Selasa, 19 Juni 2012

KESESATAN DEDUKTIF DAN INDUKTIF


logika deduktif, kita dengan mudah memperoleh kesesatan karena adanya kata-kata yang disebut homonim, yaitu kata yang memiliki banyak arti yang dalam logika biasanya disebut kesalahan semantik atau bahasa. Kesalahan semantik itu dapat pula disebut ambiguitas. Adapun untuk menghindari ambiguitas dapat dengan berbagai cara, misalnya menunjukkan langsung adanya kesesatan semantik dengan mengemukakan konotasi sejati. Memilih kata-kata yang hanya arti tunggal, menggunakan wilayah pengertian yang tepat, apakah universal atau partikular. Dapat juga dengan konotasi subyektif yang berlaku khusus atau obyektif yang bersifat komprehensif.

Kesesatan di dalam logika induktif dapat dikemukakan seperti prasangka pribadi, pengamatan yang tidak lengkap atau kurang teliti, kesalahan klasifikasi atau penggolongan karena penggolongannya tidak lengkap atau tumpang tindih maupun masih campur aduk. Kesesatan juga bisa terjadi pada hipotesis karena suatu hipotesis bersifat meragukan yang bertentangan dengan fakta. kemudian yang berkaitan dengan sebab adalah antiseden yang tidak cukup, dan analisis yang perbedaannya tidak cukup meyakinkan. Tidak cukupnya perbedaan itu menjadikannya suatu kecenderungan homogen, masih pula terdapat kebersamaan yang sifatnya kebetulan. Kesalahan juga terjadi karena generalisasi yang tergesa-gesa, atau analogi yang keliru. Kesalahan juga terjadi karena suatu argumen ternyata memuat premis-premis yang tidak berhubungan dengan kesimpulan yang akan dicari. Sebuah argumen yang premis-premisnya tidak berhubungan dengan kesimpulannya merupakan argumen yang “salah” sekalipun semua premisnya itu mungkin benar.

Berikut macam – macam kesesatan atau kekeliruan dalam berpikir yang sering terjadi :

A.      KEKELIRUAN FORMAL
Adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen. Macam – macam kesesatan formal :

1.    Fallacy of Four Terms (Kekeliruan Karena Menggunakan Empat Term)
Kesesatan berfikir karena menggunakan empat term dalam silogisme. Ini terjadi karena term penengah diartikan ganda, sedangkan dalam patokan diharuskan hanya tiga term.

Contoh :   
Orang yang berpenyakit menular harus diasingkan. Orang berpenyakit panu adalah membuat penularan penyakit, jadi harus diasingkan.

2.    Fallacy of Unditributed Middle (Kekeliruan Karena Kedua Term Penengah Tidak Mencakup)
Contoh :
Orang yang terlalu banyak belajar kurus. Dia kurus sekali, karena itu tentulah ia banyak belajar.

3.    Fallacy of Illicit Process (Kekeliruan Karena Proses Tidak Benar)
Kekeliruan berfikir karena term premis tidak mencakup (undistributed) tetapi dalam konklusi mencakup.
Contoh :   
Kura-kura adalah binatang melata. Ular bukan kura-kura, karena iitu ia bukan binatang melata.

4.    Fallacy of Two Negative Premises (Kekeliruan Karena Menyimpulkan daru Dua Premis yang Negatif)
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan dari dua premis negative. Apabila terjadi demikian sebenarnya tidak bisa ditarik konklusi.
Contoh :   
Tidak satu pun barang yang baik itu murah dan semua barang di toko itu adalah tidak murah, jadi kesemua barang di toko itu adalah baik.

5.    Fallacy of Affirming the Consequent (Kekeliruan Karena Mengakui Akibat)
Kekeliruan berfikir dalam silogisme hipoteka karena membenarkan akibat kemudian membenarkan pula akibatnya.
Contoh :
Bila pecah perang harga barang-barang baik. Sekarang harga naik, jadi perang telah pecah.

6.    Fallacy of Denying Antecedent (Kekeliruan Karena Menolak Sebab)
Kekeliruan berfikir dalah silogisme hipoteka karena mengingkari sebab kemudian disimpulkan bahwa akibat juga tidak terlaksana.
Contoh :
Bila datang elang maka ayam berlarian, sekarang elang tidak datang, jadi ayam tidak berlarian.

7.    Fallacy of Disjunction (Kekeliruan dalam Bentuk Disyungtif)
Kekeliruan berfikir terjadi dalam silogisme disyungtif karena mengingkari alternative pertama, kemudian membenarkan alternative lain. Padahal menurut patokan, pengingkaran alternative pertama, bisa juga tidak terlaksananya alternative yang lain.
Contoh :   
Dia lari ke Jakarta atau ke Bandung. Ternyata tidak di Bandung,berarti dia ada di Jakarta.(Dia bisa tidak di Bandung maupun di Jakarta)

8.    Fallacy of Inconsistency (Kekeliruan Karena tidak Konsisten)
Kekeliruan berfikir karena tidak runtutnya pernyataan yang satu dengan pernyataan yang diakui sebelumnya.
Contoh :
Tuhan adalah Maha kuasa, karena itu Ia bisa menciptakan Tuhan lain yang lebih kuasa dari Dia.

B.       KEKELIRUAN INFORMAL

1) Fallacy of Hasty Generalization (Kekeliruan Karena Membuat Generalisasi yang Terburu-buru)
Kekeliruan berfikir karena tergesa-gesa membuat generalisasi, yaitu mengambil kesimpulan umum dari kasus individual yang terlampau sedikit, sehinggga kesimpulan yang ditarik melampau batas lingkungannya.
Contoh :
Dia orang Islam mengapa membunuh. Kalau begitu orang Islam memang jahat.

2)   Fallacy of Forced Hypothesis (Kekeliruan Karena Memaksakan Praduga)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan kebenaran suatu dugaan.
Contoh :
Seorang pegawai datang ke kantor dengan luka goresan di pipinya. Seseorang menyatakan bahwa istrinyalah yang melukainya dalam suatu percekcokan karena diketahuinya selama ini orang itu kurang harmonis hubungannya dengan istrinya, padahal sebenarnya karena goresan besi pagar.

3)   Fallacy of Begging the Question (Kekeliruan Kerna Mengundang Permasalahan)
Kekeliruan berfikir karena mengambil konklusi dari premis yang sebenarnya harus dibuktikan dahulu kebenarannya.
Contoh :
Surat kabar X merupaka sumber informasi yang reliable, karena beritanya tidak pernah basi. (Di sini orang hendak membuktikan bahwa surat kabar X memang merupakan sumber informasi yang dapat dipercaya berdasarkan pemberitaannya yang up to date, tanpa dibuktikan pemberitaannya memang dapat diuji kebenarannya).

4)   Fallacy of Circular Argument (Kekeliruan Karena Menggunakan Argumen yang Berputar)
Kekeliruan berfikir karena menarik konklusi dari satu premis kemudian konklusi tersebut dijadikan premis sedangkan premis semula dijadikan konklusi pada argumen berikutnya.
Contoh :
konomi Negara X tidak baik karena banyak pegawai yang korupsi. Mengapa banyak pegawai yang korupsi? Jawabnya karena ekonomi Negara kurang baik.

5)   Fallacy of Argumentative Leap (Kekeliruan Karena Berganti Dasar)
Kekeliruan berfikir karena mengambil kesimpulan yang tidak diturunkan dari premisnya.Jadi mengambil kesimpulan melompat dari dasar semula.
Contoh :
Ia kelak menjadi mahaguru yang cerdas, sebab orang tuanya kaya. Pantas ia cantik karena pendidikannya tinggi. Bentuk tulisannya bagus, jadi ia adalah anak yang pandai.

6)   Fallacy of Appealing to Authority (Kekeliruan Karena Mendasarakan pada Otoritas)
Kekeliruan berfikir karena mendasarkan diri pada kewibawaan atau kehormatan seseorang tetapi dipergunakan untuk permasalahan di luar otoritas ahli tersebut.
Contoh :
Bangunan ini sungguh kokoh, sebab dokter Haris mengatakan demikian. (Dokter Haris adalah ahli kesehatan, bukan insinyur bangunan).

7)   Fallacy of Appealing to Force (Kekeliruan Karena Mendasarkan Diri pada Kekuasaan)
Kekeliruan berfikir karena berargumen dengan kekuasaan yang dimiliki, seperti menolak pendapat/argumen seseorang dengan menyatakan: Kau masih juga membantah pendapatku. Kau baru satu tahun duduk dibangku perguruan tinggi, aku sudah lima tahun.

8)   Fallacy of Abusing (Kekeliruan Karena Menyerang Pribadi)
Kekeliruan berfikir karena menolak argumen yang dikemukakan seseorang dengan menyerang pribadinya.
Contoh :
Jangan dengarkan gagasan dia tentang konsep kemajuan desa ini. Waktu ia menjabat kepala desa di sini ia menyelewengkan uang Bandes (Bantuan Desa).

9)   Fallacy of Ignorance (Kekeliruan Karena Kurang Tahu)
Kekeliruan berfikir karena menganggap bila lawan bicara tidak bisa membuktikan kesalahan argumentasinya, dengna sendirinya argumentasi yang dikemukakannya benar.
Contoh :
Kalau kau tidak bisa membuktikan bahwa hantu itu ada maka teranglah pendapatku benar, bahwa hantu itu tidak ada.

10)  Fallacy of Complex Question (Kekeliruan Karena Pertanyaan yang Ruwet)
Kekeliruan berfikir karena mengajukan pertanyaan yang bersifat menjebak.
Contoh :
Jam berapa kau pulang semalam? (Yang ditanya sebenarnya tidak pergi. Penanya hendak memaksakan pengakuan bahwa yang ditanya semalam pergi).

11)  Fallacy of Oversimplification (Kekeliruan Karena Alasan Terlalu Sederhana)
Kekeliruan berfikir karena berargumentasi dengan alasan yang tidak kuat atau tidak cukup bukti.
Contoh : 
Kendaraan buatan Honda adalah terbaik, karena paling banyak peminatnya.

12)  Fallacy of Accident (Kekeliruan Karena Menetapkan Sifat)
Kekeliruan berfikir karena menetapkan sifat bukan keharusan yang ada pada suatu benda bahwa sifat itu tetap ada selamanya.
Contoh :
Daging yang kita makan hari ini adalah dibeli kemarin. Daging yang dibeli kemarin adalag daging mentah. Jadi hari ini kita makan daging mentah.

13)  Fallacy if Irrelevent Argument (Kekeliruan Karena Argumen yang Tidak Relevan)
Kekeliruan berfikir karena mengajukan argument yang tidak ada hubungannya dengan masalah yang menjadi pokok pembicaraan.
Contoh :
Kau tidak mau mengenakan baju yang aku belikan. Apakah engkau mau telanjang berangkat ke perjamuan itu?

14)  Fallacy of False Analogy (Kekeliruan Karena Salah Mengambil Analogi)
Kekeliruan berfikir karena menganalogikan dua permasalahan yang kelihatannya mirip, tetapi sebenarnya berbeda secara mendasar.
Contoh :
Seniman patung memerlukan bahan untuk menciptakan karya-karya seni, maka Tuhan pun memerlukan bahan dalam menciptakan alam semesta.

15)  Fallacy of Appealing to Pity (Kekeliruan Karena Mengundang Belas Kasihan)
Kekeliruan berfikir karena menggunakan uarain yang sengaja menarik belas kasihan untuk mendapatkan konklusi yang diharapkan. Uraian itu sendiri tidak salah tetapi menggunakan uraian-uraian yang menarik belas kasihan agar kesimpulan menjadi lain. Padahal masalahnya berhubungan dengan fakta, bukan dengan perasan inilah letak kekeliruannya. Kekeliruan pikir ini sering digunakan dalam peradilan oleh pembela atau terdakwa, agar hakim memberikan keputusan yang sebaik-baiknya, seperti pembelaan Clarence Darrow, seorang penasihat hukum terhadap Thomas I Kidd yang dituduh bersekongkol dalam beberapa perbuatan criminal dengan mengatakan sebagai berikut :
Saya sampaikan pada anda (para yuri), bukan untuk kepentingan Thomas Kidd tetapi menyangkut permasalahan yang panjang, ke belakang ke masa yang sudah lampau maupun ke depan masa yang akan datang, yang menyangkut seluruh manusia di bumi. Saya katakan pada anda bukan untuk Kidd, tetapi untuk mereka yang bangun pagi sebelum dunia menjadi terang dan pulang pada malam hari setelah langit diteraingi bintang-bintang, mengorbankan kehidupan dan kesenangnnya, bekerja berat demi terselenggarakannya kemakmuran dan kebesaran, saya sampaikan pada anda demi anak-anak yang sekarang hidup maupun yang akan lahir.

C.          KEKELIRUAN DALAM BAHASA
Setiap kata dalam bahasa memiliki arti tersendiri, dan masing-masing kata dalam sebuah kalimat mempunyai arti yang sesuai dengan keseluruhan arti kalimatnya. Maka, meskipun kata yang digunakan itu sama, namun dalam kalimat yang berbeda, kata tersebut dapat bervariasi artinya. Ketidakcermatan dalam menentukan arti kata atau arti kalimat itu dapat menimbulkan kesesatan penalaran. Berikut ini adalah beberapa bentuk kesesatan karena penggunaan bahasa.
a.    Ekuivokasi
Adalah kesesatan yang disebabkan karena satu kata mempunyai lebih dari satu arti. Bila dalam suatu penalaran terjadi pergantian arti dari sebuah kata yang sama, maka terjadilah kesesatan penalaran. Ekuivokasi terdiri dari dua macam, yaitu ekuivokasi verbal dan non verbal.

Contoh Ekuivokasi verbal
Seorang pasien berkebangsaan Malaysia memeriksakan diri kepada seorang dokter Indonesia. Setelah diperiksa, dokter membeeri nasihat, “Ibu perlu menjaga makannya.” Sang pasien bertanya, “Boleh saya makan ayam?” Sang dokter menjawab, “Bisa.” Sang pasien bertanya, ”Boleh saya makan ikan?” Sang dokter menjawab, “Bisa.” Sang pasien bertanya, ”Boleh saya makan sayur?” Sang dokter menjawab, “Bisa.” Sang pasien merasa marah lalu membentak, ”Kalau semua bisa (beracun), apa yang saya hendak makan???”
Yang jadi masalah di sini adalah kata “bisa” yang berarti “dapat” dan yang juga berarti “racun ular”.

b.   Ekuivokasi non – verbal
Menggelengkan kepala umunya menunjukkan ketidak setujuan, namun di India menggelengkan kepala dari satu sisi ke sisi yang lain menunjukkan kejujuran.

1.    Amfibologi (gramatikal)
Adalah kesesatan yang dikarenakan konstruksi kalimat sedemikian rupa sehingga artinya menjadi bercabang. Ini dikarenakan letak sebuah kata atau term tertentu dalam konteks kalimatnya. Akibatnya timbul lebih dari satu penafsiran mengenai maknanya, padahal hanya satu saja makna yang benar sementara makna yang lain pasti salah.
Contoh :  
Ali mencintai kekasihnya, dan demikian pula saya!
Arti 1   :    Ali mencintai kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih Ali.
Arti 2   :    Ali mencintai kekasihnya dan saya juga mencintai kekasih saya.

2.    Kesesatan Aksentuasi
Adalah kesesatan ekuivokasi yang disebabkan perubahan aksentuasi atau tekanan. Perubahan dalam tekanan terhadap suku kata dapat menyebabkan perubahan arti. Karena itu kurangnya perhatian terhadap tekanan ucapan dapat menimbulkan perbedaan arti sehingga penalaran mengalami kesesatan. Terdiri dari dua macam yaitu aksentuasi verbal dan non verbal.
Contoh :
·      Aksentuasi Verbal
Apel (buah) dan apel bendera (menghadiri upacara bendera) Mental (kejiwaan) dan mental (terpelanting) Tahu (masakan, makanan) dan tahu (mengetahui sesuatu)
·      Aksentuasi Non verbal
Pada kata “apa” dan “ha”.Akan berbeda maknanya jika diucapkan dalam keadaan marah, menjawab panggilan dan dalam keadaan bertanya.

c.    Metaforis
Disebut juga (fallacy of metaphorization) adalah kesesatan yang terjadi karena pencampur-adukkan arti kiasan dan arti sebenarnya. Artinya terdapat unsur persamaan dan sekaligus perbedaan antara kedua arti tersebut. Tetapi bila dalam suatu penalaran arti kiasan disamakan dengan arti sebenarnya maka terjadilah kesesatan metaforis, yang dikenal juga kesesatan karena analogi palsu.
Contoh : 
Pemuda adalah tulang punggung negara.
Penjelasan kesesatan : Pemuda disini adalah arti sebenarnya dari orang-orang yang berusia muda, sedangkan tulang punggung adalah arti kiasan karena negara tidak memiliki tubuh biologis dan tidak memiliki tulang punggung layaknya mahluk vertebrata. Ungkapan ini sering kali disengaja seperti yang terjadi dalam dunia lawak.

d.   Komposisi
Adalah kesesatan yang terjadi dikarenakan menetapkan sifat yang ada pada suatu bagian untuk menyifati keseluruhannya.
Contoh :
Setiap kapal perang telah siap, maka keseluruhan angkatan laut Negara itu sudaH siap bertempur.


A.      Kesesatan Berpikir Deduktif

1.    Kesesatan Ekuivoka
Suatu kesesatan karena anggapan bahwa kata-kata selalu dapat dipakai dalam pengertian yang sama sedangkan sebenarnya terdapat ambiguitas. Kesesatan seperti ini dapat diatasi dengan cara menyusun definisi secara hati-hati.

2.    Kesesatan Amfiboli
Amfiboli itu merupakan kesalahan dalam susunan kalimat atau proposisi. Seluruh argument terkena penafsiran ganda. Penafsiran ganda seperti itu menyebabkan ketidak jelasan karena susunan kalimatnya begitu sulit dipahami. Untuk keraguan, sering kali ditempuh jalan dengan membuat pertanyaan terhadap kalimat yang disusun itu.

3.    Kesesatan Komposisi
Kesesatan itu mungkin sekali terjadi, bila kata atu sekumpulan kata yang disebut. Term di dalam satu bagian dipandang “secar distributive”, dan pada bagian lain term sebagai akibatnya adalah bahwa uraian penjelas yang disusun itu berangkat dari pola piker “masing-masing” atau particular, dipergunakan secar distributive itu berfungsi sebagai proposisi individual. Proposisi individual adalah suatu proposisi yang menyatakan masing masing anggota suatu golongan dan secara individual.Sedangkan term “semua” itu dipergunakan secara kolektif apabila dipergunakan untuk menyatakan seluruh ataupun semua anggota golongan secara bersama-sama.

4.    Kesesatan dalam Pembagian
Kesesatan ini berkebalikan dari kesesatan komposisi, yang telah dibicarakan di atas. Hal ini bisa terjadi karena mempergunakan istilah atau pengertian dalam arti kolektif pada sebuah proposisi, dan tetap saja mempergunakannya secara distributive pada premis lain atau dalam suatu konskuens. Hal itu akan membawa akibat bahwa uraian dari “semua” akan menjadi masing-masing atau dari universal ke individual. Kesesatan ini karena orang menganggap apa yang benar bagi keseluruhan, juga benar bagi setiap orang secara individual. Suatu kebenaran yang berlaku bagi keseluruhan terjadi juga akan benar bagi bagian-bagiannya. Sebaliknya terjadi pula apa yang tidak benar bagi keseluruhan juga dianggap tidak benar bagi bagian-bagiannya.

5.    Kesesatan Aksentuasi
Semula berarti bahwa kata-kata yang ambiguitas yaitu pengertiannya akan berbeda, bila aksen ataupun tekanan dalam bicaranya berbeda pula. Sehingga aksen itu yang menyebabkan ambiguitas.Anak-anak sering mengalami kesulitan dalam hal seperti ini. Agar ambiguitas itu dapat dihindari, seharusnya diberikan porsi tekanan yang cukup pada waktu pengucapannya, sehingga tidak ada yang luput dari perhatian. Kesalahan terjadi pada pembicaraan verbal.

B.       Kesesatan Yang Bersifat Materiil

1.         Kesesatan Aksidensia
Aksidensia adalah hal-hal yang ditambahkan ke dalam hal ang substansial (hakikat). Aristoteles dengan teori 10 kategorialnya, mengajarkan tentang 1 substansi dan 9 aksidensia bagi semua yang “ada”. Kesesatan ini biasa terjadi karena orang mengira bahwa apa yagn dianggap benar dalam substansi itu, juga benar dalam aksidensinya atau sifat sifastnya, maupun keadaan-keadaan yang eksistensinya secara kebetulan (aksidensi). Sedangkan setiap subyek tertenu itu mempunyai cirri-ciri khusus yang telah menjadi kodratnya sejak adanya eksistensi diri dan yang membedakannya dengan subyek lain

2.      Kesesatan sebaliknya tentang aksidensia
Kesesatan terjadi oleh karena kebenaran yang hanya kebetulan (aksidensia), dianggapnya sebagai hal yang kebenarannya substansial.

3.      Kesesatan tentang Hal-hal yang Tidak Relevan
Kesesatan tentang hal-hal yang tidak relevan sering kali disengaja guna membangkitkan emosi atau mengalihkan perhatian seseorang ataupun sekelompok orang dari masalah yang dipersoalkan. Hal seperti ini sering dipergunakan untuk memperdayakan lawan bicara. Cara penyajiannya yang sering meyakinkan, tertapi faktanya justru sangat kabur ataupun bukan yang sedang dibahas. Keterpedayaan seseorang atau sekelompok orang itu karena memang sudah tidak tahu lagi bagaimana akan membantah suatu pernyataan. Kesesatan itu dapat dibedakan atas :
a)    Argumentum Ad Hominem (ditujukan kepada orangnya)
b)   Argumentum Ad Populum (ditujukan kepada masyarakat, guna mempengaruhi pendapat umum)
c)    Argumentum Ad Mesericundiam (belas kasihan)
d)   Argumentum Ad Verecundiam (menggunakan ketenaran seseorang untuk pembenaran argument)
e)    Argumentum Ad Ignorantiam (pembuktian tanpa dasar, tetapi lawan bicara juga tidak dapat membuktiakan sebaliknya).
f)    Argumentum Ad Baculum (berwujud suatu paksaan)
g)   Kesesatan Berdasarkan Anggapan yang Tidak Benar

Kesesatan Karena Menganggap Bahwa Kebenarnnya telah terbukti Sering pula disebut sebagi “petition principii” atau “fallacy of begging the question”. Ksesesatan ini terjadi oleh karena tidak memberi bukti yang seharusnya diterangkan dalam proses penalarannya. Pembicara hanya mengulang-ulangi pernyataannya itu dengan kata-kata lain yang sama artinya. Sangatlah disayangkan bahwa dengan demikian itu, ia yakin telah menciptakan kemajuan-kemajuan dalam penalaran.

Kesesatan karena sebab yang salah Tidak jarang kesesatan ini sulit dibedakan dengan kesesatan dalam induksi, yang menyatakan “post hoc propter ohc”. Post hoc propter artinya adalah sesuatu memang terjadi setelahnya, tetapi bukanlah sebagai akibatnya. Kesesatan ini dapat terjadi, karena adanya anggapan, bahwa lebih dari satu peristiwa yang terjadi secara berturut-turut, lalau dianggap mempunyai hubungan sebab akibat.

Kesesatan atas dasar konsekuens ataupun atas dasar nonsequitur Dalam pengertian yang luas, nonesequitur itu bisa diartikan suatu argumen non-selogisme. Suatu kesimpulan yang ditarik, tidak berdasarkan premis-premis,ataupun seandainya dari premis, namun premisnya tidak relevan. Meskipun tidak tertutup kemungkinan bahwa kesimpulan itu benar.Kesesatan berdasarkan pertanyaan yang kompleks Pengajuan pertanyaan yang kompleks dan bersifat pancingan, sehingga jawabnnya dapat mengandung salah satu pengakuan, atau juga mungkin dua-duanya sebagai pengakuan, yang sebenarnya hal itu tidak dikehendaki oleh yang ditanyai. Hal semacam itu sering kali dilakukan untuk merugikan dirinya dalam suatu pemeriksaan.

C.      Kemungkinan Kesesatan Berpikir Induktif

1.    Kesesatan Dalam Pengamatan
Pengamatan yang tidak lengkap Bahwa pengamatan yang telah dilakukan itu tidak lengkap memang besar sekali peluangnya, hal itu sering kali disebabkan karena terbatasnya waktu dan dana. Atau memang sengaja hanya memperhatikan hal-hal tertentu yang relevan saja.Pengamatan yang tidak teliti Sering kali para ilmuwan menghadapi jalan buntu dalam membenarkan cara kerja induktif yang akan diterapkan dalam ilmu pengetahuan itu. Ketatnya logika deduktif dipakai oleh Popper untuk memperlihatkan cara kerja ilmu alam yang bentuk perjalanannya secara induktif. Dasarnya sederhana, yang dapat dicontohkan sebagai berikut :
Ada beberapa sebab mengapa pengamatan itu dapat disebut tidak teliti. Sebab-sebab ketidaktelitian itu diidentifikasi sebagai sebab kejiwaan, sebab indrawi, sebab alamiah sebagai obyek pengamatan, dan ditambah dengan pengotoran lapangan.

2.    Kesesatan Dalam Penggolongan
a.    Penggolongan yang tidak lengkap
b.    Penggolongan yang tumpang tindih
c.    Penggolongan yang campur aduk

3.    Kesesatan Dalam Penentuan Hipotesis
a)    Hipotesis yang meragukan Sebenarnya ada suatu keinginan bahwa di dalam menyusun hipotesis itu, kita memperoleh kebebasan sebesar-sebesarnya, namun bila tidak memperhatikan pedoman yang telah ditentukan, dapat mengakibatkan kekeliruan.
b)   Hipotesis yang bertentangan dengan fakta Hipotesis disusun sesuai dengan apa yang benar-benar terjadi dan bukan spekulasi

4.    Kesesatan-kesesatan Dalam Penentuan Sebab
a.    Post Hoc Propter Hoc
Arti kalimat di atas itu adalah bahwa sesuatu itu memang terjadi setelahnya, tetapi tidak disebabkan olehnya. Hal itu menunjukkan bahwa tanpa ada panelitian yang cukup, kemudian dengan tergesa-gesa telah mengambil kesimpulan. Sekalipun cara demikian itu banyak juga dilakukan, tetapi tetap merupakan kesesatan. Bila ada 2 peristiwa atau lebih terjadi secara berturut-turut maka tidak selamanya merupakan “sebab akibat” dan tidak selamanya mesti “memiliki hubungan”.

b.    Analisis yang tidak cukup
Antedennya Untuk mendukung suatu analisis agar mudah mendapat pengukuhan, haruslah dilakukan dengan menyebutkan anteseden-anteseden secara lengkap dan mereduksi factor-faktor yang tidak relevan. Bila tidak demikian maka kesimpulan yang diambil tidak akan merupakan akibat atau tidak ditarik dari antesedennya.

c.    Analisis tanpa perbedaan-perbedaan
Bila membuat analisis tentan perbedaan-perbedaan tetapi justru tidak mengemukakan perbedaan-perbedaannya maka analisisnya tidak sah. Terutama bila menggunakan metode ataupun perbandingan.

d.  Keseiringan untuk sementara yang kebetulan Hal-hal yang terjadi secara seiring kali menimbulkan kesesatan dalam menafsirkan atau dalam usaha untuk memahaminya. Kesesatan ini oleh karena tergoda oleh metode berpikir sebab akibat.
e.       Generalisasi yang tergesa-gesa
Kesesatan ini sebenarnya sederhana. Oleh karena hanya merupakan penyimpulan yang berkelebihan dari yang dapat dijamin oleh bukti yang diajukan. Mungkin catatan peristiwa atau faktanya belum tuntas tetapi telah menyusun kesimpulan secara final.

f.       Kesesatan Analogi
Kesesatan dalam analogi itu banyak dilakukan oleh suku-suku primitive pada masa-masa silam. Mereka belum mampu membedakan secara tajam barang-barang yang satu dengan yang lainnya. Menurut logikanya, barang-barang yang serupa itu tidak ada satu sama lain. Kesesatan itu akan tampak bila diterapkan penyusunan analogi tentang sifat-sifat manusia.

5.    Kesesatan Dalam Statistik
a)    Sampling yang tidak mewakili populasi
Bentuk generalisasi yang sangat tergesa-gesa dalam statistic adalah bentuk kesesatan utama. Kesesatan ini terjadi karena sampling yang diambil tidak mewakili populasi, sehingga generalisasinya juga tidak benar.

b)   Penerapan gejala individual yang tidak bersifat umum Kesesatan ini berwujud salah tafsir statistic yang lazimnya berlaku bagi oran awam.

c)    Kepercayaan kepada statistic
Hasil perhitungan statistic merupakan suatu ketelitian dan kecermatan serta mengikuti metode analisis yang telah terbukti dan pasti. Stastik mempergunakan juga istilah-istilah tertentu seperti : mean, penyimpangan, korelasi yang dapat dipercaya dan pasti. Namun demikian statistic itu tidak dapat melepaskan diri dari probalitas dan kadar sebenarnya menunjukkan suatu derajat kemungkinan tertentu.

d)   Kesesatan korelasi secara kebetulan
Kesesatan ini dapat terjadi, karena ada gejala korelasi sementara yang penyebabnya persamaan waktu ataupun persamaan kepentingan namun dipercaya sebagi sesuatu yang dianggap mempunyai korelasi riil.



KLIK SALAH SATU LINK UNTUK MENGUNDUH FILENYA

 ziddu
idws 
mediafire 
 
comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar