terungkap nilai yang mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat yang harus didahulukan. Sila ini menghargai sikap etis berupa tanggung jawab yang harus ditunaikan, sebagai amanat seluruh rakyat. Tanggung jawab itu bukan hanya ditujukan kepada manusia, tetapi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sila ini pun mengandung pengakuan atas nilai kebenaran dan keadilan dalam menegakan kehidupan yang bebas, adil dan sejahtera.

e.    Nilai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Nilai-nilai yang terkandung dalam sila ini meliputi nilai keselarasan, keseimbangan, dan keserasian yang menyangkut hak dan kewajiban yang dimiliki oleh rakyat Indonesia, tanpa membedakan asal suku, agama yang dianut, keyakinan politik, serta tingkat ekonominya. Didalam sila inipun terkandung nilai kedermawanan kepada sesama, memberi tempat kepada sikap hidup hemat, sederhana, dan kerja keras.
Sila kelima ini juga mengembangkan nilai untuk menghargai karya, dan norma yang menolak adanya kesewenang-wenangan, serta pemerasan kepada sesama. Juga mengandung nilai vital yaitu keniscayaan secarabersama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial, dalam makna untuk menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Nilai-nilai yang tercakup dalam sila ini memberi jaminan untuk mencapai taraf kehidupan yang layak dan terhormat sesuai dengan kodratnya, dan menempatkan nilai demokrasi dalam bidang ekonomi dan social.



BAB III
PENUTUP



A.      KESIMPULAN

Aksiologi Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau manfaat suatu pengetahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, maka nilai-nilai yang terkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan dan merupakan pendukung nilai-nilai Pancasila (subscriber of value Pancasila), yaitu bangsa yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan dan berkeadilan sosial.

B.       SARAN

Sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai peristiwa di sekitarnya, berbanding lurus dengan perkembangan pesat ilmu pengetahuan. Namun dalam perkembangannya, timbul gejala dehumanisasi atau penurunan derajat manusia. Hal tersebut disebabkan karena produk yang dihasilkan oleh manusia, baik itu suatu teori mau pun materi menjadi lebih bernilai ketimbang penggagasnya. Itulah sebabnya, peran Pancasila harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus pada pengembangan ilmu pengetahuan yang saat ini semakin jauh dari nilai-nilai kemanusiaan.




DAFTAR PUSTAKA




Drs. Sunoto, mengenal filsafat Pancasila, 1981-1984.



Kunaryo.1994.Filsafat Pendidikan Pancasila. Semarang:Ikip Press.

Kaelan. 2002. Filsafat Pancasila pandangan hidup bangsa indonesia. Yogyakarta: Paradigma.

Prof. Darji Darmodiharjo, SH. Dan Letjen. TNI Purn. Sutopo Yuwono, Pendidikan Pancasila.
Titus, Harold H dkk.1984.Persoalan-Persoalan Filsafat.Jakarta: Jakarta.



KLIK SALAH SATU LINK UNTUK MENGUNDUH FILENYA 


1 komentar: